"you slowly came to me, my dilemma"
—baby don't like it—
Haizel hanya diam mendengarkan celotehan sang adik kelas, bahkan Narvan dan Rayen yang mulai menerima keadaan Cheriel yang banyak omong itu memutuskan untuk tetap meninggalkan Haizel dengan alasan yang tak logis. Meski dia paham benar kedua nya pergi dengan alasan tertentu.
Faktanya, adaptasi Cheriel selama seminggu ini membuatnya lengah, terkadang jengah. Tatkala Haizel menyibukkan dirinya yang membuat yang lebih muda akan sedih dan memilih untuk melepaskannya. Sebelum akhirnya, Haizel melihat Cheriel dihentikan pada depan gang kecil dekat minimarket terdekat. Beberapa temannya terlihat menarik paksa tas nya dan mengeluarkan seluruh isinya.
Apa daya kemampuan Haizel tak setara dengan empat manusia yang menganggu Cheriel, namun entah mengapa tekad nya kuat untuk menghampiri Cheriel. Sebelum seseorang dibelakang Haizel saat itu menarik tangannya untuk bersembunyi dan memutar sirene polisi. Sehingga perisak itu terlihat berlari meninggalkan Cheriel.
Haizel sempat menatap sosok tersebut masih memperhatikan Cheriel yang tak menangis menyusun bukunya kembali. Pemuda itu benar-benar merasa bersalah akan kejadian ini.
"Gue ga nyerang mereka karena ini masih lingkup sekolah, apalagi seragam ini," lantun Matteo setelah memastikan kepergian Cheriel dengan kedua matanya. Lantas menatap Haizel dengan tenang lalu menghela napasnya, "bodoh, memikirkan diri itu perlu."
Ucapan dua hari lalu itu masih terngiang dan memunculkan khayal seperempat sudut pada kening Haizel. Mengucapkan terimakasih penting memang, tapi penghinaan diakhir agak membuatnya berpikir berlebihan.
Kembali pada saat ini, keduanya masih berjalan menuju aula. Karena rapat akan dilaksanakan dalam lima belas menit berikutnya.
"Kak? Kemarin Eriel baru beli bahan kue, ayo buat kue bareng, ajak kak Narvan dan Rayen!" ajak Cheriel.
Haizel memang tak mengharapkan sikap dewasa pada Cheriel. Baginya, anak ini tersenyum merupakan kesenangan. Haizel memang seperti ini saat menemukan orang yang mampu bertahan padanya meski dengan rumor berjalan.
"Kapan?" tanya Haizel meladeni membuat tarikan simpul pada wajah Cheriel sembari memeluk lengan pemuda itu.
Bila ingin suatu kejujuran, Haizel mengaku bahwa rasa-rasanya Cheriel yang menempel padanya sekarang seolah-olah melakukan simulasi memiliki seorang anak. Tingkah Cheriel akan terbenam diotak Haizel sebagai anak kecil menggemaskan.
"Sabtu nanti, aku kirim alamat rumahku nanti kak!" balas antusias Cheriel membuat Haizel mengangguk. Bertepatan dengan masuknya keduanya pada ruangan aula, Cheriel melepaskan pelukan lengannya dan berlari menuju anggota lain.
Haizel menghela napas, memasukkan tangannya pada saku hoodie nya. Berjalan perlahan, setia melakukan penghematan energi berkala. Syukur saja kemarin malam Haizel sempat tertidur satu setengah jam.
Memperhatikan interaksi Cheriel, Haizel tak sadar seseorang sudah disebelahnya menyapa dengan pertanyaan membuat nya terkejut kecil, "gue lihat mental nya baja, setelah itu dia di risak lagi?"
Pemuda itu menggeleng pelan menjawab pertanyaan tersebut. Tertebak sudah pertanyaan itu terlontar oleh siapa, mengingat hanya dua orang yang berada pada kawasan yang sama. Haizel melirik Matteo, lelaki itu tampak berantakan dengan dua kancing seragam atasnya terlepas menunjukkan kaos hitamnya.
"Darimana?" pertanyaan Haizel mengundang lirikan pelan dari Matteo yang sadar akan penampilannya. Namun lebih memilih menyisir rambutnya ke belakang agar lebih rapi.
Matteo berjalan lebih cepat mendahului Haizel, "ngurusin berandalan atas saran ketua OSIS."
Dijawab seperti itu membuat Haizel hanya mengernyit dan mengikuti langkah Matteo. Apapun itu, pemuda itu hanya berharap bahwa sikap Matteo yang biasa-biasa saja ini akan terus berlanjut. Mungkin hanya tingkat perhatiannya yang harus dikurangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[MH DWILOGI] : INSOMNIA
FanfictionHaizel masih mencari seorang teman yang mencintai mata pandanya dan tak mengusiknya. Entah mungkin, Matteo? info : [bxb lokal] MatZel. [couple markhyuck from nct] [perhatikan lapak]