Aku mau adu nasib. Pernahkan kau merasakan yang namanya mempertanyakan apa eksistensi kita sebenarnya? Yah,kalian pasti menjawab kalau kita adalah manusia. SALAH. Beberapa memiliki darah berbeda. Aku ingin membohongi diriku kalau aku cuma sedang mempertanyakan kepercayaan diri saja. Namun,masalahnya gak sesederhana itu. Aku ternyata mempertanyakan apakah aku masih manusia atau mahluk berbeda. Ini dimulai sejak aku kerasukan sesuatu yang tolol sekali.
Kalau kau berharap menemukan mahluk berbeda itu menyenangkan maka silahkan pergi. Karena,jika sesama manusia saja kau masih berselisih bagaimana kau bisa yakin kau akan rukun dengan mereka yang bukan manusia.
Hai,aku Raksa Nawasena.
Ini hari Minggu. Hari dimana aku menjadi babu rumahan. Oke oke,jangan menyebutku durhaka. Mari kita menyebutnya dengan kalimat berbakti kepada orang tua.
"Raks,tolong bangunkan adikmu,"teriak ibu dari dapur saat aku baru saja memutar keran selang setelah menyiram bunga di halaman. Ibuku super suka dengan tanaman dan halaman depan rumah kami di hiasi bermacam bunga khas Indonesia seperti mawar,melati,Kamboja,dan kembang sepatu. Dan itu dalam beberapa jenis. Berjejer rapi di sisi teras. Sedangkan di halaman belakang ibu mengambil inisiatif untuk menanam beberapa sayuran dan tanaman obat.
"Oke,"jawabku.
Aku bergegas masuk rumah dan menuju kamar adikku yang berumur 6 tahun. Masih tidur cantik dengan senangnya sedangkan kakaknya ini sudah melakukan ini itu sejak pagi. Saat masuk ke dalam kamarnya aku melihatnya dalam posisi ala buronan setan tidur. Kakinya berada di tempat yang seharusnya jadi posisi kepala berada. Satu bantalnya di lantai,guling dipeluknya sedangkan selimutnya setengah menjulur ke lantai. Rambut panjangnya berantakan seperti singa dan aku langsung mencium bau aneh. Oh ya ampun,dia pasti mengompol.
Aku mendekat dan menarik gulingnya. "Bangun!!!" Teriakku.
Dia bergerak dan membuka setengah matanya melihatku. Dia mengangkat telapak tangannya. "Lima menit lagi,deh. Aku berjanji,"ucapnya pelan.
Dan dia kembali tidur.
Aku memutar bola mata. "Ibu,dia tidak mau bangun. Haruskah kita tinggalkan dia untuk hari ini?"teriakku.
Dia langsung duduk. "Kita mau kemana?"ucapnya.
"Aku akan mengirimu ke neraka jika kau tidak segera mandi,"ucapku sambil melenggang keluar.
Baiklah,tugas membangunkan adik sudah selesai. Sekarang apa?
Aku melewati kamar kakakku,Wira. Dia berusia 17 tahun ini. Dia tidak banyak bicara dan aku tahu mungkin efek dari trauma masa kecilnya. Begini,dia pernah hilang selama seminggu di taman bermain dan saat kembali dia menjadi pendiam kepada orang lain selain keluarganya. Itu kejadian saat usianya baru 10 tahun. Waktu itu aku tak terlalu mengerti karena aku baru berumur lima tahun. Entah kenapa juga ibu tak pernah membahasnya kembali.
"Raks,kenapa kau disana?"tanyanya saat tanpa sadar aku berdiri di ambang pintu kamarnya. Dia sedang membereskan meja belajarnya yang penuh buku.
Aku menggeleng. "Tidak papa kok."
Dia mengangguk dan kembali ke kegiatannya. Aku berbalik dan berjalan ke dapur. Ibu sedang memasak sarapan dan saat dia melihatku aku merasakan firasat aneh.
"Jadi,apa kemarin sudah dapat teman?"tanyanya.
Tentu saja. Ini pertanyaan yang menggangguku setelah masuk sekolah baru. Aku bingung dan merasa bimbang. Bagaimana mengatakannya ya?
Saat aku bilang 'hai' di depan kelas,mereka melihatku seperti sedang menungguku mengatakan hal tolol. Aku jadi tak mau mendekati siapapun setelah itu.
Aku duduk di meja makan dan mengambil pisang dan memakannya. "Belum ada. Tapi aku akan berusaha."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAKSA NAWASENA
FantasySejak awal aku sudah merasa hidupku aneh. Aku punya rekor pindah-pindah sekolah sebanyak 5 kali dalam 6 tahun. Aku tak pernah punya teman yang bertahan lebih dari seminggu. Di rumah pun aku merasa berbeda. Ayah dan ibuku menyukai perhitungan begitup...