Tidak ada hujan malam ini, tapi ada yang basah di sekitar Jungkook. Yaitu kerinduan. Menyaksikan lamat-lamat bulan ditelan awan kelabu. Bersama desir angin yang melewati celah ventilasi.
Jungkook duduk di tepi jendela kamar hotel bintang lima yang memiliki pemandangan bukit bertabur bintang di atasnya.
Dua hari ini ia ada seminar di sekitar kota Daegu. Menjadi narasumber untuk meyakinkan beberapa orang baru dalam komunitasnya tentang betapa mudahnya me-release sesuatu.
Metode penyembuhan hati dari segala luka dan prasangka adalah poin utama yang dijual oleh komunitas mereka. Bahwa hidup terus berjalan, lepaskan hal yang hanya mengikatmu pada ketidakpastian. Lalu semesta akan membantumu meraih sesuatu yang baru.
Itu teori yang sudah hampir dua tahun Jungkook pelajari. Sudah ia praktekkan tiap pertemuan, sudah dua belas bulan ini ia kumandangkan di mimbar. Di depan puluhan peserta. Bahwa release itu mudah. Semudah kita menjatuhkan pulpen dari tangan.
Banyak orang percaya, banyak yang akhirnya memutuskan ikut kelas dan bimbingan personal. Karena yakin akan penjelasan Jungkook. Dan sebagian besar dari mereka optimis akan berhasil. Sebagaimana yang Jungkook jelaskan panjang lebar.
Tapi teori tak semuanya sesuai realita. Berbicara lebih mudah daripada menjalani. Itu yang sedang terjadi. Pada kurun waktu dua tahun Jungkook berdiri sendiri.
Selama itu pula, semakin Jungkook berusaha, semakin sulit rasanya untuk lupa. Semakin ia menjauh semakin banyak kenangan yang datang, membanjiri ingatan Jungkook yang terbuka tanpa penghalang.
Jungkook diamuk habis-habisan oleh rasa rindu, lalu diseret dengan tragis ke depan realita. Realita bahwa semua sudah tidak ada. Semua sudah tidak sama.
Memori tiga tahun silam mustahil untuk terulang. Kenyataan yang mengoyak batin Jungkook hidup-hidup. Kenyataan bahwa Taehyung telah pergi. Tidak menoleh lagi. Seolah Jungkook tidak pernah ada dalam hidupnya. Seolah semua yang mereka lalui bersama hanya rekayasa semesta.
Jungkook merana sendirian, menangis tanpa suara di sudut jendela. Di kamar yang sama yang mereka tempati tiga tahun lalu. Kamar yang menjadi saksi bagaimana mereka menyatu.
Sudah pernah Jungkook berusaha mengejar Taehyung. Memperjuangkan haknya sebagai pecinta gila yang haus pengakuan dan perhatian. Tapi tak seperti drama romansa yang berakhir bahagia. Jungkook justru menemui luka. Saat Taehyung secara terus menerus menolaknya. Mendepaknya, lalu terakhir mengusirnya seperti pengemis jelata.
Jungkook berakhir menangis di bis. Selama perjalanan pulang. Membawa harapan yang sudah hancur tak berbentuk. Taehyung menolak bertemu Jungkook bahkan sebelum melihat wajahnya.
Sebenci itukah dia?
Jungkook meremat ujung kemejanya, ada setitik air mata yang coba ikut merayakan kepedihan. Air mata yang lekas saja Jungkook enyahkan. Ia tak sudi menangisi pria itu lagi. Meski dalam hati masih cinta mati.
Jungkook memanaskan teko listrik untuk membuat kopi hitam kesukaannya. Lagi-lagi ia teringat padanya. Pada masa dimana Jungkook bertingkah seperti istri. Membuatkan Taehyung kopi saat pria itu baru bagun di pagi hari dan menyiapkannya air panas saat akan mandi. Di sini, di tempat ini.
Sambil menunggu air mendidih, Jungkook membuka laptopnya. Besok ada jadwal personal coach untuk peserta terbatas yang berjumlah tiga orang.
Para calon klien yang memilih personal coach biasanya sudah ditahap akut untuk me-release sesuatu. Biaya yang mereka keluarkan jauh lebih besar. Karena tidak seperti seminar yang dihadiri 20-30 orang. Personal coach hanya dibatasi maksimal 10 orang yang akan duduk melingkar dan Jungkook menjadi pusatnya.
Karena besok hanya ada 3 orang, maka mereka akan diperlihatkan video seminar dulu. Sebelum akhirnya bertemu Jungkook secara face to face untuk berbicara lebih dalam tentang kendala mereka.
Jungkook membahas latar belakang para calon klien mereka bersama Jimin sang asisten. Untuk memahami pertanyaan apa yang akan para klien ajukan esok pagi. Jadi Jungkook bisa menyiapkan jawaban yang sistematis mulai malam ini.
Setiap calon klien berhak untuk merahasiakan identitas pribadinya demi privasi mereka. Tak jarang ada yang memakai nama tokoh idola, pemain sepak bola, anime, tokoh superhero sebagai panggilan mereka.
Maka Jungkook tidak heran saat membaca tiga nama aneh yang muncul di layar.
1. Lady Deathstrike
2. Cat Woman
3. Ennis D' AmorJungkook tertawa membaca nama-nama mereka, hiburan tersendiri dengan kekonyolan para calon kliennya. Selain nama yang disamarkan. Khusus untuk personal coach ini. Dimana sesi empat mata diadakan selama sejam perorang.
Para calon klien boleh untuk tidak memperlihatkan wajahnya dengan memakai topeng. Karena apa yang akan mereka ceritakan sangat privasi dan rahasia. Beberapa orang merasa lebih aman dan nyaman untuk menyembunyikan identitasnya.
Sebelum tengah malam, Jungook menyelesaikan rangkumannya. Ia melihat Jimin sudah memutuskan panggilan sejam yang lalu untuk tidur.
Jungkook menutup laptopnya. Meletakkan kembali kertas dan pulpen ke laci. Sebelum naik ke ranjang, ia meneguk habis kopinya yang tersisa sedikit. Bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum berangkat ke alam mimpi.
Jungkook tidak suka tidur dengan cahaya lampu yang terang, juga tak suka kegelapan. Ia memadamkan seluruh lampu ruangan menyisakan lampu tidur di nakas. Menarik selimut putih tebal itu hingga ke dada. Seakan ada sesuatu yang memeluknya dari belakang. Jungkook menoleh dan mendapati bahwa itu hanyalah bayang-bayang tiga tahun yang lalu.
Bayang-bayang Taehyung yang memeluknya erat, selagi ia terlelap. Jungkook menarik napas, berusaha menekan rindu kemudian membunuhnya dengan kejam.
Tapi rindu punya banyak nyawa, saat Jungkook membunuhnya malam ini. Ia akan bangkit lagi esok pagi. Seperti yang sudah-sudah. Saat Kemarin malam sudah yakin memenggalnya dengan metode release beberapa kali. Malam ini rindu datang kembali. Seakan menantangnya, mengancamnya dengan kenangan yang lebih kuat.
Jungkook mencoba me-releasenya lagi, sekian kali. Ini berhasil untuk sementara, membuat Jungkook akhirnya memejamkan mata.
Paginya seperti biasa, alarm Jungkook adalah kebiasaannya bangun pagi tiap hari. Alam bawah sadarnya membuat sistem terjaga otomatis setiap jam lima pagi.
Jungkook akan melakukan olahraga ringan beberapa menit di balkon. Menghadap cahaya matahari yang bersinar terang. Lalu duduk minum kopi setelahnya. Kemudian mandi air hangat, dan bergegas turun untuk sarapan.
Tepat pukul delapan Jungkook sudah duduk di salah satu meja. Membawa beberapa menu favorit di piringnya. Termasuk membawa semangkuk salad buah sebagai makanan pembuka.
Ia melihat Jimin datang dengan senyuman. Setiap saat pemuda selalu pamer gigi manisnya pada setiap orang yang ia temui.
Jimin membawakan Jungkook secangkir kopi yang membuat Jungkook menaikkan alisnya.
"Aku tahu kau butuh caffeine. Kau pasti begadang semalam dibawa berputar-putar oleh kenangan," tebaknya.
"Tidak juga, apa gunanya metode yang kupelajari—"
Jimin tertawa, memecah kalimat Jungkook yang belum tuntas.
"Bullshit!"
"Taehyung pasti masih mendatangimu semalam," goda Jimin lagi.
"Ya, dia memelukku sebentar."
Jimin tertawa girang, merasa menang karena tebakannya benar. Jungkook tidak benar-benar bisa melupakan Taehyung seperti apa ia ajarkan pada orang-orang. Jungkook masih lah Jungkook yang sama seperti dua tahun lalu saat Taehyung meninggalkannya.
Bedanya, Jungkook hari ini tak lagi mengejar Taehyung. Tak lagi berharap tentang pertemuan kedua dengan pria itu. Jungkook melepas ambisinya tapi bukan kenangannya. Jungkook berhenti mengharapkannya, tapi tak berhenti untuk mengingatnya.
Tbc
Based on true story?
YesKomen terbanyak?
Dapat pdf free?
Yuk gass
KAMU SEDANG MEMBACA
The Power of Love ✅ (End)
Hayran KurguJimin tertawa girang, merasa menang karena tebakannya benar. Jungkook tidak benar-benar bisa melupakan Taehyung seperti apa ia ajarkan pada orang-orang. Jungkook masih lah Jungkook yang sama seperti dua tahun lalu saat Taehyung meninggalkannya. Beda...