Chap 15

26 31 19
                                    

Manik hitam itu terbuka, menyesuaikan cahaya yang masuk pada retinanya, mengerjap pelan hingga ia mulai terbiasa. Hal yang pertama ia lihat adalah ruangan serba putih dengan bau khas obat-obatan. Kini ia sadar, dirinya tengah berada di sebuah kamar Rumah Sakit.

Pikirannya mulai mengingatkannya pada sang ayah, dengan tubuh yang lemas, ia mulai mencoba bangkit dari brankar pasien, menghiraukan rasa sakit yang mendera tubuhnya.

Saat hendak turun rasa pusing itu kembali datang hingga kaki lemasnya tak mampu menopang tubuh ringkihnya. Seseorang yang baru saja memasuki ruangan dibuat terkejut oleh kejadian itu, hingga dirinya dengan cepat menghampiri gadis itu dan menopang tubuhnya agar tak terjatuh.

"Hati-hati Nay! Kamu masih lemes, mending tiduran aja" itu Roni, pemuda yang setia menemaninya kala ia dan Ayahnya dirawat disini. Roni mengajak Naya kembali keatas brankar dan membuat senderan untuk membuat Naya terduduk

"Aku udah bawain kam-"

"Ayah? Gimana keadaan ayah?" Roni terdiam, gadis itu pingsan hingga 5 jam lamanya dan masih memikirkan keadaan ayahnya? Apakah gadis itu tak peduli dengan keadaan dirinya sendiri? Wajah lelah yang terlihat pucat itu sungguh terlihat menyedihkan dimatanya.

"Mending kamu makan dulu, nanti kita jenguk om Candra" bujuk Roni lembut, dirinya dengan cekatan membawa nampan makanan yang baru saja suster bawakan untuk Naya, ia mulai mengambil satu sendok bubur itu kepada Naya, namun gadis itu hanya diam dengan pandangan kosong.

"Om Candra pasti sembuh kok Nay" ucap Roni lagi, dengan mulut sedikit bergetar Naya mulai memakan satu sendok bubur yang disuapi Roni untuknya.

Roni tersenyum, ia mengambil kembali satu sendok bubur itu kearah Naya "Lagi aaaa...."

"Hambar..." Gumam Naya.

"Nanti kita beli seblak bi Cece lagi, tapi kamu makan ini dulu biar cepet sembuh" Bujuk Roni, terdengar seperti membujuk anak kecil, haha.

Naya hanya memandang Roni dengan tatapan heran, namun gadis itu menerima suapan dari Roni hingga bubur dalam mangkuk itu telah habis, Roni mengambil botol obat dan menyuruh Naya memakan obat tersebut.

Dengan lemas Naya mulai mengambil butiran obat itu dan menelannya tak tersisa. Roni tersenyum puas, ia menepuk pelan pucuk kepala Naya, hal itu memang sudah sering ia lakukan, rasanya menepuk kepala gadis itu sudah menjadi hoby-nya.

"Gitu dong, Baru keren!" Ucap Roni.

Naya tersenyum lemah, pemuda dihadapannya ini sangat baik, terlampau baik.

Pintu ruangan terbuka, itu adalah Ibu Roni dan sang Bayi yang berada di gendongannya.

"Sudah sadar Nay?" Ucap lembut ibu Roni.

"Sudah lebih baik, bi" jawab Naya dengan senyuman lemahnya.

"Om Ardi sedang berjaga di ruangan Ayahmu, jadi gak perlu khawatir lagi" Ibu Roni, kita sebut saja Bibi Nur berjalan mendekat kearah brankar Naya. Bayi di gendongannya tertawa kala bersitatap dengan manik mata hitam Naya.

"Lucunya..." Gemas Naya dengan tangan terulur mengusap lembut pipi tembam bayi perempuan itu.

"Namanya Nia, Sania Arum" ucap Bibi Nur.

"Cantik, seperti orangnya" Naya tak henti-hentinya tersenyum, bayi itu terlihat sangat menggemaskan, tangan mungilnya terangkat seperti ingin menggapai wajah Naya yang pucat, tertawa lepas kala Naya mengusapkan telunjuknya kearah hidungnya.

"Nia senang ketemu kamu kayaknya, gak biasanya dia ketawa lepas kayak gini, biasanya kalo sama abangnya malah dibikin nangis terus" cibir Bibi Nur diakhir kalimat.

Semesta Dan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang