"200 keping emas untuk aksesoris ini."
Aesther membelalakkan kedua matanya. Seharusnya aksesoris itu bisa terjual hingga 1000 keping emas di Ibu Kota. Mana mungkin ia hanya mendapatkan 200 keping emas.
"Saya rasa Anda menghargainya terlalu murah. Saya mendapatkan aksesoris ini dari Kerajaan Detrio. Di Ibu Kota harga aksesoris ini bisa mencapai 1000 keping emas. Harga yang Anda berikan bahkan tak mencapai setengahnya."
Si penjual perhiasan berdecak sebal.
"Kalau begitu kau jual saja aksesoris itu di Ibu Kota! Belakangan ini sulit sekali menjalankan bisnis di wilayah Utara setelah pemberontakan. Kau tak akan mendapatkan harga yang lebih baik dari tempat ini di seluruh wilayah Utara."
"Tetap saja harga yang Anda berikan terlalu rendah."
Pria tambun dengan gigi perak itu tersenyum remeh, "Kalau begitu tak ada pilihan lain selain pergi dari sini."
Aesther menghembuskan nafas kasar. Ia lalu mengambil kembali aksesorisnya dan segera keluar dari toko tersebut. Namun sebelum dirinya sepenuhnya keluar dari toko itu, ucapan sang pemilik toko membuat langkahnya terhenti.
"Kalau kau ingin mendapatkan lebih banyak uang pergilah ke penginapan Rubia di bagian Barat kota. Temui orang bernama Terrence dan katakan bahwa kau membawa barang bagus. Jika kau beruntung mungkin akan ada orang yang mampu membayar lebih. Mereka menjual 'apapun' di sana."
Aesther tak mengatakan apapun dan melanjutkan langkahnya.
"Bagaimana?"
Aesther menoleh ke arah Chris yang berdiri menyandar pada dinding luar toko. Ia menggelengkan kepalanya. Tangannya bergerak untuk memasukan aksesoris yang ia miliki ke dalam saku.
"Sepertinya Saya harus pergi ke tempat lain terlebih dahulu. Anda bisa tinggal di penginapan terdekat sembari menunggu imbalan yang Saya janjikan."
Chris mengamati ekspresi Aesther dalam dalam.
"Apa jaminan bahwa Anda akan kembali kemari? Bisa saja Anda kabur tanpa memberikan imbalan yang Anda janjikan bukan?"
Ucapan Chris membuat Aesther merasa sedikit jengkel. Apakah dirinya terlihat seperti orang yang mempu memberikan jaminan? Tapi dirinya tak menginginkan bila Chris harus mengikutinya kemanapun.
"Saya bersumpah atas kesucian nama Saya bahwa Saya akan kembali setelah menyelesaikan urusan."
"Nama Anda?"
"Sam," ucapnya dengan suara lirih, "Samuel. Anda bisa memanggil Saya dengan nama itu. Dan Anda tak perlu bersikap formal pada Saya."
Sudah lama sekali semenjak terakhir kali Aesther menggunakan nama itu. Kehidupannya sebagai Aestheria Formire van Leuksenberg telah menghapus nama yang sempat ia pakai di awal sepuluh tahun hidupnya.
Iris biru Chris menatapnya dalam dalam.
"Baiklah, jika Anda menginginkan hal tersebut. Saya akan menunggu di bar itu." Ucap Chris sembari menunjuk sebuah bar kecil di seberang toko perhiasan.
Sang Pangeran mengangguk kecil.
"Kalau begitu Saya pergi terlebih dahulu."
Jarak antara toko perhiasan hingga Penginapan Rubia tak terlalu jauh. Tak banyak orang berkeliaran di sore yang damai ini.
Setelah mengamati sekelilingnya, Aesther akhirnya menemukan penginapan yang dimaksud. Penginapan itu cukup besar dan tergolong cukup mewah dibandingkan penginapan lain di pinggiran kota. Namun sepertinya tak banyak orang yang menginap di situ.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Crown (Chanjin)✔️
Fiksi SejarahSamuel tak pernah inginkan tahta. Ia hanya ingin hidup tenang seperti saat dirinya masih hidup di luar istana bersama ibunya yang merupakan rakyat biasa. Namun darah kerajaan yang mengalir dalam tubuhnya membuat dirinya tetap jadi ancaman bagi tahta...