Octagon 3 - 91 : Tiga Mei, The 3rd Movement Pt. 14

220 36 34
                                    

Entah, di mana mereka berada sekarang.

Gelapnya malam membuat mereka tak sepenuhnya dapat melihat pemandangan, dari yang disuguhkan sekitarnya. Namun jelas, jet pribadi itu akhirnya berhenti terbang dan mendarat dengan aman, dalam perjalanan sekitar tiga jam adanya, menandakan begitu panjang dan jauh di sana.

Mungkin nyaris di ujung Khatulistiwa?

Sepertinya demikian.

Penerbangan selama 3 jam, begitu panjang adanya.

Hongjoong tahu seluruh teman-temannya takut, juga khawatir. Walau Yunho dan Juyeon tampaknya sudah terbiasa selama menjadi bagian lingkaran dalam, jadi saat ada kejadian tak terduga, mereka bisa menyikapinya dengan baik.

Hanya saja Hongjoong tak tenang.

Benar tak tenang.

Mereka hanya bersembilan... tanpa Seonghwa.

Walau Woobin telah mengatakan Seonghwa akan menyusul, tetap saja. Hongjoong harus melihat Seonghwa di sekitar. Setidaknya Seonghwa harus ada dalam jangkauannya, meskipun Hongjoong sendiri sedang tak ingin dekat, lantaran merasa Seonghwa begitu menekannya.

Pintu dibuka.

Hongjoong membiarkan yang lainnya turun satu per satu, sebelum dirinya menjadi yang terakhir. Agar mereka tak merasa ditinggalkan, tak merasa berat karena tak nyaman. Sampai setelah Jongho yang terakhir, Hongjoong pun turun.

Entah... tempat apa ini?

Terlihat seperti landasan pacu biasa... apa yang perlu Hongjoong ketahui?

Ke-delapan temannya ada, lalu beberapa orang--berpakaian santai tetapi seragam, berjumlah lima orang--dan kemudian, satu di belakang, yang berjalan pelan menggunakan cane sebagai bantuan, dan dijaga dua orang lainnya.

Tunggu.

Apakah mungkin...?

Hongjoong terkejut bukan main, begitu atas bantuan cahaya sekitarnya--lampu-lampu yang berada di sana, pun dari jet pribadi--membuatnya mudah melihat bahwa sosok yang mendekat adalah sosok yang dikenalnya.

Kakek. Sang kakek.

Prakash Tanjung Prananto.

Dalam langkah pelan, Hongjoong mulai mendekat pada satu sosok yang sudah lama tak dilihatnya. Sama sekali. Mungkin... enam tahun? Entah. Hongjoong tak dibiarkan melihat sang kakek, yang mana adalah satu sosok yang cukup keras padanya juga, tetapi selalu menjadi orang paling baik di keluarga.

Satu contohnya; sang kakek dahulu kala, saat masa hampir merdeka dan lepas dari penjajahan, adalah sosok yang menyelamatkan para wanita dari perbudakan untuk pemerkosaan. Karena, walau telah merdeka, rupanya Negara ini masih tetap diperbudak secara nyata, oleh pihak-pihak besar nan tinggi yang tak pergi ke manapun di tempat ini.

Setidaknya, itu satu yang bisa Hongjoong banggakan dan tanamkan terus dalam benaknya, sampai sekarang ini.

Hongjoong langsung menghampiri lebih dahulu, untuk memberikan sebuah pelukan hangat untuk sosok tersebut. Hongjoong tak menyia-nyiakan kesempatan. Kali ini, dirinya masih berat, pikirannya terlalu berat. Hongjoong tak kuasa untuk menahan sampai hampir menangis ketika punggungnya diusap dan terdengar kekehan. Walau begitu, Hongjoong menahannya sekuat tenaga--masih ada yang lainnya.

"Kakek..." Hongjoong melepaskan pelukan pelan, lalu menatap sang kakek kemudian. "Ini... kenapa? Kenapa kami di sini...?"

"Agar kalian beristirahat." Prakash tersenyum, menepuk kepala Hongjoong lalu mengalihkan perhatian pada delapan lainnya yang masih kebingungan. "Kalian... ah, saya mohon maaf karena mendadak. Gongyoo selalu seperti itu."

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang