Karung tinju tengah menjadi sasaran kekesalan Namjoon pagi itu.
Ia meluncurkan berpuluh-puluh pukulan dan tendangan secara membabi buta.
Beberapa petugas yang sedang berlatih di ruang itu perlahan menjauh ngeri.
Setelah puas, Namjoon segera meninggalkan tempat itu dan pergi menuju rumah Seokjin yang mengambil cutinya untuk menenangkan diri.
Ketukan dan panggilan di depan pintunya tak kunjung membuat Seokjin menampakkan diri.
Mobilnya masih terparkir rapi di depan rumahnya.
Namjoon yang khawatir membuka kunci pintu itu dengan lock picknya dan segera masuk.
Suara air dari shower kamar mandi terdengar namun tidak ada suara pergerakan.
Perlahan dan waspada ia membuka pintu kamar mandi yang tak terkunci.
Seokjin sedang duduk di dalam bathtub.
Menghujani tubuhnya yang masih berpakaian lengkap sambil memeluk kedua lutut kakinya.Namjoon menghampirinya. Masuk ke dalam bathtub dan memeluknya dari belakang.
Seokjin terisak dan terisak.
Ia menenggelamkan wajahnya diantara kedua lututnya. Bahunya bergetar. Napasnya pendek dan terputus-putus diantara tangisnya dan membuat Namjoon memeluknya makin erat.
"Jin I'm so sorry...."
"I'm so sorry....." Ia membisikkan kata itu berulang-ulang di belakang telinganya.
•
•
•
"Namjoon maaf...."
Seokjin meletakkan sesuatu dengan hati-hati di hadapan Namjoon setelah mereka berganti pakaian.
Seokjin-Kim.
Berkas yang ia ambil diam-diam dari ruang praktek Choi Sooyoung.
"Aku salah satu pasien Sooyoung" Ia duduk di sebelah Namjoon yang sedang membulak balik isi dari map cokelat di tangannya.
Menatapnya hati-hati, merasa bersalah karena perbuatannya dan dengan sabar menanti jawaban. Atau makian dari partnernya.
Namjoon menghela napas. Menutup dan meletakkan map itu di meja.
Ia berbalik dan menatap Seokjin iba.
"Aku ingin mendengarnya langsung darimu jika kau tidak keberatan"
"Ingatanku sepertinya tergali kembali Namjoon...."
Seokjin menarik napas panjang sebelum memulai ceritanya.
"Selama ini yang aku ingat hanya partnerku tewas saat bertugas"
"Aku tidak ingat jika....jika....."
"Ken....."
Suaranya tercekat saat ia menyebut nama itu. Kepalanya sakit. Seokjin menopang keningnya dengan kedua tangannya dan meringis.
"Hey..hey...hey.....breathe..."
Namjoon segera memeluk bahu pria di sebelahnya erat dan mengusap punggungnya.
Seokjin menengadahkan kepala serta membuang napas melalui bibirnya.
"Mereka berdua. Sunwoo dan kakaknya telah menjadi buronan di Anyang selama betahun-tahun"
"Aku menangkap mereka namun Sunwoo berhasil melarikan diri. Sedangkan kakaknya mengorbankan diri demi adiknya dan tewas di tanganku"
"Ken dan aku bertengkar hari itu. Ia jadi sangat egois jika sudah menyangkut nyawaku" Seokjin tersenyum pahit.
"Pesan itu membawanya ke sebuah gudang kosong. Ia pergi kesana tanpa memberitahu tim kami"
"Pada saat kami menyusulnya. Semuanya sudah terlambat" Ia tersenyum pahit.
"Pagi itu aku berharap semua kejadian itu hanya mimpi..." "Hingga paket berhiaskan pita pink itu muncul di depan pintu rumah ini"
"Dan.....selanjutnya aku tidak ingat apa-apa lagi" Seokjin mulai kehabisan napas.
Ia terengah. Berusaha mengatur deru napas sambil menopang kepalanya.
Namjoon tidak mengeluarkan sepatah katapun. Ia terus mengusap punggung pria itu.
Garis wajahnya mengeras.
"Aku bangun di sebuah rumah sakit jiwa setelah beberapa hari...atau minggu...aku tidak ingat"
"Mereka menghilangkan semua benda-benda yang mengingatkanku tentang Ken"
"Terapi bertahun-tahun dengan Sooyoung sangat membantuku"
"Aku mulai mandiri. Tidak lagi bergantung pada siapapun"
"Hingga Sunwoo menemukanku saat aku kembali memiliki partner"
"Kau..."
"Jin....." Namjoon pindah berlutut di depan Seokjin dan menggenggam kedua bahunya.
"Aku akan melindungimu sampai kapanpun"
"Itu yang Sunwoo inginkan Namjoon!"
"Kau harus menjauh dariku" Ia menatap Namjoon dengan wajahnya yang khawatir.
Matanya kembali berkaca-kaca.
"Ia menggali makam Ken" Kedua tangannya menutup wajahnya.
Kejadian tadi membuatnya sangat ketakutan. Bukan karena Sunwoo ingin membunuhnya.
"Ia mengikutiku dari Anyang dan menunggu.....menunggu waktu yang tepat"
"Bukan aku yang sekarang jadi targetnya" Ia kembali menatap Namjoon dengan penuh rasa khawatir.
Namjoon menghela napas panjang.
"Aku tahu itu..."
"Aku tidak akan sanggup jika harus kehilanganmu juga Namjoon.....tidak..." Seokjin menggeleng cepat.
"Kau. Tidak. Akan. Kehilangan. Aku."
Namjoon menarik lembut kedua tangan Seokjin yang masih gemetar.
"Itu janjiku" Ia menangkup wajah Seokjin dan menatapnya lekat-lekat.
"Dan kumohon...jangan sakiti dirimu lagi dengan kenekatanmu itu!"
"Tubuh indahmu penuh bekas luka Jin!"
"Dan sekarang tanganmu juga..." Ia mengusap pelan bekas pecahan kaca yang melukai buku jarinya.
Seokjin hanya terdiam memperhatikan pria kesayangannya itu tiba-tiba berubah menjadi seorang yang dominan.
"Pasang kembali sistem keamanan rumahmu" Namjoon berdiri hendak menuju ke kotak alarm system di sebelah pintu rumahnya.
"Aku bisa dengan mudah masuk ke rumahmu..."
Langkahnya terhenti ketika Seokjin memeluknya dari belakang dan mendengus.
"This is why I love you Kim Namjoon..."