Namjoon setengah berlari menyusuri lorong-lorong kantor kepolisian itu.
Pandangannya berkeliling mencari Seokjin.
Napasnya memburu. Detak jantungnya tak karuan.
"Ia mengirimkan potongan tubuh yang sudah membusuk dan menjadi tulang"
"Pembunuh itu benar-benar menjijikkan"
Namjoon terus berkeliling mencarinya. Hingga akhirnya seorang petugas yang bertabrakan dengannya memberitahu keberadaan Seokjin.
Ia masuk ke toilet yang berada di ujung lorong.
Satu cermin wastafel di dalam toilet itu pecah berantakan dengan cipratan darah disekitarnya.
"Jin!" Namjoon menekan satu-satunya pintu bilik toilet yang tertutup rapat.
"Jin buka pintunya!"
Ia sangat khawatir Jin akan menyakiti dirinya lebih dari yang telah ia lakukan.
Namjoon memukul-mukul pintu itu dan terus memanggil namanya.
Tak lama suara kunci terdengar. Pintu bilik itu mengayun perlahan.
Seokjin tengah berdiri menatap lantai. Wajahnya pucat. Napasnya menderu.
Darah segar bercucuran dan menetes dari buku-buku jarinya.
"N-Namjoon....." Ia mengangkat wajahnya pelan.
"Jin!" Namjoon refleks menangkap tubuhnya yang merosot.
Seokjin tak sadarkan diri.
"Aku tidak bisa diam disini terus Seokjin. Aku harus menangkapnya sekarang juga!"
"Jangan dengan emosi! Bisakah kita pikirkan rencananya baik-baik?"
"Jika kau tidak mau ikut, baik..aku saja yang akan datang ke tempat yang ia janjikan"
"Fine!"
"Fine..."
"Namjoon-ssi..."
"Ada sesuatu tentang Seokjin yang harus kau ketahui" Won Hae berbicara dengan nada rendah.
Keduanya duduk bersebelahan di lorong depan kamar klinik kepolisian tempat Seokjin dirawat.
"Aku sudah berjanji padanya untuk tidak memberitahu siapa-siapa tentang hal ini"
"Tapi peristiwa ini akan membuatnya lebih buruk jika dibiarkan"
Namjoon membalikkan tubuh menghadap kaptennya.
"Ia menderita amnesia disosiatif akibat dari trauma psikis yang dialaminya"
"Sebagian ingatannya telah hilang selama kurang lebih dua tahun ini"
"Pembunuh yang mengirimkan jari dan kepala itu adalah Cha Sunwoo"
"Jin menangkapnya sewaktu ia masih menjadi polisi di Anyang"
"Tapi Sunwoo berhasil kabur dengan bantuan kakaknya ketika ia akan dipindahkan ke penjara pusat"
"Ia dendam dan terus mengincar Seokjin dan partnernya"
"Ken?" Namjoon bertanya memotong cerita kaptennya.
"Seokjin sudah bercerita?"
Namjoon menggeleng.
"Ia menyebut namanya beberapa kali dalam tidurnya"
"Mereka sama-sama yatim piatu..."
"Suatu saat mereka mendapat pesan dari Sunwoo. Ia menyandera seorang polisi dan meminta tebusan"
"Yang tentu saja sebuah jebakan"
"Mereka bertengkar hebat hari itu. Ken pergi ke tempat yang Sunwoo janjikan sendirian tanpa memberitahu kami"
"Pada saat kami datang...."
"Ken sudah tiada. Tubuhnya masih terikat di kursi...dan kepalanya...."
"Kepalanya dikirmkan ke rumah Seokjin keesokan paginya"
"Gosh..." Namjoon menutup muka dengan kedua tangannya.
Mata Namjoon terpejam erat. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan Seokjin saat itu.
"Partnerku adalah kelemahanku...itu yang Jin katakan padaku tadi pagi"
"Namjoon....."
"Ken adalah calon tunangannya"