Jenna membuka mata perlahan dan menemukan keadaan di sekitarnya gelap gulita, hanya ada sedikit cahaya dari luar yang masuk melalui jendela kamar.
Gadis itu bangkit dari kasur, kemudian menekan saklar untuk menyalakan lampu. Dia melongok ke luar jendela dan mendapati hari memang sudah malam.
Merasa tenggorokannya kering akibat tertidur cukup lama, dia keluar dari kamar untuk mengambil minum. Tepat saat ia sampai di anak tangga terakhir, ia melihat sang mama sedang menonton TV di ruang tengah.
Diana menoleh bersamaan dengan Jenna yang melangkah ke arahnya. Dia mengulas senyum sembari berdiri dari sofa.
"Papa kamu udah pulang," ucap Diana yang melihat Jenna sedang mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan, seperti sedang mencari sesuatu.
Jenna kembali menaruh perhatian pada Diana, lalu mengangguk sekilas.
"Makan, yuk. Mama udah laper," ajak Diana seraya mengajak Jenna untuk berjalan menuju ruang makan.
"Mama kalau udah laper harusnya nggak usah nunggu aku. Kalau aku tadi bangunnya malem banget gimana?" ujar Jenna sambil mengikuti sang mama.
"Nggak apa-apa, tetep Mama tungguin. Anak Mama ada di rumah, kenapa Mama harus makan sendirian?"
Jenna tidak menjawab. Dia memilih untuk berjalan menuju lemari pendingin dan mengambil minuman, seperti niat awalnya.
Setelah menenggak satu gelas air dingin, dia kemudian mendudukkan dirinya di salah satu kursi makan sembari menunggu Diana menyiapkan makanan dengan dibantu satu ART di sana.
Sup iga lengkap dengan kondimennya, seperti sambal, tempe tahu goreng, dan juga kerupuk sudah tersaji di atas meja makan. Jenna menyendok nasi setelah Diana sudah terlebih dulu melakukannya, lalu dilanjutkan dengan mengambil sup, sambal, dan tempe goreng. Jenna siap melahap makan malamnya.
Makan malam berlangsung dengan hening. Diana beberapa kali mencoba membangun obrolan, tapi Jenna hanya menanggapi seadanya. Bahkan, ia lebih banyak memberikan jawaban yang tidak membutuhkan feedback sehingga Diana pun kesulitan untuk meneruskan percakapan.
Jenna sudah menghabiskan makanannya terlebih dulu, tapi dia tetap berada di sana menemani ibunya sampai selesai makan.
"Papa masih sering ke sini, Ma?" Akhirnya, Jenna memulai obrolan terlebih dulu. Meskipun sebenarnya, bukan tentang itu yang ingin Diana obrolkan dengan Jenna.
Diana hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Sama istri sama anak-anaknya juga?"
"Anak-anaknya aja yang sering ikut ke sini," jawab Diana yang mulai malas melanjutkan makannya.
"Nginep juga?"
"Kalau nginep cuma Papa aja."
"Ma ...."
Diana mendongak dan menatap Jenna. "Hm?"
"Are you happy?"
Diana mengerjap lantas mengulas senyum tipis. "As long as you're happy, I'm happy as well."
"It's not about me, Ma. It's all about you. Yourself. Your happiness."
"My happiness is you, Kak. Nothing else."
"Do you see I'm happy with this situation? Not at all, Ma."
Diana menipiskan bibirnya. Dia menatap lurus mata Jenna yang bergetar.
"Kenapa Mama nggak mau cerai sama Papa?"
Diana seperti ditembak tepat di dadanya saat pertanyaan yang ia takutkan meluncur dari bibir Jenna. Dia menghindari tatapan putrinya sambil mengaduk-aduk makanan yang sudah tidak tampak menggiurkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pay Your Love ✓ [Completed]
Romance✨ Shortlist WattysID 2023 ✨ ---- Welcome to Mematch. Wanna experience a date without official bond? Just rent! ---- The story may contain harsh words and R19+ ---- Start : 22.02.23 End : 15.07.23