Makan malam hari itu adalah yang termenyebalkan sepanjang hidupku. Tentu saja jika bukan karena berita aneh yang sangat mendadak itu, maka aku tidak akan gelisah seperti ini.Ke mana hilangnya sikap tidak peduliku? Tentu tidak hilang. Bagaimana bisa aku tetap tidak peduli jika suatu hari Mom berkata, "Aceline, aku punya berita bagus untukmu!" Sambil ia tersenyum hiperbolis dan akan terlihat memuakkan apabila dia bukan Mom. Pastilah bukan berita bagus untukku jika ia begini.
Karena sebelumnya pun ini pernah terjadi.
Pernah saat musim panas tahun lalu ia berkata dengan nada dan senyum yang sama padaku. Dan tebak apa yang kudapat, sebuah bikini! Well, mungkin jika hanya sebuah bikini tentu aku tidak akan terkejut. Tapi, bikini ini lebih berbentuk seperti sebuah lakban yang jika kupakai dan kulingkarkan di sekitar dada. Apa kau percaya itu? Tidak. Aku pun tidak. Tapi itu nyata.
Katanya aku terlalu banyak di rumah dan jarang bermain, mumpung musim panas, aku disuruh ke pantai dan bermandikan cahaya matahari agar kulitku kecokelatan seperti Ashley—anak tetangga yang modis dan terlihat seperti tante-tante.
Oh, Mom, kadang bisa jadi sangat menyebalkan.
"Kau akan bertunangan!" lanjutnya masih dengan senyuman itu. Aku melirik Dad, dan dia tersenyum kecil sambil memasukkan potongan makanan terakhir ke mulutnya.
Kedua orangtuaku telah gila. Perlukah kuhubungi rumah sakit jiwa?
Mom mengelap bibirnya yang berminyak, lalu kembali senyum. Dan tidak se-hiperbolis tadi. "Dengan Alois Fernando..."
Percayalah kalian, aku baru saja dari dokter THT minggu lalu, karena pendengaranku sepertinya sedikit bermasalah--yang sekarang sudah baik-baik saja. Tidak mungkin pendengaranku kembali memburuk dalam waktu semingu sedangkan aku mengurangi memakai headset.
Berarti, satu-satunya yang bermasalah adalah lidah Mom yang mungkin terpeleset akibat minyak yang menempel--itu tidak mungkin sebenarnya.
Jika kalian bertanya kenapa aku tidak menolak atau protes, jawabannya sederhana: perkataan Mom adalah hal mutlak.
Lagipula siapa itu Alois Fer apalah itu?
Pernah aku memprotes entah karena apa, dan ia menyita seluruh peralatan game-ku selama dua bulan. Bayangkan! Dua bulan tanpa game!
Kendati kau menangis, meraung, atau mencakari pintu hingga kuku berdarah demi mendapatkan kembali game itu, tidak akan mengubah keputusan Mom. Hatinya telah hilang entah sejak kapan.
"Aceline," panggil Dad yang menyentakkan lamunanku. "Mengapa kau melamun, sayang? Ikut bahagia, dong, seperti ibumu."
Yeah, Dad, aku akan bahagia jika berita bagus Mom adalah ia akan membuatkan ruangan khusus game untukku.
"Nevermind, Dad. Kapan kami dipertemukan?"
Aku tidak mau hidupku terikat dengan status menggelikan yang disebut tunangan. Pokoknya tidak mau. Lagipula aku masih SMA astaga!
"Secepatnya! Kau setuju, kan? Iya, kan? Iya, kan?"
Mom, andai kau bukan ibuku... ugh.
"Tapi, Mom, aku masih SMA astaga! Aku tidak ingin menikah muda!" Aku mengerang frustasi.
"Oh, sayangku, karena kami--aku dan Dad-mu--tidak bisa sering mengawasimu dan kau selalu kesepian di rumah, lebih baik kau punya pendamping secepatnya. Percayalah, dia ini orangnya baik, status keluarganya juga tidak memalukan, iya, kan?" Mom menoleh ke arah Dad meminta persetujuan. Dad pun menangguk—dan sudah pasti mengangguk. Dia selalu setuju dengan semua perkataan atau keputusan Mom.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Heart [revisi]
Mystery / Thriller[Black heart resmi di unpub sebagian.] Perempuan gamers? Itulah Aceline Constance. Tidak jarang mendapat sebutan sebagai orang yang tidak punya hati. Tiba-tiba serangkaian nasib sial menghampirinya. Dimulai dari pertunangan yang mendadak dengan pria...