Pagi itu kediaman sepasang pengantin Uzumaki masih terasa sunyi. Tak ada kegiatan yang tengah berlangsung kecuali dua manusia tertidur di dalam kamar yang jendelanya separuh terbuka.
Suara tiupan angin menderitkan jendela yang separuh terbuka itu, entah karena lupa atau sengaja tak menutupnya.
Wanita cantik yang terbaring nyaman dalam pelukan sang pahlawan desa itu, terjaga lebih dulu, sebab dia memiliki misi yang penting hari ini.
Namun baru satu gerakan pelan dari wanita itu untuk beranjak, Naruto malah menahannya. Pria itu melingkarkan lengannya di tubuh istrinya. "Jangan pergi dulu." Gumamnya dengan mata terpejam.
Hinata meletakan kembali kepalanya di atas bantal yang semalaman mereka bagi berdua. "Tiga menit?" Dia bertanya kepada pria itu, kapan dirinya boleh beranjak.
"Sepuluh menit." Tawar Naruto dengan mata yang masih terpejam, namun lengan melingkar di pinggul wanita itu erat-erat, menahannya untuk beranjak turun dari ranjang mereka.
"Aku akan terlambat." Ucap Hinata, dia lalu membelai sisi kanan wajah pria itu dengan lembut. Meminta ijin untuk segera bersiap.
"Baiklah, lima menit." Naruto kemudian menenggelamkan wajahnya di dada wanita itu seraya mendekapnya erat. Wanita itu akan berangkat misi, ya misi pertamanya setelah pernikahan.
Hinata mengusap tengkuk pria itu dengan lembut dan membiarkannya memeluk sedikit lebih lama.
Setelah menikah, tak ada malam tanpa pelukan erat seperti ini, mungkin orang lain akan menganggap ini sedikit menyesakkan, namun bagi mereka, ini terasa hangat.
...
"Kenapa sibuk sekali?" Naruto menatap Hinata yang justru sibuk di dapur sebelum berangkat. Dia menghampiri wanita itu dan memeluknya. "Aku bisa makan ramen nanti."
"Aku bisa membuat sarapan untukmu, kenapa harus makan ramen?" Ucap Hinata bukan untuk menentang, tapi untuk mencegah pria itu makan ramen terlalu sering.
Naruto melingkarkan lengannya di pundak Hinata "terima kasih, kalau begitu aku tidak akan makan ramen." Dia mengecup pipi wanita itu, rasa malu-malu di awal menikah telah luntur entah kemana, sekarang mereka tak memiliki jarak atau batasan apapun soal kontak fisik tentu saja karena nyaris tiap malam saling melucuti. "Kapan kau kembali?"
"Aku akan kembali dalam sepuluh hari, namun mungkin bisa lebih cepat jika misinya berjalan lancar." Hinata sibuk mengaduk sup di dalam panci. Dia belum sempat bicara kepada Naruto soal misinya sebab pria itu pun sibuk mengambil misi-misi singkat nyaris setiap hari.
"Kenapa begitu lama, aku bisa gila jika tidak ada kau di rumah." Keluh Naruto dengan helaan napas berat. Dirinya setelah pernikahan telah jadi dua kali lipat lebih tidak mandiri dari sebelumnya, sebab Hinata selalu menyediakan ini dan itu untuknya.
"Jangan khawatir Naruto-kun, aku akan segera pulang." Hinata terkekeh menanggapi keluhan pria itu.
Naruto membelai surai panjang istrinya dengan lembut. "Aku akan sangat merindukanmu."
Hinata hanya tersenyum tipis untuk menanggapi, padahal dulu mereka jarang sekali bertemu karena kesibukan masing-masing. Apalagi sebelum perang dunia berakhir, rasanya tak ada hari tanpa misi yang berat. Tapi hari ini pria itu mengatakan rindu meski belum berpisah.
"Beri aku hadiah sebelum berangkat." Pinta Naruto kepada wanita itu.
"Apa itu?" Hinata tidak menyiapkan apapun kecuali sepiring sarapan untuk pria itu sebelum dirinya berangkat.
Naruto membalikan tubuh istrinya dan menangkup wajah kecilnya menggunakan kedua tangan. "Jangan berhenti membalas."
Hinata terkesiap saat detik berikutnya bibirnya telah diserang dengan ciuman yang lembut namun juga boleh disebut berlebihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not You
FanfictionSekembalinya dari misi, Hinata menjadi seperti orang yang berbeda. Entah apa yang terjadi kepadanya, namun Naruto yang paling mengenali wanita itu maka dia harus mencaritahu.