Sebuah jari-jemari yang sedang bartaut di atas kertas dengan tinta hitam ia ukirkan. Laki-laki yang kini berusia 22 tahun tengah menulis cerita hidupnya yang begitu mengesankan bagi diri nya, Matthew Aviel seorang laki-laki ber-kacamata, memiliki kulit tan serta bibir tebal yang terlihat begitu sehat.
Matthew terus mengukir huruf demi huruf dengan senyuman lebar yang terpampang jelas di wajah manisnya. Daun-daun yang terlihat bertaburan disekitar rumahnya dengan sedikit angin sepoi-sepoi menabrak hingga kulit Matthew lewat kaca kamarnya yang terbuka.
Edinburgh, tempat lahir serta tempat kembalinya Matthew setelah sekian lama menempuh pendidikan di London. Tempat yang tidak akan pernah Matthew lupakan hingga akhir hayatnya. Bayang-bayang mulai muncul dibenaknya, menampakkan seorang perempuan cantik yang menjadi cinta pertamanya. Atau bahkan menjadi cinta terakhirnya pula.
***
Edinburgh, 25 juni 2023.
"Cepat kemaskan barang-barang mu, sebelum kita tertinggal pesawat," ujar seorang wanita paruh baya selaku ibu kandung Matthew. Dengan teliti dia membenarkan kerah baju yang dikenakan oleh Matthew.
Begitupun dengan Nicholas, ayah kandung Matthew yang tengah menunggu sang anak dan juga istrinya di depan mobil hitam mewah miliknya. Matthew memang terlahir pada keluarga yang berada, perusahaan serta villa milik Nicholas tersebar diberbagai negara. Salah satunya di France sebuah perusahaan brand tertama milik Nicholas yang niatnya ia berikan pada putra satu-satunya yaitu Matthew Aviel.
Namun berbeda dengan yang lainnya, Matthew selalu menolak tawaran perusahaan dari Nicholas. Berapa kali pun Nicholas mencoba membujuk anak semata wayangnya agar meneruskan pekerjaan ayahnya dengan begitu juga Matthew selalu menolaknya. Yang Matthew sukai adalah melukis serta menulis, dan itu pula yang Matthew inginkan menjadi seorang seniman.
"Nah sudah, beginikan rapih. Ayo cepat masuk ke dalam kita sudah sangat telat!" ajak Rissa sembari membawa tas ransel milik Matthew bersamaan dengan menggandeng anaknya yang akan ia antarkan ke bandara menuju London untuk menempuh pendidikan Matthew lebih tinggi lagi.
Mobil dijalankan dengan kecepatan rata-rata, sembari mengisi keheningan dalam perjalanan mereka bertiga mengobrol santai.
"Matthew perusahaan papa yang di London apakah kamu ingin memegangnya? biar kamu di sana ada pekerjaan lain, selain kuliah," tanya Nicholas kesekian kali nya masih dengan sabar dan ucapan yang begitu lembut.
"Tidak, kan aku sudah bilang kalau aku tidak akan pernah mau meneruskan pekerjaan papa," jawab Matthew namun pandangannya menatap jalanan dari jendela mobil. Matthew jelas menyukai suasana Edinburgh yang terlihat begitu menenangkan, ah pasti dia akan sangat merindukan suasana di sini.
"Matthew mau sampai kapan kau menolak tawaran papa mu? ini sangat berpengaruh dengan masa depan mu juga, ayolah pikirkan lagi," timpal Rissa yang juga sudah malas melihat perdebatan antara suaminya dan sang anak yang selalu tentang tawaran perusahaan Nicholas.
"Benar kata mama-mu! ayo pikirkan lagi, jangan menyia-nyiakan kesempatan ini Matthew. Kami selalu bekerja keras demi membangun perusahaan agar kamu bisa hidup berkecukupan."
"Seiring berjalannya waktu kami berdua semakin menua, tidak mungkin kami terus memegang perusahaan sebanyak ini. Kau satu-satunya penerusku Matthew," sambung Nicholas kini dengan nada yang sedikit ia tegaskan pada Matthew.
Matthew tidak menjawab, melainkan diam dan memikirkan ucapan Nicholas dengan santai. Matthew sama sekali tidak memiliki ketertarikan untuk hal seperti ini, namun jika dipikirkan lagi ada benarnya ucapan sang ayah. Tidak mungkin juga Matthew terus ber-kegantungan pada orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The World Of Love
FantasySepasang kekasih tampak serasi yang sedang menjalankan kisah cinta mereka, seperti tidak ingin dipisahkan mereka terus bersama setiap harinya. Namun sudah sejauh ini mereka melangkah tetapi semesta tidak merestui hubungan mereka. Cinta beda dunia it...