Warning: Harsh words.
___
Shena mengerjapkan matanya. Menahan silauan cahaya yang tiba-tiba menghunjam penglihatannya. Bukan dari cahaya matahari karena ia sadar betul jika ia tertidur di sofa, di mana tidak ada jendela yang bisa menyalurkan nyala pagi dari matahari.
Sebuah sapa dari tatapan tegas dan tajam milik Edgar yang duduk di hadapannya pada sofa single seolah mampu untuk menguliti Shena. Mengetuk-ngetukkan jarinya pada bibir cangkir yang isinya masih tersisa setengahnya. Bibir laki-laki itu terkatup. Menampakkan rahang tegas yang mengerat. Bersama tatapan mata dingin yang menusuk. Mengabaikan panggilan Shena yang tak mengerti suasana mengapa menjadi demikian.
Menarik tubuh menjadi duduk dengan selimut yang masih membungkus atas tubuhnya. Masih menatap Edgar dengan penuh pertanyaan sama.
Edgar berdeham, “Apa yang udah lo lakuin di belakang gue?”
Suara laki-laki itu terdengar berat berhasil menghantam tubuh Shena dengan gulungan ombak. Beralun rendah walau sebenarnya menghanyutkan dengan mudah.
Edgar menumpukan tubuhnya pada kedua kakinya, diikuti Shena yang melakukan hal yang sama. Berdiri dengan tiba-tiba membuat kepalanya terasa berputar. Nyaris saja terjerembab kalau saja tak bisa menahan beban tubuhnya sendiri. Tubuhnya limbung, langkahnya terseok mencoba meraih lengan Edgar yang hendak berlalu. Menahan Edgar dengan kedua alisnya yang bertaut. Bingung. Heran. Tidak tahu ke mana arah maksud perkataan yang Edgar maksudkan.
“Maksud lo apa?”
“Gak usah nyangkal. Lo ada main belakang sama siapa?!”
Menghempas kuat tautan Shena hingga terlepas. Seolah tidak ingin disentuh oleh perempuan yang masih meminta penjelasan di hadapannya. Tidak peduli lagi bagaimana wajah Shena menahan air matanya agar tidak turun lebih cepat. Edgar berhasil menghentak Shena dengan kobaran api amarah yang menyala. Membumbung tinggi seumpama bisa menghabiskan dalam sekejap menjadi butiran abu.
“Gar, kenapa lo tiba-tiba gini?”
“Lo yang tiba-tiba aneh karena lo nyembunyiin sesuatu dari gue, ‘kan? Sekarang masih mau nyangkal lagi?”
Sebuah tarikan napas panjang seolah menarik Shena seketika terbangun dari tidurnya. Bertumpu pada duduknya dengan mata yang berkeliaran. Kening yang basah karena peluh. Juga napas pendek yang membuat dadanya naik turun. Ia tidak tahan dengan gejolak dalam perutnya yang tiba-tiba saja membelit begitu menyiksa. Memaksa keluar.
“Kenapa?”
Edgar berhasil menyadarkan Shena hanya dengan satu tanyanya. Melingkupi seluruh tubuh gemetar itu dengan rengkuhan sedangkan matanya mencari jawaban dari balik mata Shena yang tidak bisa ia baca.
Bahkan Shena pun tidak bisa melihat jelas apa yang sebenarnya terjadi. Semuanya memburam. Terasa sulit untuk merangkai keping-keping ingatan menjadi kesatuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
STALEMATE
Romance⚠️Harsh words, physical and psychological violence, verbal abuse, and some parts have adult scenes. Only recommended for readers 17 years and up⚠️ Apakah sebuah pengkhianatan masih bisa dimaafkan? Pertanyaan yang selalu menjadi bumerang ketika Edgar...