Haechan melirik sekilas kearah Renjun yang tampak tengah mengobrol dengan seorang wanita.
Haechan meremat pakaiannya dengan erat kala rasa cemburu hinggap di hatinya, melihat bagaimana Renjun tersenyum kearah wanita itu mampu membuat amarahnya meluap.
"Sialan!" Haechan memilih pergi, meninggalkan Renjun yang masih asik mengobrol dengan seorang wanita cantik berkerudung putih.
"Sebenarnya dia ngajak gue kesini tujuannya apasih?, kalau cuma buat di anggurin mending gue gak milih ikut aja tadi" gerutu si manis dengan penuh kekesalan.
"Mana rumah jauh lagi dari sini, sedangkan gue gak bawa uang sepeser pun terpaksa harus jalan kaki nih" Haechan memilih melihat-lihat sekitar sembari berjalan dengan santai.
"Duh panas banget, mana matahari lagi terik-terik nya lagi bisa-bisa gue pingsan nih kalau maksa terus jalan" Haechan menghela nafas pelan seraya menyeka peluh yang mulai memenuhi wajahnya.
"Haus" keluh si manis seraya melihat ke arah jalanan berharap ada kendaraan yang lewat, jadi dirinya bisa menumpang.
Mungkin hari ini adalah hari sialnya, sepanjang kakinya melangkah tak ada satupun kendaraan yang lewat. Jadi dengan terpaksa Haechan harus terus berjalan sampai rumah tanpa menghiraukan tubuhnya yang sudah sangat berkeringat.
"Akhirnya sampe juga" kata si manis sembari menghela nafas pelan, wajah Haechan benar-benar sudah sangat memerah dengan keringat yang membanjiri wajah manisnya.
Begitu sampai di rumah Renjun, Haechan memilih mendudukkan dirinya terlebih dahulu di atas kursi yang berada di teras rumah.
Haechan menghela nafas kasar kala ingatan tentang Renjun dengan wanita cantik itu kembali hinggap di pikirnya.
"Persetan lah, mending gue pulang sekarang aja daripada harus nunggu lebaran dulu" Haechan mulai beranjak dari duduknya, pemuda manis berjalan dengan lulai ke arah pintu. Sial rasa pusing tiba-tiba saja menyerangnya.
"Bangsat kok di kunci!" Haechan berteriak kesal kala pintu rumah Renjun yang tak kunjung terbuka.
Beberapa kali Haechan masih berusaha membuat pintu berwarna coklat itu, tapi usahanya itu tak membuahkan hasil apapun.
Pada akhirnya Haechan memilih menyerah, pemuda manis itu dengan gontai berjalan ke arah belakang rumah Renjun.
Seingat nya di belakang rumah ada saung yang cukup nyaman jika dirinya pakai untuk tidur.
"Udah gue duga pasti bersih" kata Haechan sembari mulai naik ke atas saung.
Haechan mulai merebahkan tubuh berisi nya di atas saung yang berlapis kayu itu.
"Enek anying, pengen muntah gue" Haechan mati-matian menahan rasa mual yang tiba-tiba menyerangnya.
Sepuluh menit berlalu akhirnya rasa mual nya mulai mereda, Haechan yang merasa sangat lelah pun mulai terlelap dengan semilir angin yang menemani tidur pemuda manis itu.
Sedangkan disisi lain Renjun tengah kelimpungan mencari Haechan yang tak kunjung dirinya temukan.
"Sudah pulang kali a'." kata wanita cantik yang sendari tadi mengobrol dengannya.
"Mana mungkin, rumah dari sini jauh jadi tak mungkin jika dia kuat berjalan kaki sejauh itu" Renjun benar-benar di buat panik dengan menghilang nya si manis yang terbilang sangat tiba-tiba.
"Coba aa' pulang dulu aja, siapa tau Adeknya sudah ada di rumah. Nanti kalau Adeknya emang gak ada di rumah aa' balik saja lagi kesini" dengan berat hati akhirnya Renjun mengangguk setuju.
Sepanjang perjalanan perasaan Renjun benar-benar tak tenang, dirinya takut jika si manis sampai kenapa-kenapa karena dirinya.
Seharusnya tadi dia tak mengabaikan Haechan, jadi pemuda manis itu tak akan kabur begini andai saja dia tak berusaha mengacuhkan Haechan mungkin kejadian ini tak akan pernah terjadi.
Sekitar tiga puluh menit Renjun baru sampai di rumahnya, dengan tergesa pemuda tampan itu memperkirakan motor di depan rumah.
"Haechan!" Renjun berlari ke arah pintu rumahnya, dirinya ingin segera masuk ke dalam. Memastikan jika Haechan benar-benar sudah pulang.
"Di kunci" gumam nya seraya mengepalkan tangannya.
"Tak mungkin jika Haechan berada di dalam jika begini" Renjun berjalan kembali ke arah motor, niatnya ingin kembali ketempat tadi di mana dirinya kehilangan si manis.
"Di belakang ada gak ya?" tiba-tiba Renjun teringat akan saung yang selalu dirinya pakai untuk bersantai.
"Periksa dulu aja kali ya?" dengan penuh harap Renjun mulai berjalan ke belakang rumahnya.
Renjun menghela nafas lega kala melihat sandal milik Haechan yang berada di bawah saung.
Dengan perasaan yang mulai membaik Renjun berjalan dengan cepat ke arah si manis yang tampak tengah tertidur.
"Haechan?" Renjun mendudukkan dirinya di pinggir saung, matanya terfokus kepada wajah si manis yang tampak memucat.
"Kamu sakit?" dengan cepat Renjun menyentuh wajah Haechan yang terasa sangat dingin.
"Kamu pulang jalan kaki?" Renjun mulai mengungkung tubuh berisi si manis, pemuda tampan itu mengurung tubuh mungil Haechan di antara kedua tangannya.
dengan lekat Renjun pandangi wajah Haechan yang sedikit memerah dengan peluh yang menghiasi wajah manisnya.
"Bacot" Renjun menggeram kesal kala mendengar suara Haechan yang terdengar sangat serak.
"Buka ya?, jangan di paksain puasa nanti sakitnya makin parah" dengan penuh kasih sayang Renjun mengusap peluh yang memenuhi wajah si manis.
"Ck, berisik gue gak selemah itu kali sampai harus buka segala" Haechan mendorong tubuh Renjun dengan sekuat tenaga.
"Gak usah deket-deket, nanti kalau orang liat bisa jadi masalah" tapi sepertinya Renjun tak peduli dengan ucapan Haechan.
Pemuda tampan itu malah semakin mendekatkan tubuhnya dengan si manis.
"Buka atau saya cium" tubuh Haechan meremang kala suara berat Renjun terdengar.
Haechan memilih diam daripada harus menanggapi ucapan Renjun yang menurutnya tak masuk akal.
"Ok, kamu yang milih ya" sedetik setelahnya bibir Renjun sudah mendarat di bibir pucat si manis.
TBC
Cerita gue konflik nya terlalu ringan gak sih?, soalnya masalah yang gue buat di setiap cerita gue masalahnya pasti gak jauh beda.
Apa karena gue yang anti sama cerita angst makanya gini ya?, sorry aja kalau gue bikin Renjun terlalu bucin soalnya gue kurang suka sama konflik berat.