Clouds

46 13 45
                                    

Langit pagi menerangi kota. Aku menghirup panjang udara dan menghembuskannya dengan perasaan senang. Tersenyum sejenak menatap langit biru berawan yang terlihat begitu indah. Ku ambil helmku dan ku nyalakan motor sport hitamku. Udara dingin seolah terus melawan arah menembus jaket ku dan kaca helm yang terbuka. Seluruh jari-jemari dan tanganku yang rasanya sudah membeku terus menancapkan gas kencang menuju jalan raya.

Sampai akhirnya aku sampai ke tempat tujuanku. Aku berhenti tepat di depan sebuah toko berwarna krem dengan sedikit warna peach yang lucu. Kringg sebuah bel kecil yang menggantung di atas pintu berbunyi ketika aku membuka pintu kaca tersebut. Suara bel itu membuat seorang wanita paruh baya yang sedang sibuk menghitung, menatap kearahku. Ia tersenyum kepadaku, "Ada yang bisa saya bantu?" katanya. Aku kembali tersenyum kepadanya meski nafasku sedang tidak beraturan.

"Berhentilah bercanda..." aku tertawa kecil kearahnya dari kejauhan, "Kak." sama halnya dengan wanita itu. "Apalagi kali ini, adikku sayang?" wanita tersebut perlahan berjalan melewati sebuah etalase kue untuk melihat diriku lebih jelas. Ia berhenti tepat di seberang ku dengan salah satu tangan menopang dipinggangnya. "Apa mau mu sampai-sampai datang sepagi ini? Bahkan toko ini saja belum buka," Ia kemudian kembali ke meja kasir dan kembali menghitung uang yang ada di sana. "Lihat jam berapa ini, 5 pagi...?? Aku tak percaya kau datang kesini hanya untuk menyapa dan melihat kakakmu ini."

"Kak..." panggilku. "Ada apa dengan nada manjamu itu? Cepatlah, jangan seperti ini. Kau hanya akan menghambatku membuka toko. Apa mau mu pagi-pagi kesini??" aku langsung membuang mukaku dan menatap kue-kue yang terpajang di etalase. "Bisa-ehemk-ajarkan aku cara membuat kue..." ucapku dengan cepat. Aku hanya bisa menyembunyikan bibirku dan mengejamkan mataku berharap kakak tidak akan menertawakan diriku. Keheningan selama beberapa detik membuat diriku tegang, aku tau pasti kakak sedang menatapku sambil menahan tawanya. "Pffft..." suara itu keluar dari kakakku. Sudah kuduga. Aku menghembuskan nafasku, "Sudahlah tidak perlu." aku membalikan badan dan berjalan keluar.

"Aku bahkan belum menjawab." kata-kata itu membuat langkahku berhenti "Kebiasaanmu itu... Memangnya untuk apa aku mengajarkanmu cara membuat kue?" ku balikan kembali badanku, "Hari ini anniversary ke-6 ku..." jawabku tanpa menatap mata kakak. "Kalau sedang bicara, tataplah mata orang yang kau ajak bicara. Aku sudah berkali-kali mengingatkanmu." aku lalu menatap kearahnya, ia kemudian menghembuskan nafasnya. "Dasar bocah..." Ia lalu pergi meninggalkan diriku, memasuki ruangan. Kepalaku menengok ke sekeliling toko yang sepi itu, kemudian menyusul kakak memasuki sebuah pintu.

Rupanya itu dapur di toko yang biasanya dipakai untuk membuat berbagai pesanan kue. Kakak sibuk mengambil bahan-bahan untuk membuat kue di rak, aku hanya bisa berdiam diri di tempat sembari menunggu. Ku letakan tasku di sebuah kursi di sana dan melirik ke sekeliling dapur. Biasanya dapur di toko kakak selalu dipenuhi oleh tepung, pekerja yang sibuk membuat kue kesana-kemari, beberapa tumpukan kue di sudut dapur, ada juga yang sudah dimasukan ke dalam kulkas. Selalu ada wangi roti khas setiap kali aku datang ke toko kakak. Pelanggan yang mengantri sembari takjub melihat ke dalam kaca yang memperlihatkan para pekerja membuat kue di dapur.

Tapi toko yang kali ini ku lihat rasanya berbeda. Aku memang tak pernah sekalipun datang pagi ke toko kakak, makanya ini terasa sangat asing bagiku. Dapur dengan meja alumunium di sana yang biasanya dipenuhi tepung, adonan kue, pekerja yang lalu-lalang karena sibuk akan tumpukan pesanan, terikan dari pekerja satu ke pekerja lainnya yang saling memerintah entah itu untuk mempercepat pekerjaan atau karena tambahan pemesanan. Kini meja alumunium itu nampak bersih, dapur yang biasanya terlihat sempit, kini terlihat sangat luas. Karung tepung yang biasanya berada dimana-mana, kini tertata rapi diatas rak. "Jangan bengong saja, sana bantu kakak ambil telur di kulkas."

*****

"Jadi kue macam apa yang kau mau buat?"

Aku hanya terdiam melihat bahan-bahan yang sudah ada di depan mejaku sekarang. "Memangnya kue ada berapa macam?" tanyaku dengan wajah polos. "Astaga anak ini, bagaimana bisa dia berkencan kalau jenis kue saja tidak tau..." nafasnya kembali dihembuskan dan lagi-lagi aku hanya bisa diam.

Clouds - [oneshot]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang