12.12

432 55 8
                                    

Jongin menghela nafas panjang, "Kau tau apa yang aku harapkan sedari kecil sebelum nyonya Kim meninggal?"

Sehun menggelengkan kepala membuat Jongin kembali melanjutkan kalimatnya, "Tidur di temani nyonya Kim selamanya, ia selalu mengusap ujung kepalaku, seperti yang kau lakukan sekarang."

Sehun tersenyum mendengar ucapan Jongin. Ia hanya melirik sekilas tanpa komentar.

Setelah Jongin mengatakan ingin ditemani tidur, Sehun membiarkan lelaki itu tidur di kamarnya. Ia duduk di samping Jongin berbaring, bersandar pada kepala ranjang, dengan buku di tangan kanannya, karena tangan kirinya sibuk mengusap ujung kepala sang tunangan.

"Kenapa kau tidak menemui ku dua hari ini?" Tanya Jongin, ia melihat Sehun mengalihkan pandangan dari buku. Kedua mata lelaki berkulit putih itu menatap lurus ke depan, "Aku hanya tidak ingin melihat bekas luka di tubuhmu. Itu menyakitkan dan lebih membuatku sakit lagi karena aku tak bisa melakukan apapun."

Jongin tersenyum, ia memegang pergelangan tangan Sehun yang ada di ujung kepalanya, menekankan ke kepalanya sendiri sembari berkata, "Kau datang saat itu sudah lebih dari cukup untukku, terima kasih Sehun-ah..."

Tak ada percakapan lagi antara Sehun dan Jongin setelahnya.

Jongin menutup mata, ia tertidur lebih dulu.

Sehun sendiri sibuk tenggelam dalam pikirannya. Ia tidak yakin jika cinta adalah kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya. Namun, ia merasa tidak suka saat Jongin tersakiti. Ia ingin selalu memanjakan pemuda yang berbaring disampingnya ini.
.
.

Semalam, Jongin tidur dengan nyenyak di ranjang Sehun. Sedangkan si pemilik kamar, memilih berbaring di sofa panjang yang ada di kamarnya itu.

Jongin terbangun lebih dulu, ia melihat dimana Sehun tidur. Hatinya sedikit tersentil melihat lelaki itu memilih tidur di sofa daripada seranjang dengannya.

Sehun terbangun karena nada dering di ponselnya, tertera nama ayahnya tengah memanggil. Dengan setengah sadar, ia berjalan ke ranjang. Ia serahkan ponsel yang masih berdering itu pada Jongin, "Angkatlah, kepalaku pusing!", Setelahnya ia berbaring di samping Jongin duduk.

Jongin menerima panggilan, sembari menatap punggung Sehun.

"Eum ya ayah?"

"Jongin? Bukankah ini nomor Sehun?" Suara tuan Oh terdengar cukup terkejut.

"Ah benar, tapi Sehun masih tidur ayah..."

"Masih tidur? Apa kalian tidur bersama?"

"Ah bukan seperti itu!! Hanya aku tidur di ranjang dan Sehun di sofa, ayah..."

"Apa kau kecewa karena Sehun tidur di sofa?"

Jongin tercengang, "Kecewa? Untuk apa?" Ujarnya dalam hati.

"Tidak ayah, kenapa pula harus kecewa. Oya, ayah ada apa menelfon? Apa ada pesan yang perlu aku sampaikan pada Sehun."

"Katakan pada anak itu untuk datang ke kantor ku siang ini. Kau juga bisa ikut, kita membahas persiapan pernikahan kalian."

"Pernikahan?" Jongin terdengar ragu, membuat Sehun tiba-tiba berbalik.

Sehun meraih tangan Jongin yang bebas, "Ada apa?" Tanyanya saat Jongin melirik ke arahnya.

"Eum, akan saya sampaikan ayah." Jawab Jongin sebelum berpamitan lalu menutup panggilan.

Jongin menatap Sehun yang masih berbaring di sampingnya, "Ayah memintamu datang  siang nanti ke kantornya untuk membahas persiapan pernikahan kita."

Sehun menghela nafas, "Bukan itu yang aku tanyakan, kau terdengar ragu saat mengatakan pernikahan tadi."

Jongin menggelengkan kepala, ia bingung harus mengatakan apa.

Sehun semakin meremas tangan Jongin membuat lelaki itu mengaduh kesakitan.

"Katakan apa yang ada di pikiranmu!"

Jongin menatap Sehun, "Semalam kenapa tidur di sofa? Bukankah kita sudah bertunangan? Apa tidak bisa tidur di ranjang yang sama?"

Sehun terkekeh, ia bergerak cepat merubah posisinya. Kini, lelaki berkulit pucat itu sudah duduk disamping Jongin. Ia dekatkan wajahnya pada Jongin, cukup dekat hingga keduanya mampu merasakan hembusan nafas pasangannya.

"Kau masih sakit, aku takut tidur di sampingmu dan bergerak tanpa sadar mengenai lukanya, maaf membuatmu salah paham." Ujar Sehun, ia semakin mendekatkan wajah hingga menepis jarak di antara keduanya.

Sebuah kecupan cepat terjadi begitu saja, Sehun memundurkan kepalanya, menatap Jongin lekat. Tak ada penolakan dari lelaki ini, Sehun pun kembali memajukan kepalanya. Kini bukan hanya kecupan kilas, ia menyesap lembut bibir Jongin. Ia menerobos masuk mulut Jongin dengan lidahnya, menyentuh benda kenyal didalam mulut sang tunangan lalu menyesapnya bergantian dengan bibir bawahnya.

Jongin terengah, ia merasa tubuhnya memanas. nafas yang tak beraturan membuat ia memilih memundurkan kepala, melepaskan tautan bibir keduanya.

Sehun ingin mencium Jongin lagi, namun lelaki disampingnya ini justru bergerak lebih cepat, memeluk dirinya dan menyembunyikan wajah di ceruk lehernya.

"Jongin.." panggil Sehun lembut.

Jongin menggelengkan kepalanya, membuat hidungnya bergesekan dengan leher Sehun, "Cukup... Ini memalukan..."

Belum sempat Sehun menjawab, Jongin kembali berkata, "Aku takut tidak bisa menahan diri dan meminta lebih."

Sehun tersenyum, ia mengusap rambut Jongin perlahan, "Lain kali boleh lebih setelah kau benar-benar sembuh. Setuju?"

Jongin mengangguk, aroma Sehun benar-benar khas lelaki itu.
.
.

Sehun tengah duduk di ruangan ayahnya. Lelaki itu tersenyum lebar, membuat tuan Oh ingin sekali memukul wajahnya.

"Aku tidak tau apa yang baru saja kau alami. Tapi bisakah kau berhenti tersenyum, anak sialan!" Protes tuan Oh.

Sehun mencoba menetralkan ekspresinya, "Ayah ini bagaimana? Putranya terlihat bahagia kok di protes?"

Tuan Oh memutar mata bosan, "Apa kalian sudah melakukan seks?"

"Yak!! Ayah!!" Teriak Sehun protes, "Bagaimana mungkin kami melakukannya? Kami bahkan belum menikah!"

"Ya! Anak sialan! Kau pikir aku orang bodoh? Kau selalu berganti pasangan setiap sabtu, menurutmu apakah mereka yang kau tiduri itu sudah kau nikahi?"

Sehun terkekeh, "Jadi ayah, ada apa memanggil putra tampanmu ini kemari? Tidak mungkin jika hanya masalah acara pernikahan itu saja."

"Aku mendengar dari Choi, semuanya."

Sehun sejenak menutup matanya, mengatur nafas agar tak tersulut emosinya.

"Bagaimana Jongin sekarang?"

Sehun menatap ayahnya, "Cukup baik."

"Kau tidak melaporkan kejadian ini pada Kim?"

"Aku meminta Choi melakukannya. Aku tidak ingin menghubungi orang itu secara pribadi." Jelas Sehun.

Tuan Oh hendak berbicara lagi, namun suara dering ponsel Sehun menghentikannya. Tertera nama Jongin disana, membuat Sehun dengan segera menerimanya.

"Eum?"

"Sepertinya aku benar-benar mulai menyukaimu..." ujar Jongin diseberang panggilan sebelum memutusnya sepihak.
.
.
.
.

.T.E.B.E.C.E.H.

HARAPAN (SeKai) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang