10. Seseorang dari Masa lalu ✔️

78 8 0
                                    

Happy Reading~

Jangan lupa kasih bintang buat saguna guys! ⭐

Terima kasih ❤🙏

••••

Kaus putih dibalut jaket kulit hitam tidak ketinggalan dengan celana jeans berwarna senada menutupi kaki yang tak terlalu pajang itu.

Dania juga memakai sarung tangan hitam. Rambut ia kuncir asal ke belakang. Sebelum pergi gadis ini meraih kunci motor dan helm yang tergeletak di bawah meja.

Kini Dania terlihat lebih maskulin dengan menjinjing helm keluar dari kamar. Kakinya yang sudah memakai sepatu boot hitam dengan lincah melompati satu demi satu anak tangga rumahnya.

“Mau ke mana, Non?” Dania menoleh ketika mendengar seseorang memergokinya, “sudah jam sepuluh. Non mau pergi ke mana lagi?”

Dania meletakkan jari telunjuk di depan bibir. Menginterupsi agar pembantu rumah tangganya tidak berbicara dengan suara yang keras.

“Dania mau cari angin dulu, Mbok” Dania menengadahkan kepala ke atas untuk melihat lantai dua, kemudian menatap Mbok Sri kembali, “jangan bilang-bilang Mama ya! Biarin aja, Mama tidur. Kayaknya capek banget sampek nggak ada waktu ngobrol sama Dania.”

Mbok Sri mengangguk patuh, “Hati-hati ya, Non! Jangan pulang pagi!”

“Iya, jam 12 Dania udah ada di rumah lagi.” Dania tersenyum, lalu melanjutkan langkah keluar rumah.

Dengan motor sportnya itu, Dania pergi meninggalkan rumah mewahnya. Ini bukan kali pertama Dania keluar malam. Sebelum kasus yang hampir menyeretnya masuk jeruji besi, gadis ini sangat bebas bepergian, meski saat malam hari. Namun, sekarang Nami dan Gunawan melarang keras Dania main keluar sampai larut malam. Ia harus ada di rumah paling terlambat pukul tujuh malam.

Untuk hari ini Dania melanggarnya. Ia melarikan diri dari rumah, walau sempat terpergok oleh Mbok Sri. Dania sudah bosan mematuhi orang tuanya. Ia bosan kesepian di rumah, sedangkan ibunya kalau ada di rumah sudah lebih dulu tidur atau terkadang masih mengerjakan urusan kantor di rumah.

Gunawan sendiri belum kembali dari luar kota. Janjinya hanya dua hari, tetapi ini sudah menginjak hari ketiga batang hidungnya pun belum tampak di depan Dania. Dania sudah jenuh bertanya pada sang ibu mengapa ayahnya belum pulang juga.

Di sini sekarang Dania, di sebuah jalan yang telah diblokade untuk menjadi lintasan balapan liar. Ia sangat merindukan kebiasaannya yang menonton balapan atau sesekali ikut turun ke jalan.

Dania itu bukan orang yang mudah bersosialisasi. Ia bahkan tidak ada teman dekat di tempat itu. Biasanya, ia datang bersama sang kekasih yang sekarang telah menjadi mantan.

Sudahlah, ia tidak ingin larut lebih lama dalam kesedihan. Dania sudah biasa sendiri. Ia mandiri. Tidak punya teman juga tidak masalah baginya.

Akhirnya, Dania mencoba memfokuskan pikiran dan pandangannya pada balapan yang akan di mulai. Ketika seseorang mengangkat sebuah bendera, motor-motor yang berbaris di garis start seketika menancapkan motor mereka membelah jalan kota Bandung.

Sedang asyik menyaksikan balapan dengan tidak sengaja dari balik kerumunan penonton Dania dapat melihat sosok laki-laki yang baru saja datang bersama kelompoknya. Dania bergeser mencoba bersembunyi di balik para orang-orang yang berkerumun itu. Ia berharap tidak ada yang mengenalinya.

Senyum dari SagunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang