EPILOG

3.2K 171 5
                                    

Xavier menarik napas panjang-panjang sambil mematut dirinya di depan cermin. Ia menghela napas sama kerasnya. Tubuhnya terbalut setelan kerajaan. Tetapi, bukan setelan biasa. Setelan itu berwarna biru tua dengan selempang di pundaknya. Setelan raja.

Dulu, ia pernah melihat ayahnya menggunakan setelan sejenis. Kali ini, ia yang menggunakannya.

"Yang Mulia, apa Anda sudah siap?" Kalimat itu membuat Xavier terlonjak. Ia mengangguk mantap sebelum keluar dari kamarnya.

Hari ini adalah hari pelantikannya dan ia ingin hari ini jadi hari yang terbaik yang bisa ia punya. Kakinya melangkah pasti ke arah balai tempat diadakan acara.

Pintu terbuka dan banyak orang berdiri di sisi kiri dan kanan. Xavier melangkah masuk perlahan, menatap ke depan.

Sebuah podium berdiri megah dengan Zenith di sana. Aria berada di kiri sementara Lucius, Sera dan Phyrius berada di kanan.

Xavier lagi-lagi menghela napas ketika sampai di depan podium. Seorang tetua datang dengan tongkat dan mahkota.

Mata Xavier melirik ke arah Zenith sejenak sebelum ia mulai membaca sumpahnya. Tongkat itu kini diberikan kepadanya, begitupula mahkota tersemat di atas kepalanya.

"Hidup Raja! Hidup Raja!" Teriakan itu menggema tepat ketika acara selesai.

Xavier hanya bisa mengulum senyum. Hari ini, ia telah resmi jadi seorang raja.

Matanya melirik lagi ke arah kiri. Menatap sejenak Aria yang berpakaian sangat cantik. Maksud hatinya ingin menyapa, tetapi, ia mau tak mau harus diarak keliling ibu kota sebelum melakukan kegiatan lain.

Seusai arak-arakan, Xavier berjalan kembali ke istana. Ia berjalan pelan ke sebuah pintu di sayap kanan lalu mengetuk pintu itu pelan.

Pintu tak lama terbuka dan seorang anak kecil menyembul dari baliknya.

"Ayah!" Ia berteriak sambil melompat ke pelukan Xavier. Gadis kecil itu tak peduli jika ayahnya kini seorang raja.

"Xave," ucap Xavier sambil memeluk lalu menggendong anak itu penuh sayang. Ia membuka pintu, mendapati Aria di sana. "Hai, Aria."

Aria buru-buru berdiri dan membungkuk hormat. Melihat itu, Xavier tertawa geli.

"Kamu itu ibu dari anakku, berhentilah bersikap seformal itu." Xavier tertawa sambil meletakan Xaveria di tanah agar gadis kecilnya bisa berlarian lagi.

Aria diam. Ia kikuk dan canggung. Banyak hal yang terjadi dan terlewati. Pertunangan Xavier, kehamilannya, Xaveria, hingga ketika negara berada pada titik puncak tersulit.

Hari itu, Aria yang sadar bahwa semua yang terjadi di Verona adalah ulah Lionel. Pada akhirnya, Aria, Zenith dan Raja Alderon menyusul Xavier. Untungnya, semua belum terlambat. Xavier berhasil ditolong dan Lionel berhasil diringkus.

Kerjasama dengan Verona tetap berjalan. Aria tak terlalu memerhatikan terkait apa yang terjadi. Tetapi, sepertinya, semua baik-baik saja.

Xavier tak dipindahkan dari pewaris kerajaan. Bukan tanpa sebab, Xavier memang selalu cocok berada di sana. Walaupun, ia pernah melakukan kesalahan.

Satu tahun berlalu sejak kejadian itu, semuanya tampak damai dan terasa baik-baik saja. Aria kembali tinggal di istana. Sejujurnya, Aria ingin pergi kembali ke Methia—atau ke mana pun. Tetapi, Zenith tidak mengijinkan. Ia ingin ikut menjaga Xaveria, juga menghabiskan waktu bersama cucunya. 

Keberadaan Xaveria memang sudah diketahui tetapi belum dipublikasikan. Aria pun enggan untuk mengumbarnya. Ia ingin hidup tenang untuk Xaveria. Tetapi, hidup tenang itu tak akan lama jika Xavier terus menerus datang ke kamarnya.

"Kamu belum memutuskan?" tanya Xavier sambil duduk di sofa kecil. Ia menatap Aria memohon. "Seorang raja melamarmu, dan kamu menolaknya?" Ia berkelakar sambil tertawa kecil.

Aria memutar bola matanya. Ia melirik ke arah Xaveria. Anaknya itu akan tumbuh besar dan mungkin, gadis kecil itu akan sadar apa yang terjadi.

"Aku ingin Xave punya orangtua yang lengkap. Juga, karena aku masih sangat mencintaimu, Aria. Kumohon." Xavier memeleas.

Aria menarik napas. Satu tahun ditunggu Xavier, memang rasanya cukup aneh. Wanita itu tak bisa bohong. Perasaannya pada Xavier tidak bisa pudar setitik pun. Tetapi, kesiapannya, apakah sudah?

"Aria?" Xavier menegur. "Kamu melamun?"

Aria menggeleng. Ia menatap Xavier lembut. "Jika aku mengatakan, ya, apakah kita akan langsung menikah?"

Mendengar itu, Xavier menarik napas. "Aku serahkan padamu. Tetapi, aku harap kita bisa menikah segera."

Kini, Aria melirik ke arah Xaveria sejenak. Ia terlihat berpikir kemudian menghela napas sekeras-kerasnya. "Baik."

"Apakah baik itu artinya 'ya'?" Xavier kini membulatkan matanya. Ia tampak gembira.

"Bisa jadi."

"ARIA!"

Aria tertawa. Ia beranjak ke arah lain. "Pikirkan saja sendiri," ucapnya sambil menuju ke arah dapur kecil dalam kamar itu. "Aku ingin menyeduh teh dulu."

Xavier mendecih kecil. Ia tahu Aria masih malu. Dan memang, sudah seharusnya begitu.

Dadanya kini terasa begitu ringan. Rasanya, penantiannya terbayar sudah. Ia harap, ia bisa menebus kesalahannya.

Xavier mendekat ke arah Xaveria yang mencoret-coret sesuatu di kertas. Si gadis kecil yang sudah berusia dua tahun lebih ini mulai sering melakukan aktivitas seperti itu. Ia duduk di sebelah Xaveria. Tangannya membelai Xaveria lembut. "Xave, dengar! Ayah dan ibu akan segera menikah!"

Xaveria jelas tampak bingung. Ia menunjukan mimik tak mengerti.

Aria menengok dari arah dapur. "Jangan membuat Xaveria bingung!"

Xavier tertawa mendengar itu. Ia tersenyum. Kali ini, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menebus kesalahannya, menghadapi semuanya dengan lebih berani dan mencari kebahagiaan dengan keluarga kecilnya ini.

**TAMAT**

Hai, ini kenken!

Akhirnya cerita ini tamat! hehe

Cerita ini memang tamatnya begini, dari awal memang dirancang nggak sepanjang LUCIUSERA. Malah aku kaget jadi hampir 40 bab padahal outline ku 25-30 bab. Anyway, semoga kalian menikmati cerita kali ini juga! 

Seharusnya, ini ceritanya berlatar modern gitu, sih. Tapi, kayaknya cocok masuk sini dan aku juga nggak tau kenapa nggak nge-feel lagi ambil modern-setting gitu /gawat! HAHAHA

Sekian cuap-cuap dari aku~ Sekali lagi, terima kasih banyak sudah membaca cerita ini. Ketemu di karya-karyaku yang lain yuk!

ECLIPSIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang