7. ᴩᴇʀᴍᴀᴛᴀ ʙɪʀᴜ

5 0 0
                                    

"Selalu ada sesuatu yang baru untuk dilihat di langit malam yang tidak berubah."
- Fritz Leiber -

Bel istirahat berbunyi nyaring di sepenjuru sekolah, kebanyakan anak-anak lainnya pergi keluar kelas bersama teman-temannya. Aku hanya duduk di kursi-sendirian-tanpa teman.

Bukannya tidak ada yang mau berteman denganku, mereka sangat ramah dan baik, bahkan anak dari kelas sebelah, dari kelas junior juga banyak yang menyapa dan berkenalan denganku, hanya saja aku yang susah bersosialisasi, terlalu menutup diri.

Seorang gadis bernama Camille dan temannya Hailey sempat mengajakku untuk pergi ke kantin dan makan di taman sekolah, namun aku menolak dengan iming-iming bahwa aku mengantuk.

Sangat berbanding terbalik dengan yang ku katakan, alih-alih mengantuk aku malah termenung masih mengingat kejadian tadi pagi bersama ibu, kalimatnya terus terngiang-ngiang di kepalaku.

Pagi-pagi sekali aku bangun, aku menghampiri kamar ibu dan ternyata ia sudah bangun dan sedang menyantap roti dan kopi hangat di atas mejanya, aku memeluknya dengan seulas senyum tulus yang tersampir di wajahku.

"Terima kasih" aku melepas pelukan, jari-jemari ku tautkan, sedikit grogi untuk mengatakan 'terima kasih'.

"Untuk apa?" ibu meneguk kopi hangat miliknya, itu adalah kopi rasa moccacino kesukaan itu.

Aku mengernyit setelahnya ku tunjukkan kalung biru muda yang sudah ku pasang di leherku "untuk ini" aku tersenyum menahan kegirangan ku, bahkan kaki ku sampai berjinjit-jinjit sangking bahagianya.

"Hei..itu kalung dari siapa?, apa kamu membelinya? Uang dari mana? Kalung itu tampak mahal untuk ukuran uang jajan seorang anak sekolah" rentetan pertanyaan keluar begitu saja mulut ibu, ada apa ini?

"Ibu aku serius" aku bersuara dengan sedikit pelan, harap-harap ibu hanya bercanda.

Wanita paruh baya itu menaikkan sebelah alis "sungguh, ibu tidak tau apa-apa" ibu berkata dengan mengangkat kedua tangannya memperlihatkan telapaknya yang putih dengan cincin emas polos di jari manisnya, ibu masih menggunakan cincin pernikahannya dengan ayah.

Aku terdiam sejenak, lantas kalung dari siapa ini?

"Dari mana kamu mendapatkannya?" ibu kembali bersuara memecah keterdiamanku, aku menatap manik coklat ibu berusaha mencari kebohongan di setiap ucapannya. Nyatanya ibu memang tidak tau apa-apa, itu terlihat dari raut wajahnya serta kerutan di keningnya.

Aku terkesiap kemudian menjawab "sebuah kotak kecil biru muda di dalam laci mejaku" lalu aku teringat akan tulisan di buku harian ku "dan seseorang membuka buku harianku, terdapat tulisan yang menyuruhku membuka laci meja"

Setelah penjelasanku itu kemudian ibu tampak terkejut "seseorang masuk ke rumah kita?!"

"Entahlah, ku yakin tidak ada yang bisa memasuki rumah ini" setelah kejadian botol kaca misterius itu aku semakin menjaga ketat keamanan di rumah ini, hampir tiga kali aku mengecek pintu dan jendela agar tertutup rapat sebelum tidur, bahkan jendela dan pintu sudah di pasang tralis besi sebelum aku pindah ke rumah ini.

Dan aku yakin ibu juga pasti mengetahuinya.

"Sesuatu yang aneh terjadi, berhati-hati lah. Jangan terlalu sering membuka pintu balkon di kamarmu"

"Mungkin penyusup nya sudah handal" ibu melanjutkan kalimatnya.

Penyusup

Aku teringat akan gulungan surat itu, dia pernah membahas tentang penyusup di gulungan kelima, apa mungkin kalung ini ada kaitannya dengan gulungan surat misterius itu?

Satu hal lagi, secarik kertas kecil dengan tanda robekan yang terdapat di atas kotak biru itu, dia menyebut namaku dan dia tau bahwa aku suka langit biru-

Apa aku mengenalnya?

Apa kami saling mengenal?

"Baiklah, maaf mengganggu waktumu, ibu"

•••

Seseorang menepuk bahuku dari belakang membuat aku tersentak kaget, aku menoleh seorang gadis berambut coklat bergelombang dengan mata coklat terangnya tersenyum ke arahku.

"Sendirian saja?"

"Euhm, yeah" aku berkata pelan nyaris tak terdengar tapi aku yakin gadis itu masih bisa mendengar. Suaraku sedikit serak setelah cukup lama melamun dengan menopang tangan di dagu.

Gadis itu duduk di kursi depanku menatap lekat mataku "kamu kenapa? sedang ada masalah?" aku menggeleng menjawab pertanyaannya, namun nyatanya memang sedang ada masalah.

"Ku lihat kamu seperti terlalu menutup diri, apa kamu tidak nyaman berada di sini?" dia bertanya dengan hati-hati mungkin dia takut menyinggung perasaanku, aku tersenyum kemudian menjawab "tidak, aku senang bisa bersekolah di sini".

Dia tersenyum kemudian menggenggam tanganku yang bertumpu di atas meja " jika ada masalah jangan takut untuk cerita pada ku, aku akan berusaha untuk membantumu" senyumannya tampak begitu tulus, matanya berkilau membuatku merasa lebih tenang ketika menatapnya.

"Karna kita teman"

Bak pelangi yang tiba-tiba muncul setelah hujan, seperti ada secercah cahaya yang muncul di depan mata, Teman.

Aku kembali tersenyum lantas berkata "terima kasih, Ann's"

Azura ini type orang yang tertutup, bisa di bilang dia introvert jadi dia lebih sering memendam dari pada cerita, termasuk menceritakan gulungan misterius itu kepada ibunya sendiri.

Kepribadian si Azura ini mungkin bakal sebelas dua belas sama aku XD

Karena dengan cara seperti itu aku bisa dengan lebih mudah menceritakan tentang si Azura ini.

Azura 🍂

Universe SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang