Octagon 3 - 88 : Tiga Mei, The 3rd Movement Pt. 11

223 39 53
                                    

Junhong hendak pamit untuk pergi, setelah meminta seluruhnya bersabar dan bertabah atas apa yang mereka hadapi—kematian teman mereka. Junhong sendiri sudah pernah merasakannya dahulu, jadi, tahu persis rasanya ditinggalkan.

Ketika akan pulang, Junhong meminta Yeosang untuk berjalan bersamanya ke depan. Memintanya agar mereka bisa bicara sejenak. Ya, sebenarnya Junhong hanya ingin berterima kasih.

Tepatnya, lantaran Yeosang benar menonton dirinya.

"Nanti final mau nonton lagi?" tanya Junhong memastikan.

Yeosang mengangguk, tersenyum, sembari berjalan berdampingan bersama Junhong, dari jarak halaman belakang, rumah santai menuju rumah utama. "Boleh. Itu beli tiketnya di mana?"

"Gak apa, dari gue aja." Junhong menjawab, ikut tersenyum tampak senang berjalan bersamanya. "Dua, 'kan? Sama cowok lo?"

Di sanalah, tak terduga, Yeosang diam, tetapi mengulum bibir bawahnya.

Ini bukan pertama kalinya Junhong menangkap gestur seperti itu. Pengalamannya sudah banyak; terlampau banyak. Tak sulit untuknya mendapatkan apapun atau siapapun yang diinginkannya.

Tampak di sana Yeosang memalingkan wajah.

Junhong dengan jahil berjalan mendahuluinya, kemudian membawa dirinya berjalan mundur, dengan kedua tangan ditaruh di belakang. Agak merendah, agar bisa melihat wajahnya. "Kenapa, hei?"

"Gak kok." Yeosang menjawab dengan malu-malu. "Iya, dua. Buat aku sama Serim."

"Mm~" Junhong mengangguk-angguk, pura-pura tak memahami sinyal. "Padahal kalau sendiri juga gak apa-apa. Gue bisa ngasih free-pass backstage. Atau akses staff, biar lo bisa nunggunya di belakang sama gue."

Yeosang masih mencoba memalingkan wajah.

Tetapi Junhong mengejarnya. "Mau? Gimana? Gue sering sepi di belakang, soalnya anak-anak biasanya ngapain dulu biar fokus, kalau gue seringnya diem."

"Diem?" Yeosang bertanya, nadanya begitu polos, masih tanpa melihat.

"Iya, diem." Junhong beralih ke belakang Yeosang, masih berjalan. Sedikit melirik dari satu bahu ke bahu lainnya. "Diem, soalnya gak ada yang nemenin. Coba kalau ada. Baru, tangan gue gak akan bisa diem."

Yeosang terkekeh kecil.

Sedikitnya, Junhong menyentuh pinggangnya sebelum beralih kembali ke sampingnya. "Jadi, ya, kalau misalnya lo mau nonton lagi tanggal 10 nanti, gue bisa siapin pass-nya dari sekarang. Yang paling spesial."

"Nanti kalau ikut ke belakang, waktu Kak Junhong tanding, aku nonton di mana?"

"Di ruangan." Junhong tersenyum, melihatnya dari dekat dengan menolehkan kepala padanya. "Di ruangan, di depan—bebas. Pilih aja. Yang pasti, setelah tanding nanti, dan gue bawa kemenangan..."

Yeosang kali ini membalas tatapannya.

Sehingga Junhong menyeringai, sembari mendekatkan wajahnya pada samping kepala Yeosang. "Gimana? Mau?"

Yeosang tersenyum lagi.

Dan keheningan menguasai.

Junhong tahu, napasnya menerpa samping wajah Yeosang, yang membuat lelaki itu perlahan membawa wajahnya lebih ke hadapannya. Junhong dan Yeosang bertatapan dalam diam, dalam langkah mereka terhenti.

Mungkin.

Mungkin jika ada satu yang lebih berani, kedua bibir itu akan bertemu.

Mungkin juga jika ada kesempatan, akan terjadi.

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang