Chap 19 : Ordinary confess

6 0 0
                                    


Pada hari Minggu, tepatnya setelah kepergian Azalea. Semuanya berkumpul sesuai permintaan Hilmy. Mereka berkumpul di rumah Sheana dan bersiap menuju hospice. Azalea tak punya keluarga, dan satu-satunya cara adalah membawa tim jenazah untuk menguburkan Azalea di dekat kuburan mama dan papa gadis malang itu.

"Sheana, Lo udah siap belum?" Tanya Nabiru meyakinkan Sheana. Sebab sudah sedari tadi gadis itu termenung, padahal Azalea akan dikuburkan sejam lagi.

"Udah kok. Siapa yang nyetir?" Tanya Sheana kemudian.

"Bigel sama Hilmy."

Sheana mengangguk, ia bangkit lalu keluar dari rumahnya, tak lupa ia mengunci pintu terlebih dahulu, karena ayahnya sudah ada di sana lebih dulu. Ayah Sheana tau kalau Azalea dan Sheana sangat dekat, makanya ayah menyuruh Sheana untuk pergi kalau dirinya sudah siap.

Abigail menyalakan mesin mobil milik Nabiru. Mereka akan mengendarai dua mobil dengan kapasitas hanya 4 orang. Di mobil pertama ada Hilmy, Anan, dan Sheana sedangkan di mobil kedua ada Abigail, Nabiru, dan Natta.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam, mereka sampai ke tempat peristirahatan terakhir Azalea. Di sana tak terlalu ramai dan bisa Sheana tebak, mereka semua kebanyakan dari hospice. Azalea datang bersama orang tuanya sejak kecil hingga Azalea dewasa. Azalea pernah bercerita kalau orang tuanya itu menjauh dari keluarga besar mereka karena suatu alasan yang cukup serius.

Tak ada sepupu ataupun nenek kakek. Azalea terkubur sendirian tanpa ada keluarganya yang melihat. Azalea berjalan sendiri menemui orang tuanya.

"Lea, Lo cantik banget bahkan saat Lo udah pergi," Sheana menatap sosok Azalea yang sangat putih di dalam peti kematian dari jauh. Seperti kehabisan air mata, gadis itu hanya bisa menatap nanar pada temannya yang kini telah tiada.

Abigail dan Nabiru ada di sisi Sheana untuk menguatkan gadis itu.

"Shea, Azalea cantik, ya? Gue nyesel gak kenal lo dari awal." Tutur Abigail kemudian.

Sheana tersenyum, "dia cantik, dia manis, Lea itu sosok gadis yang nyaris sempurna. Kalau kalian temenan sama dia, sesempurna apapun harta dan fisik kalian, kalian bakal tetep iri tiap liat dia, karena gue udah rasain itu."

Abigail dan Nabiru mengangguk setuju.

"Lea beneran cantik."

Bukan cuma Abigail dan Nabiru. Tapi, Natta, Hilmy, dan Anan pun mengakuinya.

"Kalau dia gak sakit pasti dia udah sukses besar." Tambah Nabiru. Sheana mengangguki.

"Nak, Shea?" Panggil salah satu pengurus jenazah di sana.

Sheana tak hanya dikenal oleh seluruh perawat hospice. Tapi, gadis itu juga sering membantu banyak saat ada jenazah yang harus dimakamkan.

Hilmy tersadar saat menatap Sheana, gadis itu cantik, namun terlihat cuek. Tapi, siapa sangka kalau Sheana adalah gadis yang juga punya banyak sisi baik. Lihat saja dia sekarang, gadis itu membantu peralatan Azalea dan juga alat yang para pengurus jenazah itu butuhkan untuk mengubur Azalea.

"Ini temen Sheana semua, ya?" Laki-laki paruh baya menghampiri mereka lalu bertanya.

"Iya, om."

"Ini Hilmy, kan?"

"Eh, iya..." Jawabnya tergugup. Hilmy juga heran, padahal ini baru kedua kalinya mereka bertemu, bahkan Hilmy tak pernah memperkenalkan dirinya dengan benar pada ayah Sheana.

"Sheana dari kecil gak punya temen. Punya sih, tapi karena om pindah tempat kerja terus jadinya Sheana gak punya temen yang bener-bener deket sama dia, makanya dia gak tau cara bersosialisasi."

The Journey Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang