Octagon 3 - 103 : Satu Hari Nanti

236 31 50
                                    

Gerakannya refleks menunduk, sambil pula mengulum bibir bawahnya, untuk menghentikan suapan selanjutnya yang diberikan padanya. Rasanya tak lapar--Soobin merasa tak merasakan apapun. Padahal jelas adanya, semua duka terpendamnya perihal kematian sang Ibu bisa dipatahkan sekarang--ternyata sang Ibu masih sehat adanya.

Karena itu, satu orang pelayan perempuan yang tengah menyuapinya makanan di kasur menurunkan suapannya.

Karena itu juga, Soobin perlahan berucap, meminta tolong padanya. "Boleh... keluar, 'kan?"

"Tapi luka Anda ada banyak dan masih basah."

Soobin melirik ke arah punggungnya sendiri, walau tak terlihat.

Namun nyatanya, sang kakak menambahkannya lagi di perut, Samping, nyaris ke tengah. Kakaknya, berdasar pekerjaan dan pendidikannya, tentu tahu apa yang dilakukan terhadap tubuhnya.

Untuk memperkuat bukti, bahwa Soobin telah mati.

Dibiarkan kehabisan darah... katanya?

Entah, Soobin tak tahu dan tak mau tahu detailnya.

"Aku mau keluar." Soobin mencoba menatap, lalu tersenyum tipis. "Boleh bantu, bawa kursi rodanya ke sini?"

"Anda tidak boleh banyak duduk. Bagian perut itu tidak boleh sering terlipat--"

"Tolong?" Soobin meminta lagi.

Kebetulan saat itu, dari arah pintu yang terbuka setengah, Seungcheol masuk ke dalam. Perempuan itu segera menaruh piring di samping meja, dan kemudian berdiri dan pamit undur diri. Seungcheol pun tersenyum padanya, sebelum mendekat pada Soobin dan merapikan kemejanya.

Soobin agak mengernyit heran--amarahnya tak sepekat semalam, walau masih tersisa sedikit.

"Mau kemana... Kak?"

"Kembali ke Batavia." Seungcheol menjawab, tersenyum lembut untuk sang adik agar tak membuatnya terbebani. "Rumah masih berduka. Kakak tak boleh sering pergi--ini pun dengan alasan pekerjaan. Nyatanya, kakak perempuan kamu juga sampai mengirim e-mail."

Tak ada pertanyaan dari Soobin, yang masih menatap bingung.

Seungcheol hanya menjelaskan sedikit. "Ya, mengutuk Kak Sangkala karena pergi, seolah tak peduli pada kamu."

"Um..." Soobin mengulum bibir bawahnya, mengangguk pelan. Lalu mencoba untuk terbiasa dengan keadaannya. "Tapi... sampai kapan mau sembunyiin semua ke Kak Suzy? Pasti... Kak Suzy menderita karena kehilangan Ibu, dan... gue, uhm... aku..."

Ada senyuman lagi dari Seungcheol yang perlahan mendekat.

Tetapi Soobin masih memberikannya batasan yang ketara.

Maka, Seungcheol yang sebelumnya berniat duduk di tepian, memilih hanya berdiri sambil mengancingkan pergelangan lengan kemejanya. "Bisa memakan waktu. Kak Sangkala pikir, mungkin di atas satu tahun."

Jelas tatapan Soobin menjadi kecewa.

Seungcheol juga tak terkejut akan itu. "Ini tentang Ayah. Kita harus buat Ayah berhenti dahulu. Sekarang masalah Ayah kamu itu, sedang takut dihancurkan lagi oleh keluarga Prananto. Padahal di sini, pihak Prananto tidak melakukan apapun. Justru semua dimulai dengan dendam Ayah, yang mau membunuh Rastafara, dan itu terdengar, jelasnya diketahui, oleh Prananto. Maka dari sana siap sedia. Dari pihak kita, jelas juga, Ayah tak pernah mau salah. Jadi, perang mungkin adanya."

"Tapi Kak Hongjoong... gak bisa jadi ketua, 'kan...?"

Hanya sedikit miring, Seungcheol meminta pertanyaan lebih jelas.

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang