Octagon 3 - 98 : Pantai Untuk Santai Pt. 2

224 35 37
                                    

Selepas kepergian Wooyoung, Seonghwa dihampiri oleh Younghoon yang tengah berjalan-jalan sendirian, menikmati pemandangan. Sehingga ketika tak sengaja menemukannya di perjalanan, beru berpisah, Younghoon pun menggantikan posisinya di sana.

Baik Seonghwa maupun Younghoon saling menukar senyuman.

Sesaat, sebelum kemudian, ada kekehan pelan, dari bagaimana Seonghwa memulai langkah dan Younghoon mengikutinya. Secara sejajar, untuk berjalan bersama kemudian.

Sebenarnya hanya refleks saja.

Toh, sudah lama juga mereka tak bicara berdua.

Setelah benar-benar resmi menjadi mantan... ah, bukan. Setelah Younghoon benar-benar rela untuk melepasnya, walau masih sering kali, melihat sosok itu menangis di tangan Hongjoong. 

Ya, jika dipikirkan, seharusnya Younghoon ada di pihak yang sama dengan Lino, sebagai pihak yang tak ingin melihat Seonghwa tak bahagia. Hanya saja, Younghoon kini berada di pihak Hongjoong, apapun terjadi. Ini bukan karena Hyunjae, sosok yang sering dipikirkannya sekarang, adalah seorang yang selalu ada untuk Hongjoong. Ini karena, terlalu banyak jatuh bangun mereka, di mana semakin lama, Younghoon semakin paham, sekaligus pasrah, dirinya sudah berurusan banyak dengan lingkaran dalam, pun keluarga Hongjoong--sekarang.

Jadi, Younghoon hanya mencoba memastikan. "Gak lagi sedih, 'kan? Maksud gue, bukan tentang keadaan kita semua sekarang, tapi... Hongjoong."

"Sedih, tau?" Seonghwa meliriknya, mengerucutkan bibir sembari memasang wajah sedih, dan detik selanjutnya tersenyum. "Sedih karena pikiran dan ego gue ngebebanin Hongjoong."

"Ah..." 

Bisikan paham dari Younghoon membuat Seonghwa menganggukkan kepalanya. "Tapi, kita gak pernah bisa ngontrol, itu? Kayak... ya, gue bisa ngontrol, tapi gak rela kalau gak keluar. Jadi gue nurutin keinginan gue buat ngeluarin semua, taunya, malah bikin keadaan makin kacau."

"Gue paham sih..." Younghoon mengangguk, sebelum mendesahkan napasnya pelan, untuk menghadap ke depan. "Gue itu... orangnya... sebenarnya kasar, loh, Seonghwa. Ya, tapi kalau ke pacar, dari dulu, gak pernah--gue gak main tangan sama mereka. Cuma, kalau ke orang lain, gue juga... gampang emosian, pengennya mukul terus."

"Kenapa?" tanya Seonghwa, dengan nada lembutnya, berkesan polos.

Younghoon tersenyum, cukup merindukan, namun kini sudah tahu batasan. "Gue juga gak bisa tau persis kenapa, karena nyokap gue sangat lovely, dan bokap gue orangnya jahil, juga kocak sebenarnya. Ah, clumsy pula. Beneran diurus banget sama nyokap. Cuma... dulu waktu SMP kayaknya... awal mulanya, gue tiba-tiba muak banget sama keadaan."

Dalam langkahnya, Seonghwa menatapnya khawatir. Selama mereka berhubungan, Younghoon tak pernah menceritakannya. "Loh? Kok bisa?"

"Dada gue ini, panas terus setiap dengar orang tuh muji gue ganteng, ganteng, ganteng... lalu lama-lama terbiasa sama uang-uang gue, di mana gue juga gak semurah hati itu, tapi selalu aja ada alasan dari orang-orang yang gak bisa gue tolak. Toh nyokap gue dari dulu ngajarin gue buat bantu siapapun." Younghoon tak sadar menjelaskan dengan panjang, membuatnya terkekeh kemudian, menatap ke arah Seonghwa. "Gue tuh... ngerasa kayak, gue cuma dilahirin buat jadi si ganteng dan tajir. Seolah... harga gue cuma disitu."

Seonghwa, nyatanya, tersenyum tipis di sana.

"Jadi... gue gampang marah, karena terlalu sering mendam semua." Younghoon melanjutkan, kembali ke depan, sembari terus dengan langkah kecil mereka. "Gue gak tau value diri gue sendiri, yang bikin gue juga gak mau tau value orang lain. Kalau ada yang menurut gue bajingan... ya udah, dia bajingan. Makanya, dulu... gue marah banget sama Hongjoong."

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang