Bab 45

113 2 1
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Firman membuka kedua matanya ketika angin dingin dari pendingin ruangan mulai menusuk kulitnya, mengganggu tidurnya yang nyenyak. Kedinginan membuatnya segera menggulungkan diri dalam selimut putih di atas ranjangnya.

Sekali lagi, dia terbangun dari mimpi buruk. Ini bukan pertama kalinya, tetapi yang membuatnya bingung adalah mimpi buruk kali ini melibatkan Mira, istrinya. Biasanya, mimpi-mimpi buruknya selalu terkait dengan Yudi, tapi kali ini pikirannya terus menerus terganggu oleh bayang-bayang Mira.

"Apa yang membuatku jadi terus mengingat Mira, bukannya Yudi?" gumam Firman, matanya tertuju pada langit-langit kamar tidurnya.

Namun, perenungan Firman terhenti ketika pintu unitnya tiba-tiba terbuka. Dia tahu pasti siapa yang masuk. Ini adalah kebiasaan Mira, selalu masuk ke unit 20-6 untuk menyiapkan bekal dan membuat sarapan pagi. Mira juga selalu memastikan Firman minum obatnya dengan benar.

Firman pun lantas bangun dari ranjangnya dan bergegas keluar kamar. Saat tiba di ruang utama, dia melihat Mira sibuk di dapur dengan hoodie abu-abu terang yang terlihat hangat.

"Eh, Firman. Pagi. Gimana keadaan kamu? Baik-baik saja?" Mira menyambut suaminya dengan senyuman.

Firman yang hanya mengenakan kaos oblong putih dan celana pendek, tidak segera menjawab. Dia menarik kursi di meja makan tanpa mengalihkan pandangannya dari Mira.

Sambil memasak, Mira melemparkan satu pertanyaan selanjutnya. "Apa kamu ada jadwal konsultasi hari ini atau ada rencana khusus lainnya?"

Mira sengaja bertanya seperti itu karena dia tidak diberitahu apa-apa oleh Firman, makanya hanya sekadar memastikan saja.

Firman pun menjawab. "Tidak ada konsultasi hari ini. Aku cuma ke kantor doang jam 9 pagi ini. Keadaanku nggak terlalu buruk juga."

Mira menghela nafas lega mendengar jawaban Firman. "Bagus kalau begitu. Aku juga bisa lebih fokus untuk membuat portofolioku."

Firman yang terkejut dengan pernyataan Mira mencoba untuk bertanya. "Sudah mau membuat portofolio? Cepat sekali."

Mira memberikan secangkir teh kepada Firman dan duduk di depannya. "Aku sudah tahu spesialisasi yang ingin aku kejar. Tapi tentu saja, masih ada banyak yang harus aku pelajari."

Firman menyesap tehnya sejenak sebelum menjawab. "Setidaknya kamu sudah ada tujuan yang jelas untuk karirmu. Yah meski begitu, masih ada aspek lain dalam digital marketing yang bisa kamu eksplorasi. Siapa tahu kamu bisa menjadi seorang spesialis digital marketing yang serba bisa."

Mira mengakui sambil melenggut lama. "Benar juga sih. Apa aku terlalu cepat buat portofolionya?"

Firman mulai mematri senyum lalu menjawab. "Bukankah makin cepat justru makin bagus? Setidaknya ada hal yang bisa kamu tunjukkan ke perusahaan atau klien tertentu misal. Portofolionya pun harus meyakinkan, jadi kamu dapat diterima dengan cepat."

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang