sembilan belas

7 0 0
                                    


Sudah hampir 3 bulan mereka melakukan banyak hal bersama, melakukan hal berbahaya tepatnya.

Sejauh kasus yang mereka tangani membuat mereka membuka mata lebar-lebar, ada banyak orang yang hidupnya menyedihkan dan tak jarang diantaranya memutuskan untuk menyerah.

Hal ini membuat mereka bersyukur karena bisa membantu orang-orang serupa dan membebaskannya dari belenggu.

Ya, belenggu.

Shenna ingat dirinya yang dulu dikekang habis-habisan, dipukul dan di maki-maki terus-terusan.

Kini ia menatap wajahnya yang terlihat cukup lelah didepan cermin. Menatap dalam-dalam seorang gadis yang dulunya tidak berpikir hidupnya akan bertahan lama, kini ia bebas walau secara harfiah ia masih dikejar.

Gadis itu membuka bajunya, memperlihatkan di cermin lukisan indah yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Goresan itu Shenna perindah dengan menggambar tatto bunga mawar merah untuk menyamarkan rasa sakitnya.

"Ternyata sama aja." Shenna tertunduk lesu melihatnya.

Bukan hanya Shenna yang memperindah luka yang ada ditubuhnya, Rhea juga ada ditangannya, Ola juga menghias bekas luka kecelakaan di kaki kirinya, dan El yang menggambar tatto di pundaknya, dan jelas ini adalah ide dari El.

Setelah selesai melihat bekas luka itu, Shenna lalu memasang bajunya kembali. Ia lalu membasuh wajahnya karena hatinya lagi-lagi tidak tenang, sewaktu-waktu ia mengingat kejadian naas di apartemennya dulu.

"Jasadnya udah hancur, tapi ingatan  tentang perbuatannya gak pernah bisa hancur." Secara perlahan Shenna mulai terduduk kaku.

Semakin diingat semakin tak tenang Shenna dibuatnya. Ia berusaha untuk tidak berpikir, tapi entah mengapa saat itu kepalanya seperti berteriak tanpa henti, sangat berisik.

Gadis itu bahkan memukul-mukul kepalanya agar suara didalamnya bisa berhenti. Tapi hal ini membuat suara itu tambah membesar dan tepat berteriak didepan telinga Shenna.

"STOP!!!" Shenna berteriak agak lama, membuat semua teman-temannya lari terbirit-birit ke dalam toilet.

"Shen, lo kenapa?" Rhea yang datang langsung memeluk Shenna yang seperti hilang kendali.

Ola dan El yang sama-sama bingungnya langsung mencegah tangan Shenna yang tak henti-hentinya menyerang kepalanya. "Shen, tenang Shen." Ucap El.

"Ayo bawa dia keluar, cahaya redup bikin dia tambah hilang kendali." Sahut Ola sembari membantu Shenna berdiri.

Teman-temannya yang sigap membuat Shenna jadi cukup tenang dalam waktu yang lumayan singkat. Gadis itu akhirnya tertidur setelah menangis sambil berteriak kesakitan.

"Kita harus panggil dokter." Kata Rhea sambil menggigit jarinya tanda cemas.

El menghembus napas panjang, "udah, sebentar lagi dia datang."

Rhea, Ola, dan El menatap Shenna yang tampak menyedihkan. Mereka sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi pada Shenna.

"Gue takut dia bakal berakhir kayak Naufal." Ola tiba-tiba berujar, ia sangat mengingat bagaimana Naufal dahulu ketika di diagnosa Bipolar. Awalnya hanya depresi, ya.. cirinya mirip seperti yang terjadi pada Shenna.

Rhea langsung menggeleng, "jangan sampai," ia duduk disamping Shenna dan mengelus rambutnya, "jangan sampai ketakutan mengalahkannya."

Disana El hanya menatap kosong ke arah Shenna. Pikirannya mulai bercabang-cabang, banyak hal-hal negatif yang berputar di alam bawah sadarnya.

R.O.S.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang