XI

1.4K 217 7
                                    

happy reading!

***

Memperhatikan Shani dan Gasta yang terlihat dekat benar-benar membuatnya panas. Chiko tidak bisa lagi menahan perasaan cemburunya lebih lama.

"Eh triplek kemeja putih, gue liat lo dari tadi nggak perhatiin penjelasan gue." Kesalnya.

Mahasiswa/i yang berada disitu serentak saling menebar pandangan mencari siapa yang dimaksud senior mereka. Kini Gasta, pria yang dimaksud Chiko menjadi pusat perhatian, Chiko seperti sengaja ingin mempermalukan pria itu.

Gasta hanya tersenyum santai. la sama sekali tidak takut ataupun gentar, ia hanya memegang belakang kepalanya dengan tangan kanan sambil mengukir senyuman ramah.

"Maaf, kayaknya kakak senior yang kurang merhatiin saya, saya dari tadi dengerin kok." Lalu Gasta menunjukkan sebuah buku berisi catatannya yang lumayan banyak.

Chiko melemparkan tatapan tajam pada Gasta, begitupun sebaliknya, tatapan mereka seolah menyatakan perang. Shani yang menyadari mereka sedang bersitegang segera menarik lengan baju Gasta, menyuruhnya untuk mengalah.

Gasta mengalah. Ia menunduk, memilih untuk memperhatikan wajah cantik Shani. Chiko mendengus kasar. Dengan perasaan kesal Chiko segera membubarkan kelompok dan menyuruh mereka untuk break sejenak. Ia perlu berbicara dengan Shani sekarang juga.

Saat bubar, Chiko menghalangi jalan Shani yang beriringan dengan Gasta. "Ada yang mau aku bicarakan, Shan." Shani tidak menyangka Chiko akan mengajaknya berbicara lebih dulu, seketika wajahnya terasa panas.

Shani yang senang bukan kepalang segera menganggukkan kepalanya. Kapan lagi ia bisa berbicara dengan Chiko, bahkan ia sampai mengikuti lelaki itu ke universitas yang sama dan mengambil fakultas serta jurusan yang sama pula dengan pria itu.

Wajah Gasta menunjukkan mimik tak suka. Sepertinya ia kesal dengan situasi ini. Tapi mau bagaimana lagi jika Shani sangat antusias dengan ajakan Chiko. Terpaksa ia harus berjalan sendirian sekarang. Ia memperhatikan Chiko menggamit tangan Shani dan membawanya pergi menjauh.

.

Chiko membawa gadis itu ke lorong yang tidak begitu ramai. Ingin sekali rasanya ia menerjang Shani saat ini juga, merengkuhnya dan mengatakan beribu kata maaf. Tapi ia harus memberikan kesan sebaik mungkin.

"Shan, aku mau ajak kamu ke rumah, kamu bisa kan? Mami mau ketemu sama kamu." Chiko meremas tangan Shani seolah tidak rela ia lepaskan.

Shani sedikit kecewa, ternyata ini alasan Chiko ingin berbicara dengannya. Tak apa jika dengan begini ia bisa lebih dekat dengan Chiko. Ia menatap lekat wajah Chiko, pemuda dihadapannya ini semakin terlihat tampan dan maskulin.

"Boleh. Aku juga udah kangen dan mau banget ketemu Mami Aya." Shani menyebut nama kesayangannya untuk ibu Chiko.

"Kalo gitu aku minta nomer hp kamu." Chiko mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Sedangkan Shani merasa heran, selama ini dia yang selalu meminta nomor Chiko tapi tak pernah dikasih. Sekarang justru sebaliknya, pria itu yang meminta nomor teleponnya?

Chiko melambaikan tangannya di depan wajah Shani, menyadarkan Shani yang termangu dalam pikirannya.

"Ah, eh iya Achi." Shani segera mengambil ponsel dengan casing berwarna biru dari dalam tasnya. Nampak sebuah aksesoris gantungan pada resleting tasnya. Gantungan tersebut berbentuk huruf A berwarna perak. Chiko ingat, ia dulu pernah menerima hadiah gantungan serupa dengan model dan ukiran yang sama seperti yang Shani punya. Hadiah ulang tahun dari Shani. Gantungan couple dengan huruf S yang ada padanya.

THE EGO: A MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang