Bab 32: Kembali

1.6K 172 3
                                    

Phyrius melirik ke arah jendela. Melihat prajurit-prajurit itu pergi ke pondok di bawah bukit. Cukup untuk Phyrius mengulur waktu sejenak. Ia melirik ke arah Sarah yang kini sudah duduk di atas sofa dengan Theo.

"Sarah," panggil Phyrius pelan.

"Xavier benar-benar berulah?" tanya Sarah langsung tanpa basa-basi. "Dia benar-benar membatalkan pertunangannya dengan Sesilia?"

Phyrius mengangkat bahu. Sementara, Sarah tertawa mengejek dengan tepukan tangan.

"Dia benar-benar sudah gila!" ucap Sarah dengan nada memuji dan menyindir bersamaan. "Apakah ia benar-benar mencintai Aria segila itu?"

Phyrius menggeleng. Ia tak tahu. Isi kepala Xavier tak bisa dibaca kalau menyangkut Aria. Belum sempat Phyrius berpikir, suara ketukan pintu yang tergesa terdengar. Seseorang langsung masuk begitu saja dengan bayi berusia setahun di dalam gendongannya.

"Aku melihat pasukan istana. Apa yang terjadi?" Suara itu benar-benar khawatir ketika masuk. Ia memeluk erat anak perempuan di lengannya.

Sarah menarik napas pelan. "Duduk dulu, Aria. Aku rasa, akan ada banyak hal yang butuh diceritakan." Ia melirik ke arah Xaveria yang ikut bersama Aria. "Biarkan Xave bermain di sana dengan Theo."

Aria mengangguk pelan lalu berjalan ke arah tempat Theo bermain. Ia meletakan putrinya di dekat Theo yang langsung akrab begitu saja. Setelahnya, Aria duduk di sebelah Sarah, menunggu penjelasan dari siapapun yang harus menjelaskan.

"Xavier. Ia benar-benar membatalkan pertunangannya dengan Sesilia."

Kalimat yang dilontarkan Phyrius membuat Aria membeku. Ia juga sudah bisa menduga apa yang terjadi selanjutnya. "Posisi Xavier terancam."

"Dengan huru-hara yang terjadi di Verona, ini akan jadi ancaman politik besar untuk Xavier." Phyrius menghela napas. "Hidupnya memang serba salah."

Aria diam. Ia mengulum bibir. Tak usah dijelaskan, sejak awal, Aria sudah tahu apa yang akan terjadi pada Xavier ketika lelaki itu nekat memutuskan sepihak pertunangannya dengan Sesilia.

Sejujurnya, Aria berada di dalam dilema yang besar. Ia belum bisa memutuskan jika Xavier sekarang mempertaruhkan segala yang dipunya, apakah Aria bisa membalas yang sama? Karena saat ini, aria tak tahu apakash ia masih ingin kembali pada Xavier atau tidak. 

Terkesan jahat dan kejam, tetapi, fokus Aria bukan lagi Xavier. Ia lebih ingin hidup tenang dengan Xaveria. Ada atau tanpa Xavier di hidupnya sudah bukan perkata prioritas pertamanya lagi. Mungkin bahkan, rasa itu sudah mati lama.

Bukan artinya Aria kemudian jadi tak peduli dengan Xavier. Ia masih sama pedulinya pada Xavier . Sama seperti dahulu ketika mereka masih bersama. 

Hanya saja, Aria tak ingin lagi meletakan dan mempertaruhkan apapun yang ia punya seperti dulu kala. Mungkin, kini, ia jadi lebih pengecut. Dikata pengecut pun, ia tidak peduli. Ia hanya ingin melindungi dirinya sendiri dari sakit yang mungkin akan datang. Ia ingin menjaga Xaveria dari apapun yang membuatnya terluka. Selama Xaveria baik-baik saja, itu sudah lebih dari cukup.

"Kita akan dikumpulkan untuk persidangan keluarga?" tanya Aria akhirnya.

"Bisa jadi," jawab Phyrius pelan.

"Kamu akan jadi raja?"

Pertanyaan berikutnya membuat Phyrius menaikan alis. "Tidak akan!" Ia berkata sambil tertawa. "Aku lebih baik jadi buronan!"

Aria mendengkus. Ia melirik ke arah Sarah lalu Theo dan Xaveria.

"Kalian pergilah. Aku bisa menjaga Xaveria selama kamu tidak ada, Aria." Sarah mencoba menenangkan. "Akan ada Emily juga. Semua akan baik-baik saja."

ECLIPSIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang