HAPPY READING 🥰😍
•••SUPRIYADI tampak tidak bisa tenang sejak semalam. Rapat mendadak yang tidak jadi ia gemar kemarin mam membuatnya semakin cemas. Perkataan Kolonel Katagiri kemarin masih saja terngiang di telinganya.
Pagi ini, ia sempat melarang Noureen untuk bertugas. Pemuda itu sempat menyarankan Noureen mengambil cuti. Namun gadis keras kepala itu selalu bisa membujuk dan membalikkan keputusan Supriyadi. Alhasil sepanjang bertugas hingga kembali ke asrama, pemuda itu tidak berhenti memikirkan keselamatan Noureen. Ia baru bisa bernapas lega saat melihat gadisnya baik-baik saja dan mendengar kabar Katagiri yang tidak datang ke asrama hari ini.
"Priyambodo."
Panggilan dari Noureen membuat Supriyadi menoleh, mengalihkan pandangan dari luar jendela asrama yang menampakkan kegelapan malam. Pemuda itu sempat tertegun melihat Noureen sudah berganti pakaian dan mengenakan kaus miliknya.
"Kenapa kamu belum tidur? Udah hampir jam sepuluh ini." Noureen mendekati Supriyadi.
"Udara malam ini nggak baik buat kesehatan. Bisa bikin overthinking," ujar gadis itu lagi. Tangannya terulur memegang jendela kayu yang terbuka, bermaksud menutupnya. Hanya saja tenaga Noureen tidak sebanding dengan berat jendela yang terbuat dari kayu jati asli. Alhasil Supriyadi pun membantunya.
Noureen tersenyum. Ia beralih mengambil payung di sudut kamar. Saat ia bermaksud membukanya, tangan Supriyadi terlebih dahulu menahannya.
"Aku tidak tidur hari ini, Nona. Kau tidak perlu menggunakan pembatas itu."
Dahi Noureen mengernyit. "Nggak tidur? Kenapa? Bukannya sebelum ini kita udah ngebahas tentang pembagian tempat tidur."
Supriyadi terdiam. Noureen mendaratkan tangan di pundak Supriyadi.
"Priyambodo," panggil gadis itu. "Aku tau kamu pasti mikirin banyak hal dan impian tentang negeri kita ini, tapi buat mujudin impian itu, pertama-tama kamu harus jaga kesehatanmu dulu." Ia menjeda perkataannya.
"Tidur, ya? Udah jam segini. Besok kita nggak boleh telat 'kan? Jangan sampai kesehatanmu juga keganggu gara-gara nggak tidur malam ini," pungkas Noureen.
"Aku memang memikirkan banyak hal, Nona, tapi untuk pertama kalinya aku memikirkanmu, keselamatanmu. Ini benar-benar menggangguku."
"Hei, Priyambodo. Kamu melamun?" Noureen melambai-lambaikan tangan di depan wajah Supriyadi. "Padal kemarin kamu yang bilang kalau aku nggak boleh melamun. Katamu melamun bisa bikin kita diganggu setan. Kok sekarang malah kamu yang melamun?" Ia berucap panjang lebar.
Supriyadi tersenyum.
"Tuhkan, sekarang malah senyum-senyum sendiri. Fiks, kamu emang kesambet. Ayo ngaku, sapa kowe? Ngomonga, ngomonga, ngomonga!" ujar Noureen menirukan dialog salah satu tokoh di sinetron favoritnya.
Supriyadi terkekeh. "Sudahlah, Nona. Aku masih Supriyadi."
Noureen tersenyum.
"Ayo kita tidur."
Noureen mengangguk. Mengembangkan payung, meletakkan di atas ranjang, lantas berbaring di bawahnya. Demikian pula Supriyadi. Meski begitu, sulit bagi Supriyadi memejamkan mata. Kecemasan masih terpancar jelas di wajahnya. Noureen menyadari itu.
"Tidur ... tidurlah, Sayang."
Supriyadi menoleh. Tampak Noureen menatapnya. Gadis itu kembali melanjutkan nyanyiannya.
"Esok 'kan segera datang
Tutup buku kesayanganmu itu
Esok atau lusa kita buka kembali."Supriyadi masih menunggu kelanjutan nyanyian Noureen. Lagu ini asing untuknya, tapi gadis di sampingnya ini tampak menyanyikannya dengan indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KLANDESTIN ( SELESAI )
Fiksi Sejarah[Reboot cerita Clandestine, bisa dibaca terpisah. Alur cerita tidak saling berhubungan.] • klan·des·tin /adv/ secara rahasia; secara diam-diam. • Terkunci di perpustakaan sekolah saat membaca buku tentang seorang pejuang kemerdekaan membuat Noureen...