Dalam ketukan ke sekian, akhirnya pintu kamar hotel terbuka. Sebenarnya begitu tak tega bagi San melakukannya, tetapi bagaimana lagi; San tidak membawa key card lantaran Wooyoung masih berada di dalam.
Bisa tampak jelas, Wooyoung melihatnya dengan lurus di balik pintu itu.
Sedangkan San tentu saja tak ingin membuatnya berpikir macam-macam lantaran ditinggalkan. "Juyeon ribut di rumah sakit dan--"
"Ribut?" Sontak, kedua mata Wooyoung yang tampak masih mengantuk, membulat seketika. "Ribut gimana? Sama siapa?"
Karena itu, San menghela napasnya kemudian menyentuh pipinya pelan. "Nanti tanyain sama Younghoon, ya? Gue mau pulang sekarang ke ibukota."
"Kenapa?" tanya Wooyoung terkejut.
Lagi, San tak menjawab pertanyaannya secara jelas. "Lo pulang sama Younghoon dan Juyeon besok. Gue ada keperluan, harus duluan."
"Tapi..."
San mengusap pipi Wooyoung sembari tersenyum tipis.
Andaikata semua tidak seberat apa yang tengah dipikirkannya sekarang. Andaikata pula, San membayangkan, jika semua masalah ini tak ada.
Akankan dirinya berkuliah di Universitas Bakti Bangsa dan bertemu Wooyoung?
Di saat Wooyoung sendiri, bertatapan, dan berpikir dalam kepalanya sendiri. Apa yang akan terjadi padanya, jika sejak awal, tak pernah ada seorang San dalam kehidupannya?
.
.
.
Tak bisa menahan senyumannya, rasa bahagia memenuhi relung hatinya. Tepat, ketika Yunho mendapatkan foto-foto yang diberikan, oleh pengacaranya lewat ruang obrolan. Memang, akan dikirim ulang melalui file yang lebih besar nantinya, lewat drive dari internet. Sekarang, Yunho hanya meminta yang bisa Yunho lihat, dikarenakan tak sabar.
Foto-foto itu...
Yvanna, anaknya, memiliki dua macam kue, darinya dan tentu satunya lagi dari Yena. Ada banyak fotonya yang tampak bahagia, dikelilingi dengan kado, baik darinya, teman-temannya, juga teman-teman dari Yvanna dan Yena sendiri.
Hati itu terasa dalam, di tengah kekosongannya.
Yunho merasa bahagia, dengan menatap foto-foto tersebut.
Seperti... hampir ada air mata jatuh.
Membayangkan... bagaimana jika dahulu, Yunho bertanggung jawab, untuk menikahi Yena dan membesarkan Yvanna... berdua.
.
.
.
Ini menyenangkan, rupanya.
Dari banyaknya match, kini Jongho sudah lebih paham bagaimana caranya bekerja, walau tentu saja tak benar-benar paham untuk isi dalamnya. Tetapi jelasnya, masing-masing tim memperebutkan untuk dapat menguasai base lawan lebih dahulu, agar bisa menang.
Sekarang, pantas saja dua tim itu disebut fenomenal.
Pertandingan mereka mengerikan.
Dari yang sudah pernah berlalu, setiap match tampaknya tak membuat komentator sampai melompat turun dari kursi, dan mematahkan mic secara tak sengaja, karena pertandingan mereka terlalu gila. Ketiga orang komentator itu dibuat kelabakan, para penonton dibuat menjerit tertahan atau terlepas, dikarenakan pertandingan benar-benar gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1
FanfictionTHE FINAL OF THE TRILOGY. Starts : April 1st, 2023