Apa kepingan kecil untuk kebahagiaanmu?
Setidaknya itu adalah satu pertanyaan yang sering kali Mingi tanyakan pada dirinya sendiri. Mungkin jika menelusuri, Mingi memiliki beberapa yang bisa dirinya jabarkan saat itu juga. Kedua orang tuanya, yang saling mencintai, seolah mereka baru jatuh cinta. Tampaknya, segala masalah, dapat keduanya lewati bersama, berdua, tanpa ingin membuat kedua anak terbebani.
Sebenarnya itu agak sedikit menyebalkan. Mingi yakin Keeho pun ingin terlibat untuk ini.
Walau begitu, tetap saja, kedua orang tuanya saling mencintai, juga begitu menyayangi Mingi dan Keeho, sehingga keduanya tumbuh tanpa kurangnya kasih sayang. Dari keluarga.
Mingi sendiri bersyukur, Keeho sangat menyayanginya seperti bagaimana dirinya begitu menyayangi Keeho. Sampai, rasanya Keeho adalah sosok kakak, bagi Mingi yang terlalu menelan banyak kebaikan sejak kecil, sehingga kini terefleksi ke dalam kehidupannya.
Di titik Mingi ingin mencari kebahagiaan di luar keluarga, semuanya berubah mengerikan.
Tidak dalam waktu cepat.
Mingi tetap merasakan kebahagiaan itu lewat The Overload, juga Overdose.
Mingi tetap merasakan kebahagiaan itu lewat teman-temannya, yang memilih untuk tinggal satu rumah dengannya.
Sampai satu fakta dibuka; ada yang lebih rumit dari sekadar pertemanan.
Di sana, Mingi hampir kehilangan kebahagiaan itu, walau tentu saja, Mingi tak akan melepaskannya begitu saja. Ada yang harus diperjuangkan, sama seperti bagaimana Mingi telah mempelajarinya dari kedua orang tuanya. Jadi, Mingi akan memperjuangkan.
Ada banyak sakit. Ada banyak sesak. Ada banyak sedih.
Hingga akhirnya sampai pada satu titik, di mana Mingi melihat, setangkai bunga indah di antara taman bunga yang terbakar. Satu tangkai bunga indah, berdiri tegap, namun sekelilingnya adalah kekacauan.
Mingi rasa... seluruhnya tahu bahwa satu tangkai bunga itu harus diselamatkan, agar tidak terbakar juga oleh sekelilingnya.
Hanya saja... tidak dengan cara memaksa, dengan mencabutnya kasar, sampai tangkainya patah.
Jangan...
Bunga itu... bisa mati...
Itu adalah guncangan kesekian yang Soobin lakukan pada bahu Mingi, untuk menariknya kembali ke dalam realita ketika ketukan semakin keras, dan kini sudah terdengar berulang kali bahwa mereka akan mendobrak jika pintu tidak dibuka. Jelas, memang Seungcheol menjemput. Setelah Soobin melihatnya pun, ada Arjuna, Ketua Angkatan 43 yang merupakan polisi, yang memimpin kedatangan ini. Ada satu orang satpam asli apartemen ini pula, yang mengantar mereka kemari.
Mingi sampai, lupa caranya bernapas.
Seperti ini...?
Seperti ini hidup Soobin yang sebenarnya?
Di hadapannya, Soobin menatapnya dengan kedua mata memerah, penuh kecemasan dan kekhawatiran, yang menggila.
Tetapi bukan untuk diri Soobin sendiri.
Mingi... terluka melihatnya.
"Lo sembunyi, please... lo sembunyi..."
Mingi sendiri terbelalak, tak tahu caranya mengedip pula, saat bibirnya yang bergetar berusaha untuk memanggil namanya. "Soobin..."
"Jangan sampai mereka lo tau ada di sini." Soobin mengangguk-angguk, mencoba untuk membuat Mingi paham akan situasinya. "Oke? Gue bakal keluar, tapi lo sembunyi, ya?"
"Hongjoong bawa lo... ke sini, bukan untuk--"
"Gue cuma bakal masuk rumah sakit jiwa!" Walau sulit, walau Soobin tahu kemungkinan lebih buruk dari itu, dirinya berusaha untuk menyembunyikannya. "Oke? L-lo bisa jenguk gue nanti, karena... karena hidup gue berakhir di sini. Bajingan itu cuma pengen ngehancurin gue sampai gak ada sisa buat gue kelihatan normal..."
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1
Hayran KurguTHE FINAL OF THE TRILOGY. Starts : April 1st, 2023