{9}

745 41 0
                                    

"Kenapa muka 5 L begitu, Fiq?,"tanya Alan saat  melihat wajah Fiqri yang tidak ada gairah hidup.

"5 L apalagi si lan. Lo kalau ngucap suka aneh-aneh aja," Alaska yang tengah duduk manis sambil menatap laptopnya bersuara.

"Lemah,letih,lesu,lelah,dan lapar. Lo gimana si udah semester 5 gak tau? Udah jadi seorang ketua BEM kampus gak tau? Ya Allah, Alaska,masa kalah sama bocah SD,"ucap Alan.

"Bentar," Alaska mengetuk-ngetuk jarinya di meja. Mencerna jawaban yang Alan berikan.

"Bodoh. Gak ada laparnya, alan sialan. 5 L itu lemah,letih,lesu,lelah,lunglai bukan lapar. Malu sama bocah SD jawab kaya gitu aja salah,"ucap Alaska balik meledek.

"Manusiawi. Salah? Wajar. Manusia gak ada yang sempurna,bos,"ucap Alan dengan muka songonya.

"Songong lo,"ucap Alaska lalu melempar pulpen yang ada di dekatnya ke arah Alan.

Alan menghindar, "Gak kena, wlee," Alan meledek.

"Gila."

Alan tertawa terbahak-bahak melihat muka kesal Alaska. "Kembali ke laptop,"ucap Alan ketika tawanya mereda.

"Lo kenapa? Ada masalah hidup? Muka lo kaya gitu persis kaya orang hidup segan  mati tak mau,fiq,"ucap Alan.

"Bahasa lo ketinggian," Alaska kembali bersuara. Kesalnya belum hilang pada manusia satu itu.

"Apa si lo. Ngikut aja. Pengen di ajak ya?," Alan lagi-lagi meledek. Naik darah emang kalau berteman dengan Alan. Bawaannya emosi mulu.

"Lo tanya gue kenapa? Gue lapar,lan. Mau makan lo boleh gak biar lo lenyap dari bumi."

Mendengar itu alaska tertawa puas melihat tampang Alan yang melas.

"Bagus, fiq lanjutkan,"ucap Alaska memberi dukungan.

"Gue udah baik loh ini,fiq. Nanyain lo kenapa eh lo malah jawab begitu. Sakit hati gue,fiq. Sakit hati," Alan berucap penuh drama sambil memukul-mukul dadanya

Fiqri terkekeh dibuatnya. Memang Alan si paling rajanya drama. Tapi sayang belum ada produser film yang meliriknya. Tolong untuk para sutradara bisa untuk mengambil Alan ini sebagai pemeran utama di jamin tak akan buat kecewa mungkin hanya di buat stres sampai masuk rumah sakit jiwa karena tingkahnya.

Setidaknya melihat tingkah Alan yang seperti itu bisa menetralisirkan fikirannya yang tengah ruwet.

"Eh iya, gue lupa bilang ke kalian berdua. Besok BEM ada rapat. Bahas acara yang mau kita selenggarain. Kemarin gue udah dapet acc dari rektor tinggal kita garap aja acaranya,"ucap Alaska.

Fiqri mengangguk. Alan tersenyum gembira, "Siap pak ketu—waan," tertawa Alan pecah kembali. Alaska makin keki pada anak satu itu.

Bugh

"Yes, tepat sasaran,"ucap Alaska bersorak kala penghapus papan tulis mengenai kening Alan.

Alan meringis sembari mengusap-usap keningnya, "Kalau ketawa jangan gede-gede makanya, keselek lalat habis itu mati baru tau rasa lo,"ucap Alaska.

"Alaska! Bener-bener lo ya!," melihat Alan ke arahnya buru-buru Alaska bangkit dan keluar ruangan. Alan mengejarnya. Fiqri hanya geleng-geleng kepala melihat temannya.

Anak kuliah semester lima tapi kelakuannya mirip bocah tk. Terkadang memang perlu di hibur otak agar tidak meledak karena di paksa terus bekerja.

🦩

Tok...tok..

"Masuk,"teriak Fiqri pada orang yang baru saja mengetuk pintu kamarnya.

Mas Yusuf muncul ketika pintu itu terbuka. "Mas Yusuf belum balik?,"tanya Fiqri.

"Belum. Umi masih kangen sama Humeyra katanya," ucap Yusuf lalu duduk di pinggiran kasur milik Fiqri.

Humeyra itu anaknya mas Yusuf. Masih bayi usianya mungkin sekitar empat bulan.

"Ono opo,mas?,"tanya Fiqri.

"Ndak ada apa-apa. Mau sambangi adik mas aja. Kamu mau istirahat ya?,"tanya mas Yusuf. Fiqri menggeleng.

"Perjuangin apa yang emang kamu ingin miliki, fiq," Fiqri mengerutkan keningnya saat Yusuf berbicara seperti itu.

"Maksud mas?,"tanya Fiqri tak faham.

"Mas tau kamu gak ingin di jodohkan. Mas tau kamu ingin nentuin pasangan hidupmu sendiri. Mas faham, mas pernah ada di posisi kamu,"

"Abah tuh keras sama anak laki-lakinya itu bagian dari rasa sayang abah. Abah menjodohkan anak-anaknya karena abah gak mau anaknya memilih pendamping hidup yang salah sekalipun kita ini laki-laki. Kamu kalau bener-bener mau cari pilihan hatimu sendiri katakan pada abah. Ngomong. Buktiin juga sama abah kalau pilihan yang kamu pilih itu tepat untuk diri kamu,"

"Mas percaya sama kamu, fiq. Kamu udah besar. Insyaallah sudah tau mana yang baik untuk dirimu dan mana yang tidak baik. Mas percaya kamu bisa memilih pasangan hidup yang terbaik untuk dirimu,"

"Memang gak mudah jika kita memilih untuk mencari pendamping hidup yang latar belakangnya berbeda dengan kita. Mas mengalaminya sendiri,fiq. Memang abah dan umi mengizinkan tapi untuk di terima di keluarga ini begitu sulit. Tapi Insyaallah mas yakin sama Fiqri. Fiqri mampu buat menjalaninya jika memang suatu saat Fiqri tidak terima dengan perjodohan abah dan memilih untuk cari pendamping hidup sendiri,"ucap mas Yusuf. Perkataan demi perkataan Fiqri coba untuk resapi. Ia kini menatap abang terakhirnya itu.

"Seburuk itu?,"tanya Fiqri. Yusuf hanya mengulum senyum tipis sebagai jawaban untuk adiknya.

"Sudah punya tambatan hati?,"tanya mas Yusuf tiba-tiba. Fiqri menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Lagi di istkharahkan. Doakan ya,mas,"ucap Rifqi.

"Siap. Mas doain,"ucap Yusuf. "Ayo ke masjid,"ajak mas Yusuf.

Fiqri mengecek jam di pergelangan tangannya. Sebentar lagi waktu magrib tiba.

"Fiqri siap-siap dulu,mas,"ucap Fiqri.

"Mas tunggu di luar ya,"ucap Yusuf. Fiqri mengangguk.

"Kejar terus,fiq. Jangan kalah sebelum tempur," ucap mas Yusuf sembari menepuk bahu Fiqri. Fiqri mengangguk mantap. Mas Yusuf tersenyum.

🦩

EMBUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang