23. Mbah Ijan

263 24 0
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca!

~*~

Tima pagi ini sudah menghubungi Noor agar ikut bersamanya ke alamat yang tertulis pada kertas itu. Seperti biasa, Noor meresponsnya dengan senang hati. Sahabatnya ini memang senang sekali jika satu persatu misteri terbongkar.

Tepat pukul 09.00, Noor datang ke rumah Tima seperti yang dijanjikannya tadi pagi. Hanya memakai outfit kemeja putih dengan celana panjang hitam serta rambut yang terurai membuat kesederhanaannya terpancar. Sementara Tima baru saja keluar rumah dengan kemeja putih dan celana kulot warna coklat pastel sambil mengikat rambutnya.

"Tima, apakah kau sudah tahu di mana alamat yang akan kita datangi?" tanya Noor.

Tima mengangguk. "Kita hanya perlu pergi ke desa paling ujung Kabupaten ini!"

"Itu akan memerlukan waktu yang lama!" seru Noor.

"Tidak, mungkin hanya dua sampai tiga jam!" balas Tima.

Tima dan Noor segera menaiki motornya. Mereka hari ini akan pergi berboncengan. Kali ini Noor ada di depan sebagai sopir. Tima hanya memandu lewat Maps. Sebenarnya alamat itu sudah tertulis jelas di kertas, tapi Tima takut salah jalan jika tidak dipandu Maps.

Perjalanan sangat panjang. Tak sedikit polusi udara terhisap oleh mereka karena hari semakin siang. Semakin siang maka semakin panas, udara di Sidoarjo memang terkenal panas sejak dulu.

Mereka menempuh perjalanan sekitar tiga jam. Seharusnya perjalanan akan terasa singkat jika tidak macet. Kebetulan ada truk mogok di tengah perjalanan dan menyebabkan tiba di sana akan terlambat sedikit dari waktu prediksi sampai.

Tima memandu dengan sangat baik. Kini mereka sudah tiba di tempat yang dituju. Selanjutnya adalah memarkirkan sepeda, kemudian mengunci stang agar tidak ada yang bisa mencuri motornya. Daerah ini sangat sepi. Lingkungan sekitar dipenuhi pepohonan beringin dan asam jawa. Ditambah tanaman kamboja tampak semakin liar dan tanaman merambat seperti melati hidup damai. Ya, hanya ada dua rumah yang salah satunya adalah tempat yang dituju. Beberapa orang yang lalu lalang terpantau masih satu orang. Itu pun dengan tatapan yang aneh tersorot ke arah Tima dan Noor.

"Rumah dengan arsitektur kuno prisma segitiga. Atap-atapnya berlumut, cat di tembok itu sudah mulai pudar, tembok-tembok menjadi lembab dan ditumbuhi tumbuhan paku, belum lagi banyak sesajen dan dupa. Aneh sekali. Aku tak pernah menyangka ada rumah model seperti ini di pelosok Sidoarjo yang sudah kita kenal industrinya sangat maju dan padat penduduk." Tima menganalisis bagaimana rupa rumah itu.

Noor mengangguk setuju. "Selain itu lingkungan yang sepi membuat tempat ini menyeramkan. Anehnya orang yang kita temui tadi, menatap kita seakan kita orang asing yang aneh, yang berani masuk kawasan ini, dan berani berdiri di depan rumah ini."

"Sebaiknya kita masuk saja ke rumah itu! Aku akan senang jika secepat mungkin mengetahui informasi selanjutnya!" ajak Tima.

Noor mengangguk setuju.

Mereka mendekati rumah itu. Berjalan dengan tenang dan perlahan, mengusahakan agar tidak mengganggu siapapun di sekitar sini.

Kini mereka tiba di depan pintu. Ketukan pertama berasal dari Tima. Seperti biasa, masih belum ada yang merespons dari dalam. Teriakan Noor memberi salam agar menambah kesan sopan ketika bertamu.

"Tunggu saja, habis ini pasti keluar!" seru Noor.

Benar saja, ada yang membukakan pintu. Perlahan daun pintu itu terbuka dengan decitan khas pintu yang hampir habis dimakan umur.

Ketika itulah muncul seorang pria tua memakai tongkat kayu jati berkepala desain naga. Tima menduga pria itu mungkin tidak dapat berdiri dengan kuat karena faktor usia. Begitu juga bola matanya sudah mulai hilang dan memutih tertutupi karak. Kulitnya bergelombang tak tampak sisa daging. Tinggal kulit yang bergeliwer saja dan tulang yang masih memaksakan kuat.

Andong Pocong : Story About Ibu Kos (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang