Part ini agak...creepy?
Dikit sihh sebenernya, cmn aku ksh warning aja
Siapa tau kalian bacany malem" kan wkwkw
Pokokny jgn smpe sendiri ya bacanya!
Minimal ada suara tv yg nemenin wkwkwHappy reading all💓
Disinilah mereka berdua berada, didalam ruang tamu sebuah rumah modern klasik yang dominan dengan warna putih. Citra duduk di salah satu sofa di ruang tamu megah itu, baru kali ini lagi ia ke rumah Nertaja. Terakhir kali ia ingat, rasanya sudah sangat lama bertamu kerumahnya. Namun, segala sesuatu yang berada didalam rumah itu belum berubah.Perabotannya, foto-foto keluarga yang dipasang di dinding. Lalu satu hal lagi, guci besar warna hitam disamping tangga menuju lantai 2. Yang selalu ia ingat dari rumah ini. Satu-satunya perabot yang selalu ia ingat karna ukiran di guci itu begitu indah. Mengukir gambar bunga teratai dan angsa putih.
Suara derap langkah mendekat ke arahnya. Dari ujung pintu dapur, Nertaja berjalan membawa nampan dengan teko putih dan piring yang terdapat beberapa kue kering disana. Ia letakkan didepan meja kaca itu. Ia mengangkat teko yang berisikan teh hijau dan menuangkannya pada gelas antik warna senada.
"Minum dulu, Ci." Tawarnya dengan lembut.
Citra tersenyum mengangguk dan mengangkat gelas itu sampai setinggi dadanya, ia bisa mencium aroma teh hijau menyeruak harum di hidungnya. Meniup pelan teh yang masih panas itu, lantas menyesapnya sedikit. Hangat dan manis di tenggorokan.
"Tumben kamu ajak aku kesini. Kenapa?" Tak biasanya sahabatnya itu mengajak dirinya bertamu dirumah. Karna ia tahu, bahwa Nertaja selalu sibuk dengan berbagai urusannya. Jadi, untuk bertamu pun rasanya sungkan.
Nertaja tersenyum tipis, ia mengangkat bahunya sedikit. Menatap wajah Citra dengan sedikit jahil. "Tidak ada, aku hanya bosan saja dirumah sendirian."
Citra mengkerutkan dahinya, ia terkekeh "Itu saja? Tidak ada hal lain?"
Nertaja menggeleng sembari mengambil kue kering dan mengunyahnya dengan lahap. "Ya, hanya itu."
"Kenapa? Kamu merasa bosan?" Kini raut wajahnya dibuat sedih dengan mulut yang penuh dengan kue kering.
Citra tentu saja tertawa melihat wajahnya yang dibuat-buat sedih itu. "Tidak. Aku kan hanya bertanya, bukan artinya aku bosan juga. Hanya penasaran saja."
Sedetik kemudian mereka tertawa bersama. Rasanya lucu saja. Lalu tiba-tiba, suara guntur menyambar, diikuti angin kencang sampai membuka salah satu jendela besar dirumah itu. Bi Indah yang kebetulan sedang lewat, panik dan cepat-cepat membenarkan jendela dan menguncinya.
Citra dan Nertaja ikut terkejut. mereka menatap sekeliling rumah yang mulai gelap. Waktu baru saja menunjukkan pukul 16.00 sore. Tetapi langit sudah gelap gulita seperti tengah malam. Rintikan terdengar dan tak menunggu lama, perlahan berubah menjadi guyuran hujan yang begitu deras suaranya.
Gantian udara yang mulai dingin menusuk tulang. Rasanya, teh hangat pun tak mampu menghangatkan tubuh yang mengigil. Nertaja tiba-tiba saja berdiri, raut wajahnya terlihat khawatir.
"Sebentar ya, aku pergi ke dapur dulu."
Citra mengangguk walau dirinya takut ditinggal sendirian, ia kembali menyesap teh hijau yang agaknya mulai dingin. Entah apa yang akan Nertaja lakukan di dapur, dan Citra hanya bisa menunggu disana sendiri. Citra mulai mengeratkan cardigan putih yang ia pakai, mencoba untuk tetap menjaga suhu tubuhnya hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAST CHANCE
Historische RomaneJika kita bertemu kembali, maukah kamu memberikan ku kesempatan terakhir?