XVIII

1.2K 199 5
                                    

happy reading!

***

Shani diam membeku. la belum sadar dari keterkejutannya. Pandangan matanya kosong, pikirannya masih terjebak pada kejadian sesaat yang lalu.

Kejutan mana yang paling membuatnya tak bisa berkata-kata? Pernyataan cinta dari Chiko yang sudah lama ia impikan? Fakta kabar pertunangan yang membuat angannya melayang tinggi? Atau ciuman Chiko yang membuat hatinya bergetar? Shani seperti terkena serangan triple kill langsung dari Chiko, dan ia kalah telak tak bisa berkutik.

Mengingat ciuman pertamanya bersama Chiko, Shani sontak menutup mulutnya. Rona merah menjalari kulit pipinya. Tingkahnya membuat Anin dan Sisca merasa heran dan saling melempar pandangan tanya. Viola yang juga ikut makan di kantin bersama mereka terlihat cemberut dan hanya mengaduk makanannya tak berselera. Jangan lupakan Chiko yang berada di samping Shani, ia memaksa untuk ikut ke kantin menemani Shani meskipun tidak ikut makan, karena ia sudah kenyang memakan bekal yang dibuatkan Shani.

Chiko hanya tersenyum memperhatikan tingkah menggemaskan Shani. Gadis itu mungkin terlalu senang dengan kejutan yang ia berikan sekaligus. Membuat jiwanya melayang-layang.

Chiko menggeser piring yang berisi nasi dan soto di hadapan Shani agar lebih dekat. Dia belum menyentuh makan siangnya sama sekali, gadis itu malah sibuk dengan pikirannya.

"Shan, kamu harus makan dulu. Kamu mikirin apa dari tadi?" Chiko berusaha mengembalikan kesadaran gadis itu.

Shani menepuk pelan kedua pipinya. "Achi, Aku lagi mimpi nggak sih?"

Chiko tertawa jenaka. "Mana yang kamu kira mimpi? Pernyataan cinta aku, pertunangan kita atau..." Chiko menggantung kalimatnya sengaja ingin menggoda Shani.

"Achii!!" Shani menjerit lirih. Anin dan Sisca tak kalah heboh, mereka berseru kaget. Viola terperanjat, wajahnya semakin kelabu.

"Kalian bakal tunangan? Kapan?" Anin mulai kepo.

"Secepatnya dalam minggu ini." Chiko menjawabnya dengan antusias, ia ingin seluruh dunia tahu bahwa Shani hanyalah miliknya. Sedangkan Shani ia bertambah malu dengan pengakuan terang-terangan Chiko. Tapi ia senang, ia bahagia meskipun sedikit merasa tak enak hati pada Viola yang hanya diam saja sejak tadi.

.

"Papa kenapa nggak bilang sama aku kalo udah sepakat ngelakuin perjodohan sama keluarga Zinko?" Sampai di rumah, Shani langsung mencari ayahnya dan mengintrogasinya.

"Papa rasa nggak perlu. Bukannya kamu nggak bakal nolak? Papa rencananya bakal kasih tau kamu hari ini." Keanu sangat tahu bagaimana putrinya ini selalu mengagumi Chiko dari dulu.

"Iya lah, aku nggak mungkin nolak." Shani mengulas senyuman riang.

"Jadi sekarang cici udah seneng kan? Cici nggak perlu nyebut nama dia lagi pas tidur." Angel mencebikkan bibirnya mengejek sang kakak, yang kemudian mendapatkan cubitan pipi dari Shani.

***

Pertunangan Chiko dan Shani berlangsung sederhana, tidak banyak tamu yang diundang. Hanya keluarga dekat dan kolega penting saja.

Shani tampak cantik dengan gaun putih selututnya. Bunga yang berfungsi sebagai mahkota melingkar indah di surai rambutnya.

"Kamu cantik." Bisik Chiko.

"Kamu juga ganteng, dari dulu." Shani balik memuji Chiko yang tampak gagah dengan setelan jasnya.

"Tuh kan ketauan, kamu selalu merhatiin aku." Chiko senang sekali menggoda tunangan cantiknya.

Shani mengerucutkan bibir, "Ih geer, siapa bilang aku selalu merhatiin kamu."

"Dasar pembohong." Chiko mengejek Shani.

"Kamu yang pembohong. Pura-pura nggak suka sama aku dan ngabaiin aku. Ternyata-" Shani menggeleng-gelengkan kepala.

"Haha, ternyata apa? Kamu suka banget bales omongan aku deh. Bikin aku gemes sama mulut nakal kamu itu. Mau aku buat bengkak lagi hm?" Chiko melempar candaan bersifat menggoda.

"Achii!!" Shani berseru kaget, ia takut ada yang mendengar ucapan agresif Chiko.

Chiko dan Shani semakin hari semakin dekat. Pasangan fenomenal yang sedang dimabuk cinta itu selalu lengket tak terpisahkan. Seperti bumi yang berputar pada porosnya, begitulah Chiko yang selalu berada di sekitar Shani. Shani adalah malam sedangkan Chiko adalah siang, jelas tak bisa dipisahkan.

***

Seminggu kemudian..

Hari ini Chiko merajuk. Shani terus berusaha membujuk Chiko dengan tingkah lucunya. la berusaha meminta izin untuk mengikuti pendakian bersama anggota klub pecinta alam. Chiko menentang keras tidak setuju. Sebenarnya Chiko hanya khawatir, Shani tidak biasa berada di alam liar. Shani dibesarkan sebagai putri konglomerat, jadi bagaimana bisa gadis itu terbiasa melakukan pendakian.

"Achiii aku janji bakal jaga diri. Lagi pula banyak yang ikut, kita pasti saling menjaga. Jangan khawatir ya, aku nggak semanja itu." Shani menggelendot manja di lengan Chiko.

"Nggak manja gimana, tingkah kamu yang sekarang nunjukkin kalo kamu manja banget." Chiko masih bersikeras dengan keputusannya.

"Gimana kalo kamu tersesat, sayang? Gimana kalo kamu lecet? Mendaki itu ngabisin banyak tenaga, Shan." Imbuh Chiko lagi.

"Please Archieee, Papa pasti bakal ngizinin kalo kamu bilang iya. Kamu pikir senior klub pecinta alam nggak bakal bertanggung jawab sama anggotanya? Mereka itu penuh dedikasi yang tinggi pada alam. Apalagi ke anggota klubnya. Mereka bakal jaga kita dengan baik kok." Chiko hanya menghela napas tidak menyahut.

"Boleh ya, please. Aku janji nggak bakal macem-macem. Aku janji nggak bakal tersesat, sumpah demi cintaku padamu Achi." Chiko tergelitik ingin tersenyum mendengar gombalan Shani, tapi ia bersusah payah menahannya.

"Aku janji bakal pulang dalam keadaan utuh tanpa lecet sedikitpun. Aku bakal pulang ke dalam pelukan kamu dengan aman." Shani mulai mengeluarkan senjata rayuannya membuat sudut bibir Chiko tertarik. Melihat Chiko yang mulai melunak Shani merasa memiliki peluang, ia mencium pipi Chiko memberikan efek kejut bagi lelaki itu. Kali ini senjata Shani mematikan.

"Boleh kan?" Shani memasang wajah menggemaskan, kelopak matanya mengerjap-ngerjap lucu seperti kucing yang minta dielus.

Chiko membuang napas, harus ia akui hatinya luluh dengan cepat. Bagaimana mungkin dia membiarkan Shani terus menyerangnya, membuat ia tak tahan ingin menyerangnya balik dengan puluhan ciuman pada gadis itu. Dengan terpaksa Chiko menganggukkan kepalanya mengizinkan Shani.

"Asiikk, makasih Achi. I love you to the moon and back." Shani menubruk badan Chiko, memeluk dengan perasaan bahagia.

"Tapi sayang, kamu beneran harus tepatin janji kamu ya. Aku cuma khawatir, dan nggak bermaksud buat ngebatesin pergaulan kamu." Chiko mengelus surai Shani dengan penuh kasih.

"Iya. Aku bakal jaga diri. Aku tau kamu khawatir, kamu nggak mau aku kenapa-napa. Aku tau. Setelah aku pulang dari pendakian, aku bakal kasih seluruh waktu aku untuk kamu." Shani memasang cengiran.

"Aku pegang janji kamu, sayang. Liat aja, aku bakal mendominasi waktu kamu selama 24 jam nanti." Jawab Chiko.

Mereka pun saling melempar senyum, saling menatap dengan cinta yang sama besarnya.

***
tbc

.
230423

met lebaran all.

THE EGO: A MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang