STAY

157 22 8
                                    

AURUM

Hari sudah larut. Kulihat Kak Genio sedang membaca buku di lantai atas. Sedangkan orang berisik yang bernama Jay itu sedang membersihkan ruang kerja yang biasa kami pakai dengan sabar. Aku mengintip ke luar jendela dan mendapati kakakku sedang bermain-main dengan Ciel dan Putri Amore. Meski begitu, gedung ini tetap terasa sepi untukku.

Aku mencari cemilan di lemari dapur dan berhasil menemukan bungkusan keripik kentang rasa rumput laut. Langkahku terhenti saat mendengar suara dari ruang tengah. Aku mendekat dan melihat Tuan Levi yang sedang menangis dalam pelukan kakaknya. Dari posisiku, aku dapat melihat jelas wajah kakaknya. Ia terpejam sambil tersenyum lembut saat tangannya mengusap punggung Tuan Levi dengan lembut. 

Ups, mata kami bertemu saat Reich membuka mata. Ia tersenyum singkat padaku. Matanya menatapku sangat dalam penuh keteduhan.

"Kakakmu sangat menyayangimu," ucapnya bisa kudengar jelas.

Kurasa ia mengatakan kalimat itu untukku, bukan untuk Tuan Levi. Namun, Tuan Levi melepaskan pelukan itu dan menggerutu pada kakaknya bagai anak kecil.

Aku segera pergi dari sana. Dengan menenteng bungkusan keripik kentang yang dipenuhi angin daripada keripiknya, aku mengarah ke tangga untuk menuju ke tempatku melukis. Namun, kulihat buku harian bersampul coklat itu tergeletak di salah satu sofa di lantai dua. Aku teringat kakak bercerita tentang kehidupan lain yang sebelumnya ia jalani, tertulis dalam buku itu dari sudut pandang Reich. Aku pun membawanya ke ruang lukis karena penasaran.

Aku menutup pintu dan memandang sejenak kanvas-kanvas dengan nanar. Langit senja keunguan yang kulukis berkali-kali itu sebenarnya adalah caraku untuk selalu mengingat kenangan indah bersama Kakak. Meski aku tidak sanggup melukis wajahnya, tapi aku ingin kenangan itu tetap ada di dasar hatiku.

Aku membuka buku harian itu dan membacanya sekilas. Semua kisah yabg diceritakan Kakak secara singkat memang benar tertulis di sana. Tapi, saat tak sengaja kulihat lembar-lembar yang masih kosong, coretan-coretan gambar berwarna-warni ada di sana. Ada gambar-gambar khas coretan anak kecil yang diwarnai dengan crayon dan pensil berwarna, terlebih gambar dua anak laki-laki yang bergandengan tangan.

Itu adalah gambarku sewaktu kecil.

Dua anak laki-laki itu adalah aku dan Kakak.

Entah kenapa bibirku terangkat ingin tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah kenapa bibirku terangkat ingin tersenyum. Aku berusaha mengelak lagi dari perasaan lemah, berusaha tidak peduli dengan gambarku yang nyatanya masih Kakak miliki sampai sekarang. Artinya, Kakak pasti sedikitpun tidak pernah melupakanku.

Aku mengacak rambutku karena kesal. Lalu mencoba membaca tulisan yang ditulis Kakak.

...Aku V, yang akan menggantikan Reich menulis di buku ini...

Ah, tidak penting sekali tulisannya. Aku membalik lembarnya, tulisan di halaman berikutnya membuatku tertarik.

Aku bersikeras memakai sihir waktu karena adikku tewas di kehidupan sebelumnya. Tapi, ingatanku hilang. Aku tersesat dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk menyelamatkan Sylva. Akhirnya aku tetap kehilangan dirinya. Aku selalu melakukan kesalahan yang sama. Sylva adalah harta paling berharga yang telah direnggut dariku, bayaran atas sihir mahal itu.

Behind The Story of King's Diary (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang