Bintang itu Kini Sendirian

61 11 0
                                    

Jarum jam menunjukan tepat 7 pagi, sedangkan Lia belum masuk kelas. Padahal, jam pelajaran pertama diisi oleh bu fania yang terkenal sebagai guru tergalak disekolah.

Tring...tring...tring

Suara bel yang berbunyi menandakan bahwa pelajaran pertama telah dimulai, dimana siswa dan siswi wajib memasuki kelas tanpa terkecuali.

"Aduh, gerbang utama udah ditutup lagi, kalo maksain malah kena hukuman lagi, gua lewat pintu belakang ajalah" Lia bergumam pada dirinya sendiri

Brukk

"Ahhh sakit" rintih Lia kala melompat dari gerbang tinggi. Tanpa berlama-lama dan membuang waktu Lia segera berdiri, mengabaikan rasa sakit yang bahkan ia tak sadari di lututnya terdapat goresan merah akibat lututnya beradu dengan jalan.

"lo ngapain disini?" Tanya laki laki muda yang sedang berdiri tegap di depan Lia, lelaki itu memiliki tinggi sekitar 178cm dengan rambut yang sangat rapih, serta mengenakan seragam lengkap yang membuat lelaki itu memiliki karismanya sendiri.

Tanpa menoleh sedikit pun pada laki laki itu Lia berjalan dengan sangat cepat, karena ia fikir lelaki itu tidak berbicara padanya. Namun belum jauh jarak antara lelaki itu dan Lia, ada yang menarik tangannya hingga membuatnya berhenti.

"lo tuli?" ketus laki-laki itu sambil mencengkram tangan lia dengan kuat. 

"awhh...lepasinnn sakitt" dengan seluruh sisa tenaga yang lia punya, ia berusaha melepaskan cengkraman laki-laki itu. 

"Gua nanya Lia, lo ngapain disini?" ucap lelaki itu mengulang pertanyaan yang sempat Lia abaikan sebelumnya. 

"gua telat, dan ga ada waktu buat ngobrol sama lo, lagi pula lo ngapain sih ngikutin gua? Udah gua hitung satu minggu 3 hari sampe hari ini, kenapa? Lo kan bilang kalo kita udah pu—hmm" belum selesai dengan kalimatnya, lelaki itu sudah membekap mulut Lia dengan tangannya. 

"lo bisa diem ga?" dengan suara datar lelaki itu berhasil membuat Lia yang awalnya mencak-mencak seperti ingin diculik menjadi diam seperti patung.

"hey... yang disana kalian mau cabut yah?" suara yang sangat menggelegar terdengar oleh Lia dan Nathan. Yupss, nama laki-laki yang sedari tadi bersama Lia bernama Nathan Roger Ragatama. 

"ayo, lari" ucap Nathan langsung menarik tangan Lia agar ikut lari bersama. Tapi, takdir mereka sangat kurang beruntung karena ditengah perjalanan menghindari guru BK, Lia bertemu dengan Bu Fania. 

"loh Lia? Kamu bukannya masuk kelas malah pacaran disini. Atau menurut kamu pelajaran saya ga penting? Atau kamu meremehkan nilai dipelajaran saya? Kalo gitu nilai kamu di rapor semester ini akan ibu beri E saja yah" Ucap Bu Fania tanpa mempersilahkan Lia untuk memberikan alasannya.

"Bu, saya mohon bu. Jangan beri saya nilai E, saya janji akan melakukan semua yang ibu suruh, asal jangan beri nilai saya E" mohon Lia pada Bu fania disertai dengan matanya yang berkaca.

 "yasudah, jam pelajaran saya masih ada 1 jam, kamu diri di depan lapangan dan hormat pada bendera" negosiasi yang Lia berikan disepakati oleh Bu Fania. 

"Dan kamu Nathan, Saya tau ayah kamu pemilik sekolah ini. Tapi kamu tidak boleh semena-mena seperti ini pada waktu pembelajarn di sekolah" omel yang disertai nasehat yang diberikan oleh Bu fania pada Nathan membuat Nathan menatap tajam ke arahnya.

Baru 15 menit Lia menjalankan hukuman dari Bu Fania tapi dirinya sudah lelah, ditambah tadi pagi Lia belum terkena asupan apapun. "Udah cukup, sini duduk" ucap Nathan menarik Lia dan menyodorkannya minuman dingin.

"Nih minum, abis ini lo duduk disini aja sama gua, ga usah jalanin hukumannya. Nanti gua yang bilang bokap gua biar lu dapet nilai A dipelajaran Bu Fania, dan ga usah jalanin hukuman apapun itu" jawab Nathan seakan memberi solusi pada masalah yang sangat mudah.

"gua ga mau minum, dan gua ga mau dengerin apa kata lo barusan, kenapa sih setiap orang yang punya kekuasaan atau bahkan anak yang punya orang tua kaya tuh selalu semena-mena?! Lo pergi aja dari hadapan gua, gua ga butuh bantuan lo. Dan makasih atas effort lu beliin gua minum." Lia sangat marah dengan perkataan Nathan yang mengangga remeh masalah yang sedang Lia hadapi ini. Namun belum ada 5 menit tubuh Lia jatuh tepat di bawah teriknya matahari.

"hmmm... gua di mana?" Tanya Lia yang baru sadar dari pingsannya. "UKS" Nathan menjawab dengan sangat singkat. 

"Nath...." Lirih Lia dikala pandangannya menjadi buram dan kepala yang sangat sakit diiringi dengan menetesnya darah segar ke seragam putih yang Lia kenakan. 

"Lia.... Li bangun..." tanpa menunggu lama Nathan membawa Lia ke Rumah Sakit.

"Nathan, gua mau pulang... lo bisa tolong anterin gua ga?" Tanya lia pada Nathan. 

"Ga bisa." lagi dan lagi Nathan memberi jawaban singkat. 

"Yaudah, gua pulang sendiri aja deh, makasih udah bawa gua ke rumah sakit" Lia bergegas dari ranjang rumah sakit. 

"Ga bisa Lia, lo gabisa pulang, dokter bilang kondisi lo belum membaik." Nathan menekan pada setiap kalimatnya. 

"Tapi aku takut Nathan kalo ga pulang, gimana nanti kalo ayah marah, aku takut, aku ga mau kena marah ayah lagi Nathan... hikss.."  getaran pada suara Lia yang bisa Nathan rasakan, begitu juga dengan ketakutannya. 

"Aku di sini Lia, jangan takut" tangan Nathan meraup tubuh panas Lia.

Pada waktu selanjutnya, Nathan mengalah dan mengantar Lia pulang ke rumah, dengan kecemasan dan kekhawatiran yang ia rasakan, ia mencoba tetap tenang, bahkan selama perjalanan Nathan tidak melepas genggaman tangan Lia. 

"Li, kamu beneran mau pulang? Perasaan ku ga enak li, kamu pulang ke rumah ku dulu aja gimana? Nanti kamu tidur di kamar ku aku tidur di ruang tamu, atau kamu tidur bareng mamah ku aja? Biar papah ku tidur bareng aku, aku khawatir sama kamu li." Ucap Nathan berusaha negosiasi lagi dengan keputusan Lia. Namun, Lia hanya tersenyum manis.

Bahkan Semesta Tak MengizinkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang