9. Sebuah Pembalasan ✔️

81 8 0
                                    

Happy Reading~

Jangan lupa kasih Saguna bintang ⭐

Terima kasih ya udah setia membaca 🙏❤


••••


“Udah, Gun! Mati nanti anak orang.”

Jarvis dan Darel tampak panik saat memisahkan Saguna yang memberikan berkali-kali tinjuan pada Andri. Mereka takut tindakan Saguna diketahui Satpam universitas di sana.

Pagi-pagi sekali Saguna sudah mengomando kedua sahabatnya untuk singgah terlebih dahulu di sebuah universitas negeri tempat kakak perempuannya menuntut ilmu. Saguna ke sana berniat memberikan pelajaran ke mantan kekasih kakaknya. Ia tidak terima atas perlakuan Andri pada mentari. Mana saat ini mentari jatuh sakit dan tidak bisa masuk perkuliahan.

Menurut Saguna pukulannya belum seberapa dari pada sakit hati sang kakak yang sekarang sedang beristirahat di rumah. Numun, ia berhenti memukul saat kedua sahabatnya berhasil menarik Saguna menjauh.

Jarvis dan Darel sebenarnya tidak tahu kalau maksud misi yang Saguna katakan di grup chat itu adalah menghabisi seorang laki-laki yang berstatus mantan dari kakaknya. Kalau tahu seperti ini Darel pasti sudah melarangnya.

“Bajingan lo! Cowok berengsek! Jangan lo pernah deketin teteh gue lagi!”

Saguna memaki Andri sembari kedua lengannya ditarik mundur oleh Darel dan Jarvis. Andri menatap Saguna dengan mata penuh amarah. Jelas ia tidak terima dihajar di depan gerbang kampusnya. Mana banyak sekali orang-orang yang menyaksikan itu.

Peluit panjang terdengar dari arah masuk universitas, “Hei, apa yang kalian lakukan?”

“Gun ada satpamnya itu.” Jarvis menepuk-nepuk dada Saguna agar segera sadar dari amarah yang menguasainya.

“Ayo, kita pergi sebelum urusannya jadi panjang!” ajak Darel.

Saguna yang melihat Satpam berlari ke arah mereka akhirnya mengikuti ajakan Darel dan segera menunggangi kuda besinya. Mereka memacu kendaraan itu meninggalkan Andri yang babak belur bersama seorang gadis yang mencoba membantunya.

“Gila lo, Gun. Nggak habis pikir gue. Ternyata lo ngajak ke kampus itu buat mukulin orang?” Darel baru bisa mengatur napasnya ketika sudah berhenti di Parkiran sekolah.

Saguna meringis saat helm full face telah terlepas dari kepalanya. Terdapat beberapa memar di wajahnya. Andri sempat membalas pukulan Saguna, meski cowok pencinta basket ini berhasil melumpuhkannya.

“Pasti ada alasannya ‘kan?” tanya Jarvis yang sangat mengenal Saguna, “sebenarnya ada apa?”

“Itu orang pacar teteh gue dan dia udah selingkuh,” jelas Saguna menggebu-gebu.

Darel menggeleng-geleng tidak percaya, “Pantes kalau lo seemosi itu.”

Saguna menghela napas. Menatap wajahnya yang babak belur dan spion motor, “Gue cuma pengen dia ngerasain sakit juga kayak teteh gue. Pukulan tadi itu belum seberapa, tapi yang penting dia udah dapat pelajaran.”

Senyum dari SagunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang