"Apa kabar--- 00080?"
Suara yang lebih mengganggu daripada dengungan nyamuk, dan lebih manis dari madu lebah. Renggana dalam sepersekian detik langsung mengenalinya. Perempuan itu lantas mengeluarkan kontak lensa coklat biasa dan memakainya.
Ini sepadan untuk mendapatkan kembali warna matanya. Tapi tatapan orang, membuat Renggana lebih suka untuk menyembunyikannya.
Dulu, saat di sekolah dasar dan menengah pertama, Renggana akan menggunakan kontak lensa yang diberikan Leana padanya. Tentu saja itu karena Lea tidak suka Renggana menjadi pusat perhatian.
Lalu setelah bergabung dengan Departemen 7, dan memutuskan untuk pergi ke luar negeri bersama keluarga Adijaya, Renggana memilih untuk memakai lensa khusus yang dibuat hanya untuknya oleh Departemen 8.
Ada prosedur panjang, serta rencana yang rumit agar semuanya terlihat alami. Tentang warna matanya yang tiba-tiba berubah menjadi coklat sepenuhnya, tentu itu membawa banyak pertanyaan dari Adijaya sekeluarga.
Tapi pada akhirnya Renggana berhasil. Semua itu--- mudah sekali.
"Kenapa tidak menjawab? Kau tidak sedang menangis bahagia karena mendengar suaraku lagi, kan?"
Tawa manis terdengar dari seberang. Itu bukan tawa manusia normal. Hanya sebuah ritme yang dirangkai agar terdengar bahagia. Renggana yang awalnya berdiri dengan tegap, mendadak jadi sedikit gentar karena dorongan ingatan yang meluber ke mana-mana.
Itu seperti suara kaset pita yang diputar terbalik. Banyak sekali memori yang satu-persatu mulai memukul belakang kepala Renggana hingga pening.
"Aku kalah. Dan kau menang. Itu sepadan."
Lagi. Setiap kali Evelene berbicara, Renggana seperti dibuat semakin tenggelam dalam data-datanya sendiri.
Dia sudah seperti sebuah komputer yang processornya dipaksa bekerja melebihi muatan.
"Keingintahuanku sudah terbayarkan. Aku sudah tahu jawaban atas pertanyaanku. Sekarang, waktunya kereta berjalan di jalurnya masing-masing, bukan?"
Renggana, masih tidak menjawab.
Ini terlalu banyak informasi.
Terlalu banyak memori yang saling tumpang tindih hingga perempuan itu tidak bisa memilah salah satunya sebagai acuan.
"Kau sudah menjadi Eve dengan baik selama ini."
Eve?
Tapi ... Renggana tidak merasa begitu.
Menjadi Eve, Renggana sudah berhenti melakukannya. Tapi sejak kapan?
Mengapa jadi berbelit seperti ini?
Tidak. Renggana menggeleng perlahan untuk menghilangkan rasa pusing yang menginjak tempurung kepalanya.
Semua pemandangan jadi terasa sangat jelas. Termasuk hal yang seharusnya diabaikan.
Renggana melihat seekor anak kucing yang sedang tertidur di dekat pohon. Mahluk itu sangat kurus dan kering. Seperti mau mati.
"Berhentilah sekarang."
Berhenti? Renggana bertanya dalam hati.
Apa dia sudah bisa berhenti menjadi Evelene--- tapi lagi-lagi, empatinya yang terlalu besar membuat gadis itu meraih kembali ingatan akan Evelene kecil.
Dia seorang anak yang datar dan tak menunjukkan apapun.
Renggana bergerak kembali, jiwanya menarik lagi kepribadian yang akan dilepaskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Escape: Look At Me, Your Devil Angel
Misteri / Thriller"Merindukanku, sayang?" Suara itu. Senyuman iblis itu. Wajah yang tersenyum seolah tak berdosa yang pria itu tunjukkan membuat hati Renggana mendadak berubah menjadi remah roti yang siap hancur kapan saja. "Ba-bagaimana kau bisa ada disini?" "Itukah...