Bantu vote, ya.
Setelah drama yang cukup panjang tadi, saat ini sepasang kekasih tersebut tengah lahap memakan sarapannya.
Bersyukur-nya Maxi karena dapat menghentikan tangisan pilu gadisnya, jika tidak, sudah dipastikan dirinya menyesal setengah mati.
"Mandi dulu, sayang" titah Maxi setelah gadisnya meneguk setengah gelas susu-nya.
Zhelica mendongak, menatap Maxi yang kini sama-sama tengah menatap dirinya.
"Temen-temennya udah dikabarin?" tanyanya.
Maxi menghela nafasnya pelan. Agak berat sebenarnya untuk mengajak yang lain. Tapi apa boleh buat, ia sudah berjanji tadi, tidak mungkin juga ia mengingkarinya.
"Ini mau. Kamu mandi dulu, ya? Habis kamu, nanti aku"
Sorot matanya tetap teduh. Tangannya sama sekali tak berhenti mengusap punggung sempit Zhelica.
Zhelica hanya mengangguk mengiyakan. Kedua kakinya yang menggantung, kini berusaha menapakkannya di lantai marmer yang dingin, dengan dibantu Maxi.
"Hati-hati, naiknya pakai lift" peringat Maxi sebelum Zhelica berjalan menjauh.
"Eum"
Setelah dirasa gadisnya telah hilang dipandangan, lelaki dengan sorot tajam yang terpancar itu kini meraih benda pipih disaku nya. Men - dial salah satu kontak sahabat karibnya, Revin.
Deringan pertama tak diangkat.
Deringan kedua hingga deringan ketiga tak diangkat juga.
Maxi berdecak kesal. Waktu berharganya terbuang begitu saja hanya untuk menunggu pria menyebalkan satu itu untuk mengangkat telfonnya.
Saat hendak mematikan panggilannya, terdengar seruan di sebrang telfon.
"Hello masbro"
"Ada yang bisa dibanting?"
Maxi berdecak sebal.
"Jangan bercanda!" ucapnya sarkas.
"Oke-oke sorry, dude. Kenapa?"
Revin terkekeh pelan, berusaha untuk biasa saja berhadapan dengan teman karibnya yang macam singa mengamuk ini, walaupun dalam hati mungilnya ia sudah ketar-ketir dibuatnya.
"Thirty minutes from now, udah harus siap, ajak yang lain"
"Waited at the usual mall"
Bip
Telfon dimatikan sepihak. Jelas sekali disana Revin tengah mengumpati lawan bicaranya di telfon tadi.
"Maxi sialan emang, untung berduit" umpat Revin kesal.
***
Maxi dan Zhelica baru saja memasuki salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta. Sedari tadi binar bahagia tak lepas dari manik mata gadis polos dengan genggaman tangannya pada sosok pria gagah disampingnya.
"Wah, keren!" pekik Zhelica tertahan.
Mendengar hal itu, sontak Maxi menyunggingkan senyumannya. Merasa tak sia-sia ia membawa gadisnya kesini.
"Happy, hm?"
"HAPPYY"
"Lian ayo ke temen-temen sekarang" ajaknya antusias.
"Ayo, sayang. Temen-temen udah di Timezone"
"Let's go, Liaann!"
***
"Lama amat kalian berdua"
Baru saja dirinya dan Zhelica menginjakkan kaki di Timezone, sudah terdengar seruan kesal yang terlontar dari mulut salah satu curut Maxi, Revin, siapa lagi kalau bukan dia.
"Maaf Abang-abang, Stell, Riri, Lica sama Lian baru dateng, pasti kalian nunggu lama ya" ujar Zhelica dengan wajah melasnya. Sedangkan Maxi hanya menatap mereka sinis. Yang hanya dibalas kekehan garing dari mereka kecuali Aston, karena dia tidak merasa mengganggu mood Bossnya itu.
"Eh nggak pa-pa kok adek gemes, Abang sama yang lain juga baru dateng, iyakan teman-teman semua?" balas Revin sembari menatap ke arah Aston dan kedua teman Zhelica seakan meminta dukungan dengan menjawab 'iya'.
"Iya Lic, santai aja. Aku sama Riri juga baru aja sampe, belum lama nunggu" ucap Stella diangguki oleh Riri.
"Mending kita mulai main, gue udah greget dari tadi ini" celetuk Aston yang sedari tadi diam mendengarkan.
"AYOO! Lica mau main" seru Zhelica senang seraya mengangkat kedua tangannya keatas.
Maxi menghela nafasnya pelan. Tangannya mengelus surai panjang Zhelica yang terurai bebas.
"Pelan-pelan, Baby girl"
***
Tiga jam mereka habiskan di pusat perbelanjaan tersebut. Mereka bermain di Timezone, berbelanja kebutuhan masing-masing, dan tidak lupa untuk mengisi tenaga dengan makanan.
Selama tiga jam itu juga Maxi banyak-banyak bersabar atas tingkah gadisnya yang kelewat aktif hari ini. Tentu saja itu semua karena Zhelica ada teman yang membangkitkan jiwa bar-barnya. Hingga sampai di mansionnya, Zhelica tertidur pulas tanpa membersihkan badannya, efek terlalu banyak aktifitas yang dilakukan hari ini.
Tapi tak urung pria itu ikut senang, ia bisa melihat tawa bahagia gadis pujaannya yang dirinya harapkan selalu hadir memenuhi kehidupan Zhelica. Bahagia Zhelica adalah bahagianya juga.
Kalau saja teman-temannya tau, pasti ia akan habis di ejek terlalu bucin. Tapi siapa yang peduli? Maxi benar-benar budak cintanya Zhelica, begitu juga sebaliknya.
***
Sorry banget ya kalo ini kependekan ʕっ•ᴥ•ʔっ
KAMU SEDANG MEMBACA
Maximillian the Possessive Guy
JugendliteraturKisah cinta si possessive Maximillian Harison dan si manja Zhelica Syaqueena Angelista. __________ Aku akhir-akhir ini jarang up hehe.