chapter 十三

199 37 23
                                    

HAPPY READING

13






Langkahnya bergerak tergesa-gesa kembali duduk di tempat semula. Gugup merelungi seisi tubuhnya. Felix nyaris merutuk tatkala pecahan kaca cangkir teh masih berada di dekat kaki meja. Bahkan ia tidak sempat untuk sekedar mengganti kemeja putih Hyunjin—yang ia gunakan tanpa seizin pemiliknya. Bibir Felix tergigit pelan. Ia tidak ingin menebak hal apa yang akan menimpanya kemudian.

Dua belah pintu terukir sontak berbunyi di kala seseorang mendorongnya pelan. Debaran semakin terkencar-kencar memenuhi dada pemuda yang tengah duduk membelakangi pintu kecokelatan gelap. Felix tidak dapat menoleh ke belakang sekali pun. Telapak tangannya yang dingin menyentuh ujung kemeja Hyunjin di tubuhnya. Dalam diam ia menebak-nebak akan siapa sosok yang baru saja memasuki ruangan pribadi sang Jenderal tertinggi. Meskipun ia tahu, kendati demikian Felix terus-menerus menolak mempercayai satu nama mutlak atas seluruh dugaannya.

"Ada apa dengan kemejamu?"

Nyaris terjungkal saking terkejutnya, Felix sontak menoleh ke belakang dengan mata membelalak dan mendapati Hyunjin yang tengah membungkukan tubuhnya sedikit untuk berbisik tepat di telinganya sembari memegang kepala kursi yang Felix duduki.

Membisikan seuntai kalimat di belakang tubuhnya bukanlah opsi yang dapat Felix pikirkan. Pria ini memang selalu mempunyai seribu satu cara mengejutkan dalam menghadapi Felix.

Embusan napas terhela dari celah bibir ranum pemuda tersebut. Sungguh diluar dugaan, ia tidak menyangka jika Hyunjin akan kembali secepat ini. Sebisa mungkin ia berupaya mencari jawaban atas pertanyaan yang baru saja Hyunjin lontarkan padanya.

"Saya tidak sengaja menumpahkan secangkir teh hingga mengenai kemeja saya, Tuan. Maafkan saya karena telah menggunakan kemeja Anda tanpa izin seperti ini," tutur Felix berupaya tenang, tidak ingin Hyunjin tahu mengenai permasalahan sesungguhnya.

Hyunjin bergeming sejenak. Mata tajam pria itu menyorot pecahan kaca di dekat kaki meja. Kemeja berada di tangan Felix tampak tergenggam erat. Dari belakang, anak surai cokelat Felix terlihat sedikit menutupi sisi wajahnya. Samar-samar aroma manis tercium dari leher pemuda itu, membuat Hyunjin kian tidak ingin beralih dari posisinya. Perhatian Hyunjin beralih pada kemeja putih yang membalut tubuh pemuda itu. Terlampau besar. Namun entah mengapa, mampu menarik seluruh atensi Hyunjin dalam sekejap mata.

"Siapa yang menumpahkan teh padamu?"

Felix terkesiap. Netranya langsung terjatuh membalas tatapan Hyunjin yang masih berdiri di belakang kursinya. "Saya yang menumpahkannya, Tuan," ucap Felix hendak meyakinkan.

"Jika kamu yang menjatuhkan, pecahan itu tidak akan ada."

Ucapan Hyunjin membawa Felix kembali melirik pada kepingan cangkir porselen di bawah sana. "Mengapa seperti itu, Tuan?" Felix merasa sedikit berdebar menunggu jawaban dari sang lawan bicara.

Dentuman sol tebal mencumbu marmer gelap ruangan. Manik terang Felix mengikuti Hyunjin yang melangkah mendekati sisi meja berlawanan. "Karena jika kamu menjatuhkannya, akan ada pelayan yang membersihkan sisa pecahan itu." Hyunjin menyentuh ujung meja kokoh dengan jemari panjangnya. "Namun jika pelayan yang menjatuhkannya, tidak ada yang akan membersihkan pecahan cangkir karena pelayan itu sudah terlanjur kalut mengenai nyawanya."

Tebakan Hyunjin melesat tepat. Tidak mampu menyanggah, Felix hanya terdiam tak bersuara.

"Sapu tangan biru muda di meja menghilang." Jari telunjuk Hyunjin beringsut mengusap permukaan meja yang sedikit basah. "Kamu menggunakan sapu tangan basah untuk meredakan lepuhan, bukan?" Tatapan kedua insani itu kembali bertemu seiring pertanyaan yang terdengar mutlak, mengguncangkan debaran Felix hingga menggelegar ke puncak. Tidak Felix sangka bila Hyunjin akan mengetahui hal ini secara teliti nan lugas.

Nirvana in FireWhere stories live. Discover now