Gadis berambut panjang sebahu itu membawa nampan berisi kopi dan juga kue coklat yang baru saja ia pesan. Dia menggulirkan bola matanya ke seluruh sudut Lotus café. Helaan napas panjang keluar dari mulutnya saat tidak menemukan kursi yang kosong, bahkan di bagian luar kafe juga sudah penuh oleh pengunjung.
Sampai akhirnya matanya menangkap salah satu pengunjung yang berdiri dan menjabat tangan orang yang ada di depannya. Laki-laki dengan kemeja kotak-kotak terlihat pergi dan membuat senyuman di wajah gadis itu mengembang. Dia mendapatkan kursinya sekarang!
Dengan langkah tergesa-gesa, dia segera menuju ke kursi itu karena takut jika kursi yang ingin ia tempati dipakai orang lain. "Selamat sore," ucap gadis bernama Kirania kepada seorang laki-laki yang sedang sibuk dengan ponselnya.
Laki-laki di depannya mendongak dan menatap Kirania yang berdiri di depannya sambil memegang nampan berisi kopi dan juga kue. Dia tersenyum dan menganggukkan kepalanya sedikit sehingga memberikan kesan ramah. Kirania terlihat sedikit gugup dan matanya melirik ke samping kiri beberapa saat.
"Gue boleh duduk di sini?" tanyanya. "Cuma tempat ini yang kosong," lanjutnya.
Laki-laki itu mengangguk. "Ya, lo boleh duduk di sini." Kemudian dia kembali sibuk menatap layar ponselnya.
"Terima kasih," ucap Kirania dengan nada lirih.
Dia duduk dan mencoba membuat dirinya nyaman duduk di satu meja yang sama dengan orang asing yang terlihat fokus dengan benda pipih di tangannya. Dengan pelan, Kirania menyeruput kopinya yang masih panas dengan mata yang melirik ke arah laki-laki di depannya. Tanpa ia duga, orang yang sedang ia lirik mendongak dan netra mereka bertabrakan satu sama lain.
Dia segera melempar pandangannya ke arah cangkir berisi kopi hitamnya yang masih mengepulkan asap. Ah! Kirania tidak berani lagi melirik ke arah orang asing di depannya itu.
"Lo mau kenalan sama gue?"
Gadis berambut coklat tua tersebut mendongak dengan mata sedikit melebar. "Hah?"
Kemudian laki-laki di depannya meletakkan ponselnya di atas meja dan terkekeh pelan. "Lo lihatin gue jadi gue pikir lo pasti penasaran sama nama gue," ucapnya.
Kirania tersenyum dengan wajah memerah. "Maaf kalau gue kesannya nggak sopan karena udah lihatin lo. Gue nggak ada maksud apa-apa, kok. Sumpah!" Dia terdengar sedikit panik.
"Nama gue Cakra," ucap laki-laki di depan Kirania dengan tangan yang sudah terulur ke depan.
Kirania mendongak dan menatap mata coklat gelap yang kini juga sedang melihat ke arahnya. "Gue Kirania," jawabnya sambil menerima uluran tangan Cakra.
Cakra tertawa pelan. "Lo kerja di mana?" tanyanya.
"Gue kerja di PT. Indomakmur Lestari," jawabnya.
Laki-laki di depan Kirania melebarkan mata kaget. "Gue juga kerja di sana," katanya sambil menunjuk bangunan gedung yang ada di seberang kafe itu dengan jari telunjuknya.
Kirania tersenyum. Kebetulan sekali bertemu dengan orang yang bekerja di tempat yang sama. Dia memang harus menjalin pertemanan karena sekarang dia sudah tidak tinggal di Jogja lagi.
"Lo di bagian apa?" tanya Kirania.
Cakra baru saja hendak menjawab ketika ponselnya bergetar dan memecah fokusnya. Dia segera meraih benda pipih itu dari atas meja dan menatap nama si penelepon. Senyumnya terbit setelah membaca pesan singkat yang muncul di layar ponselnya. Sementara itu, Kirania menebak di dalam hatinya dengan senyuman tertahan.
"Pasti dari pacarnya."
"Maaf banget, gue harus pergi sekarang. Lain kali kalau kita ketemu lagi, kita bisa ngobrol lebih lama dari ini. Senang kenalan sama lo," ucap Cakra sambil berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Sendu
RomanceKirania pikir, menjadi sahabat dari seorang Cakra Aryasatya Wijaya saja sudah cukup. Kenyataannya, seiring berjalannya waktu, perasaannya tumbuh dan semakin lama semakin mencekik. Sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya ke...