2.0

115 15 1
                                    

“M-Moran...?”

Di dalam kereta kuda itu, seorang pengawal mungil—tidak lain adalah Fred yang menyamar—beringsut mundur dengan seorang wanita di dekapannya. Sedangkan satu lelaki di sampingnya, dengan wajah tampan dan rambut hitam, baru saja menjadi mayat dengan kepala berlubang terkena peluru. Darahnya terciprat mengotori bagian dalam kereta kuda.

Fred segera turun, membiarkan pengawal lain berseru-seru mengurusi tuan mereka. Sementara ia berkelit cepat diantara manusia-manusia sambil membawa wanita itu di saat semua orang sibuk dengan kekacauan ini. Pengawal mungkin hanya akan berpikir jika ia menyelamatkan wanita itu. Yah, separuh benar—karena dia memang menyelamatkan wanita itu sekaligus menculiknya.

Beruntung, semua orang sedang berkumpul di jalanan. Fred bisa dengan mudah pergi menjauh dari sana. Kembali ke gedung kosong di mana tempat pertamanya singgah.
Ia berpapasan dengan Moran di depan pintu ruangan tadi.

Freddie?” Moran terbelalak kaget. Sosok Fred yang berpakaian sama dengan pengawal keluarga Luxivero, seorang wanita di dekapannya, dan darah yang terciprat di pakaian-wajah Fred, membuat dirinya merutuk diri dalam hati. Jadi saat tadi ia menembak...

“Tolong bawa dia ke dalam, sebentar lagi kereta kuda Louise akan datang,” ujar Fred pelan. Ia menyerahkan tubuh wanita itu. Lalu ia sendiri masuk ke dalam ruangan, duduk bersandar di dinding dan melepas penyamarannya. Meski begitu, darah ternyata terciprat hingga lehernya.

“Siapa wanita ini Freddie?” tanya Moran sembari menyandarkan si wanita di sisi dinding yang lain, menyelimutinya dengan jasnya. “Apa kau mengenalnya?”

“Entahlah. Louise menyuruhku menyelamatkannya,” jawab Fred. Ia melepas rangkap seragam pengawal keluarga Luxivero.

Moran menatap lamat wanita di depannya. Wajah Asia Tenggara, dengan kulit pucat dan bibir kecil. Matanya terpejam tapi Moran bisa menebak jika wanita ini bermata lebar. Rambutnya pendek sebahu, hitam dan halus.

“Jangan kau macam-macam padanya Pak Tua!” ucap Fred tajam. Pisaunya ia letakkan kembali ke dalam kopernya—tidak terpakai. “Kenapa kau tidak bilang siapa yang akan kau bunuh? Bagaimana jika pelurumu itu nyasar dan mengenai wanita ini?” omelnya.

Senyum Moran tersungging. Ia mengambil saputangan dari kopernya, lalu mengelap darah di leher Fred. “Peluruku tidak pernah meleset Freddie. Lagipula aku sudah memberi tahumu tadi. Kau saja yang tidak mengatakan keperluanmu.”

“Aku sempat bingung karena roda kereta yang meledak. Kupikir ada orang lain. Syukurlah itu kau.”

Fred diam saja membiarkan Moran membersihkan darah di lehernya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.

“Oh ya, apa maksud bordir namaku di saputangan ini?”

Moran berhenti mengelap, lalu mengacak rambut Fred. “Bukan apa-apa. Kau kan partnerku.”

Dua menit, kereta kuda yang dipesan Louise datang. Kerumunan masih ramai di luar sana—bahkan bertambah ramai dengan adanya orang-orang dari Scotland Yard dan wartawan. Moran bergerak cepat sambil menggendong wanita itu. Fred mengekor di belakang. Berjaga.

Kuda meringkik, mulai melangkah cuek meninggalkan kericuhan. Menuju wisma keluarga Moriarty.

***

an Asian Woman [Moriarty the Patriot]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang