#4 Dikucilkan Masyarakat

34 4 0
                                    


Aidah keluar kontrakan. Ia mengenakan gamis hijau dan warna yang sepadan dengan hijabnya. Aidah berjalan keluar untuk membeli sarapan. Embusan angin pagi menyeruak ke dalam hijabnya, hingga membuat hijabnya dihempas angin pagi dan mengikuti aliran udara yang tak tentu arah.

Aidah sedang mencari tukang nasi uduk di dekat kontrakannya. Karena ini pertama kali ia tinggal di lingkungan baru, jadi belum banyak tahu daerah tersebut. Walaupun desa tempat tinggalnya sekarang tetanggaan dengan desa pesantren. Dalam perjalanan, Aidah melihat ibu-ibu sedang berjalan yang arahnya.

Beberapa dari mereka saling berbisik satu sama lain.

"Eh, itu anak Kyai yang berzina itu kan?" bisik Ibu Romlah ke telinga teman di sampingnya.

"Iya, dia kan yang lagi heboh di desa sebelah. Pesantren zina itu loh."

"Eh, di Facebook dia juga lagi heboh loh. Kayaknya udah terkenal di mana-mana deh," bisik Ibu-ibu yang lain.

Aidah pun merasa, kehadirannya di tempat itu sepertinya sudah diketahui oleh warga sekitar. Aidah juga merasa kalau tiga ibu-ibu yang ada di hadapannya sangat tidak nyaman ia berada di sini dan sedang membicarakannya.

"Neng, mau ke mana?" tanya Ibu Romlah dengan nada angkuh.

"Saya mau be- ...."

"Pagi-pagi gini, mau cari cowok lain ya? Satu-satu dulu, Neng. Itu aja belom lahiran kan. Ngebet amat," tambah Ibu Suri memfitnah dengan suara keras.

Kebetulan jalanan itu sedang ramai orang lalu-lalang. Karena memang, biasanya setiap pagi, warga di sana punya kebiasaan untuk tidak memasak dan memilih membeli makanan jadi yang sudah dijual oleh warga lainnya. Jadi, jalanan pasti dipenuhi ibu-ibu dan beberapa remaja yang ingin membeli sarapan di pinggir jalan.

Karena suara keras dari Ibu Suri, akhirnya orang-orang di sekitar menatap Aidah dengan penuh maksud. Mereka semua saling berbisik. Karena memang wajah Aidah sudah muncul di berbagai media. Hingga akhirnya ada seorang pemudi yang dengan beraninya melemparkan botol air mineral kosong ke arah Aidah.

"Hei, pergi sana! Jangan ada di kampung sini. Pakaian doang muslimah, tapi kelakuan kaya iblis!" ucap pemudi yang mengenakan kerudung terlilit di lehernya.

Aidah semakin merasa tidak nyaman. Ia khawatir dengan anak yang dikandungannya. Ia pun menunduk sambil berjalan cepat menjauhi kerumunan. Orang-orang pun menyoraki kepergian Aidah dari tempat tersebut.

***

"Mi, Aisyah mau bawa makanan untuk Aidah dulu ya."

"Oh iya, sana-sana, cepat. Nanti dia kelaparan."

Aisyah pun bersegera menuju kontrakkan Aidah.

"Kak, saya ikut ya. Saya mau lihat keadaan Aidah," pinta Ustazah Hani.

"Boleh, yuk."

Setelah Umi berhasil menenangkan emosi Kyai, akhirnya Kyai mau duduk dan menenangkan dirinya. Kyai mengurungkan diri untuk melabrak Joko dan Herman. Kondisi pesantren yang semakin kacau, membuat Kyai jadi serba salah dan bingung mau marah dengan siapa. Bukan hanya kacau, sekarang pesantren rusak dengan segala fasilitas yang sudah dihancurkan oleh warga sekitar.

Kyai, Umi, dan Ustaz Zakaria mencoba memikirkan jalan terbaiknya. Bahkan Ustaz/ah lainnya juga turut membantu.

***

"Hei, sana-sana. Jangan beli di tempat saya. Nanti pembeli saya pada kabur," ucap Ibu Santi, penjual nasi uduk yang dagangannya paling laris satu kampung.

JATUHNYA CATATAN MALAIKAT RAKIB (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang