happy reading!
***
Hari ini adalah hari kedua Chiko ditinggal mendaki oleh tunangannya. Besok tunangannya itu akan kembali dari pendakian, tapi ponsel Shani tidak bisa dihubungi. Memang sejak hari pertama Shani sudah bilang kalau disana susah menemukan sinyal. Alhasil Chiko hanya bisa uring-uringan seperti seorang suami yang ditinggal istrinya selama sebulan penuh.
Chiko jadi berpikir, bagaimana perasaan Shani dulu saat selalu ditinggal sendirian di rumah yang sepi selama dua tahun pernikahan. Membayangkan hal mengerikan itu membuat hati Chiko terasa sakit walau hanya dengan membayangkan saja. la akan menebus dosa dan kesalahan yang telah ia perbuat pada gadis yang ia cintai itu.
Chiko hanya bermalas-malasan di atas ranjang kamar tidurnya. Mood yang ia miliki kacau. la terus memeriksa ponselnya. Pesan yang ia kirim pada Shani semalam belum kunjung dibalas, dan pesan tersebut masih centang satu. Apa mungkin gadis itu lupa mengisi ulang baterai ponselnya?
Chiko kembali memejamkan matanya. Saat akan terlelap, sayup-sayup ia mendengar suara ibunya yang terdengar heboh.
Soraya berlari tergopoh-gopoh memasuki kamar Chiko. Nafasnya tersengal-sengal. "Archie, cepet bangun! Kita harus ke rumah sakit."
Chiko membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah kekhawatiran di wajah ibunya. Ibunya terlihat sangat panik.
"Shani.. Jatuh dari tebing. Dia.. Dia koma." Air mata Soraya meluruh. "Keadaannya sangat parah Archie."
Seketika tubuh Chiko seakan ditebas katana tajam. Sekujur tubuhnya sakit dan bergetar. Nyawanya seperti dicabut paksa dari raganya. Matanya melotot, mulutnya menganga tak percaya. la berharap ini hanya bunga tidurnya. Badan Chiko lemas, otot-ototnya mengendur tak bertenaga. Ia terlalu shock. Bagaimana mungkin?
Soraya mengguncang tubuh putranya, menyadarkan dirinya bahwa ini bukanlah mimpi. la segera melesat, ia harus memastikan kebenarannya dengan mata kepalanya sendiri. Shani, gadis itu sudah berjanji akan kembali dengan utuh tanpa lecet sedikitpun. Lalu bagaimana bisa semuanya jadi begini?
***
Chiko hampir tidak bisa mengenali gadis yang sedang terbaring lemah tak berdaya itu. Banyak selang di sekeliling tubuh gadisnya. Ventilator, defibrillator dan berbagai alat medis penunjang kehidupan lainnya. Keanu dan Angel menangis sesenggukan. Bahkan Soraya juga terisak pilu. Sedangkan Apollo sibuk menenangkan sang istri.
Menurut dokter, Shani mengalami cedera berat di kepalanya akibat jatuh dari tebing yang curam. la juga mengalami banyak patah tulang di punggung, lengan serta kakinya.
Dokter juga mengatakan kemungkinan terburuk bahwa Shani akan mengalami koma permanen. Dilihat dari kondisi Shani yang sangat buruk, dokter juga mengatakan kemungkinan adanya euthanasia, yaitu pencabutan alat medis penunjang kehidupan. Kondisi buruk Shani rasanya sudah sangat sulit untuk ditangani medis, mengingat cedera berat di kepala mengakibatkan jaringan otak Shani mengalami cedera parah.
Chiko seperti hidup di dimensi yang berbeda, ia tak bisa menerima kenyataan yang terlalu pahit. Lebih baik ia disiksa, dicambuk sampai mati daripada harus melihat Shani sekarat dan akhirnya kehilangannya untuk yang kedua kalinya.
Chiko ingin menumpahkan tangisannya sekeras mungkin, tapi seperti ada gembok kuat yang menahan tangisnya sehingga dadanya terasa sesak dan sulit untuk bernapas.
Chiko tertawa sumbang seperti orang yang kurang waras. Beginikah cara tuhan bermain dengan takdir kehidupannya? Beginikah cara tuhan menyiksanya? Ia diberikan secercah harapan untuk mengubah takdir buruknya, tetapi dalam sekejap hidupnya diluluh lantakkan kembali.
Kesempatan yang diberikan akhirnya akan menjadi omong kosong belaka. Chiko memukul dadanya. Ketakutannya selama ini terjadi, bahkan jauh lebih buruk dari apa yang pernah ia rasakan sebelumnya.
Chiko ingin mati bersama orang yang ia cintai. la tidak bisa lagi menjalani penderitaan hidup yang tuhan berikan. Soraya memeluk putranya yang tampak kehilangan kewarasan. Ia menangis seraya menenangkan Chiko dalam pelukannya. Tidak bisa digambarkan dengan bahasa seberapa terguncangnya diri Chiko saat ini.
Teman-teman Shani juga ikut hadir, mereka melihat kondisi Shani dari bilik kaca. Sisca dan Anin yang merasa bersalah karena tidak bisa saling menjaga hanya bisa menangis pilu.
Viola menggigit bibirnya, ia meremas jari-jari tangannya yang terasa dingin. Badannya gugup dan gemetaran, ia berusaha mengontrol diri agar tidak terlihat mencolok dan menyita perhatian banyak orang atas tingkah gelisahnya sedari tadi. Viola memandang telapak tangannya sendiri yang bergemetar hebat.
***
Beberapa waktu kemudian..
Chiko terlihat kusam, ia kehilangan banyak berat badan sehingga matanya terlihat cekung. la juga kurang istirahat. Mata hazel yang biasa berbinar cerah kini terlihat kelabu. Kulit bibirnya kering dan banyak terkelupas. Sudah dua bulan ini ia rutin mengunjungi Shani. Chiko memegang tangan dingin gadis itu sambil bercerita betapa bosannya kehidupan yang selama ini ia jalani.
Kondisi Shani semakin hari semakin menurun, dan tidak ada perkembangan lebih baik. Di luar ruangan, sayup-sayup terdengar perdebatan Keanu, Angel dan kedua orang tuanya. Mereka sedang membicarakan euthanasia, karena sudah tidak ada lagi yang bisa dokter lakukan. Mereka ingin mengakhiri penderitaan gadis yang ia cintai. Katanya mereka tidak tega membiarkan gadisnya menderita dalam kesakitan yang lebih lama.
Matanya tetiba menjadi basah. Chiko menguatkan genggaman tangannya pada tangan Shani seolah meminta kekuatan. Sekelebat ingatan muncul di benak Chiko.
"Aku janji bakal pulang dalam keadaan utuh tanpa lecet sedikitpun. Aku bakal pulang ke dalam pelukan kamu dengan aman."
Senyum indah Shani terbayang jelas dalam memorinya. "Kamu bohong sayang. Kamu ingkar sama janji kamu. Kamu nggak pulang dengan aman. Kamu bilang cinta sama aku, kamu bilang akan jadi istri aku. Terus kenapa kamu nggak pulang dengan aman, hm?" Chiko mencium punggung tangan Shani yang terlihat pucat dan semakin kurus, ringkih.
"Iya. Aku bakal jaga diri. Aku tau kamu khawatir, kamu nggak mau aku terluka. Aku tau. Setelah aku pulang dari pendakian, aku bakal kasih seluruh waktu aku untuk kamu."
Perkataan Shani terus terngiang di telinganya, terpatri dengan sangat jelas dalam otaknya.
"Seharusnya aku nggak percaya sama janji kamu. Buat apa janji kalo cuma kamu ingkarin? Apa gini cara kamu kasih seluruh waktu kamu untuk aku?" Suara Chiko terdengar serak diiringi isak tangis yang pilu.
"Aku kangen kamu, Shan."
Chiko ingin mengubah takdir buruk yang terjadi. Kesempatannya untuk mengubah takdir kehidupannya sudah habis tak bersisa. Apakah jika ia tidak mengubah takdir bersama Viola sebelumnya, ia bisa menyelamatkan Shani? Apa seharusnya ia terima saja Viola dan berpura-pura berkencan dengannya? Apa akan ada yang berubah jika ia memilih pilihan yang lain?
Chiko kini tak berdaya, tak ada yang bisa ia lakukan untuk gadis yang ia cintai. Tuhan dengan kejam mempermainkan takdirnya, menyiksanya lagi dengan cara yang lebih keji. Chiko mengambil botol kecil yang sengaja ia bawa. Obat tidur yang selalu ia gunakan sejak Shani terbaring koma.
la menuangkan semua pil hingga memenuhi telapak tangannya. Memakannya layaknya permen manis yang sering ia makan sewaktu kecil dulu. Setelah ini ia berharap tak akan pernah terbangun lagi.
"I love you, Shanina." lirihnya.
Perlahan ia tertidur di samping gadis yang ia cintai tepat ketika Keanu memutuskan untuk mencabut alat medis penopang kehidupan putri yang ia sayangi. Chiko ingin menemani orang yang ia cintai, ia tidak ingin membiarkan Shani kesepian lagi. Cukup di masa itu ia membuat wanitanya tersiksa dalam sepi. Jika hanya kematian yang bisa membuat mereka bersatu dalam keabadian, ia tidak takut melewati lembah kematian. la akan terus menggandeng tangan Shani menuju keabadian.
***
end? or tbc?.
240423yuhuuu gimana nih?😃👉
thx vomentnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
THE EGO: A Miracle
Fanfictionmy third shanchik story. no desc, just read it. ⚠️B x G⚠️ ⚠️SHANCHIK AREA⚠️ yg gasuka 🚷Dilarang Masuk!🚷