21. Tuduhan

247 24 0
                                    

Tima pagi ini duduk di depan rumah sembari menyaksikan matahari terbit. Setelah kejadian barusan, melihat matahari terbit dapat menenangkan pikirannya. Harusnya hari ini ia kuliah untuk melengkapi sks-nya. Namun Tima sedang tidak ingin memikirkan tugas apapun tentang kuliah. Setelah pindah ke sini rasanya bukan kuliah lagi tujuannya, tapi mengungkap banyak hal yang selama ini mengganggunya. Mungkin banyak yang bertanya, mengapa tidak pindah dan meninggalkan rumah itu? Rasanya untuk sekarang pindah pun tidak mengubah apa-apa. Hantu itu telah mengenal Tima dan meminta Tima untuk membantunya. Begitu juga dengan Adam, ia tidak bisa melepas perkara ini karena saat ini ia masih ada rasa terhadapnya walau sudah benar-benar dipatahkan.

Noor melihat Tima melamun sendirian. Kebetulan ia baru saja mengangkat jemurannya setelah sarapan. Noor hanya tersenyum sambil menatap gadis itu. Dia mengalami hari-hari yang berat!

Noor meletakkan baju-bajunya dulu di dalam rumah kemudian mendatanginya. Setelah Noor datang bahkan Tima tak menoleh ke arahnya sama sekali seakan entakan sandalnya itu adalah suara angin sepoi yang baru saja lewat.

"Tima, mengapa kau duduk di sini? Apa kau tidak kuliah hari ini?" tanya Noor menyadarkan lamunan Tima.

Tima tersenyum sambil menunjuk ke arah matahari. "Melihat matahari itu terbit membuatku tenang! Aku akan berhenti kuliah sementara waktu. Aku sengaja tidak bilang kepada ayah dan ibuku supaya mereka tak khawatir. Tenang saja, aku akan mengulang tahun depan jika aku tak lulus."

Noor ikut tersenyum. "Baiklah mungkin kau membutuhkan sedikit ketenangan."

Tima mengagguk kemudian menatap Tima. "Apa kau bisa ikut aku hari ini untuk membayar kos? Hari ini waktunya aku membayar tunggakan bulan ini."

Noor mengangguk.

Tangan Noor menjulur ke arah Tima seakan memintanya berdiri. Tima menatapnya sebentar kemudian menyatukan tangannya dan segera berdiri.

"Cepat siapkan uangnya, pagi ini kita langsung membayar!" seru Noor.

Tima masuk ke dalam rumah untuk mengambil uang dan Noor menunggunya di depan. Noor menunggu Tima sambil bernyanyi lagu "Kutetap Menanti" yang dinyanyikan Nikita Willy.

Lima menit berlalu, Tima keluar dengan wajah yang pucat. Tatapannya kosong seakan pikirannya sangat berat. "Ayo, Noor!"

Noor dan Tima kini sedang berada di depan rumah Bu Zul, mereka mengetuk pintu itu tiga sampai lima kali. Belum ada yang membukakan pintu.

Noor menatap Tima. "Mungkin beliau masih tidur? Pagi-pagi begini ingin menemuinya? Bercanda saja haha!"

Tiba-tiba ada suara derek pintu terbuka. Tima dan Noor mengalihkan pandangan ke pintu itu. Ternyata Bu Zul membukakan pintu.

"Ada apa??" tanya Bu Zul dengan nada ketus.

Bu Zul keluar dengan rambut yang masih berantakan. Di matanya masih ada kotoran mata yang belum dibersihkan. Beberapa kali Bu Zul terlihat menguap. Beliau tampak capek.

"Emm, saya hendak membayar kos, Bu. Jika Ibu masih mengantuk, nanti siang saja, Bu supaya tidak mengganggu waktu tidur, Ibu!" balas Tima.

Sambil menguap, Bu Zul menjawab, "Tidak! Tidak masalah! Masuk saja!"

Tima dan Noor saling bertukar pandang. Mereka tersenyum karena Bu Zul mengizinkannya masuk. Segera setelah itu mereka diminta untuk duduk di sofa.

Kini mereka duduk saling berhadapan. Bu Zul menyuguhkan masing-masing segelas air mineral yang kebetulan ada di mejanya.

Tima mengeluarkan uang dari dompetnya. "Tidak perlu repot, Bu. Saya hanya ingin membayar kos bulan ini."

Bu Zul tersenyum. "Ah, tidak masalah. Ini hanya air mineral!"

"Emm Tima, Noor, saya mau bilang ...." Bu Zul ragu ingin berbicara.

Mata Tima membesar seakan siap menerima informasi dari Ibu Kosnya. "Silakan, Ibu!"

"Untuk kejadian waktu itu ... lupakan saja, ya!" seru Bu Zul.

Tima terdiam sejenak mencoba berpikir. Ah, Tima teringat sesuatu. Mungkin kejadian ketika Tima tak sadar dan Bu Zul menangis tentang anak pertamanya itu.  Tepatnya peristiwa datangnya Herry untuk mengenalkan Lila ke Ibunya. Mungkin Bu Zul ingin kejadian itu dilupakan.

"Mengapa, Bu?" tanya Tima.

"Sudah jangan banyak, tanya!" perintah Bu Zul.

"Mengapa, Bu?" Tima bertanya kembali, mencoba memancing Ibu Kosnya itu.

"Saya bilang, jangan bertanya! Lupakan! Saya tidak pernah terlibat dalam kejadian itu. Untuk Herry dan Lila atau siapalah yang kau sebut itu, aku tidak pernah mengenalnya dan tidak pernah tahu siapa dia! Aku tidak pernah punya anak selama ini. Mungkin waktu itu saya dalam kondisi tidak sadar. Yang jelas, saya hanya keceplosan ketika mengatakan itu!" tegas Bu Zul panjang lebar.

Bu Zul keceplosan? Lalu, bagaimana bisa disituasi itu dia bisa sampai menangis seperti itu?

"Untuk wajah yang pernah kau lihat itu, mungkin saja bukan saya. Kamu pasti hanya mengingau!" lanjutnya.

"Bagaimana bisa saya mengigau, Bu? Itu terlihat nyata!" sangkal Tima.

"Hal yang terlihat nyata bagi manusia bisa saja terlihat gaib. Kita tidak tahu apapun itu tentang sifat gaib. Mungkin kau dipermainkan atau kau hanya halusinasi. Saya sarankan kau periksa kejiwaan dulu sebelum berbicara aneh-aneh," saran Ibu Kos itu.

Tima merasa Ibu Kosnya ini semakin lama berbicaranya semakin melantur. Tima menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia merasa bingung apa yang ia bicarakan. Bagaimana ia bisa memintanya melupakan itu sementara kejadiannya nyata dan disaksikan Noor sahabatnya?

"Saya kira wajah itu benar-benar wajah Ibu? Beliau mirip sekali dengan Ibu!" seru Tima.

"Mirip bukan berarti sama, kan?" balas Bu Zul.

Noor menyahut, "Bagaimana dengan saya? Saya menyaksikan—"

Noor menghentikan bicaranya sebab Tima tiba-tiba menjiwitnya. Tima menatap Noor sambil mengedipkan beberapa kali matanya. Mungkin Tima ingin Noor tidak gegabah dan membuat situasi menjadi semakin panas.

"Ehh ... baik, Bu. Sementara saya akan keep bahasan soal ini. Nanti di lain waktu kita bisa membicarakannya lagi." Tima tersenyum kemudian menyerahkan beberapa lembar uang seratusan berjumlah lima.

Senyum Tima membuat Bu Zul ikut tersenyum kemudian menerima uang yang Tima berikan.

Tima dan Noor berdiri dari sofa. "Baik, terima kasih, Ibu. Kami pamit dulu!"

Bu Zul mengangguk. Tima dan Noor berjalan keluar.

"Tima, apa yang kau lakukan tadi!" omel Noor.

Tima berbisik pelan. "Kita jangan sampai membuatnya marah saat ini. Jangan gegabah. Kita belum ada bukti yang kuat. Jika kita gegabah, kita bisa diusir. Otomatis penelusuran ini akan gagal. Kita akan mencari indekos baru dan akan jauh dari rumah ini."

Noor mengerti. "Ah, kau benar, Tima!"

Noor terdiam. Tatapannya beralih ke dua sosok wanita yang sedang ngobrol di depannya. Noor menggugah Tima. Gadis itu mengernyit keheranan. Ia kemudian menoleh ke arah tempat yang ditunjuk sahabatnya.

Bagai petir yang menyambar di siang bolong. "ITU BU ZUL?!"

Mereka melihat Bu Zul sedang berbicara bersama Bu Sum di luar. Tima dan Noor sampai tak berkedip saking tak percayanya.

Noor melirik Tima. "Dia Bu Zul? Lalu yang di dalam siapa?"

~*~

Vote ya!
Share ke teman kamu yang suka horor!
Sidoarjo, 4 Juni 2023

Andong Pocong : Story About Ibu Kos (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang