- Sheet : 26. Rumah sakit

8.3K 377 105
                                    

"Apa yang terjadi?" Tanya Rosa yang baru saja datang ke rumah sakit setelah mendapatkan kabar dari Bevan bahwa Elno—cucunya angkatnya masuk kerumah sakit, namun cowok itu tidak memberitahu kronologi nya.

Kaiyca yang sedari tadi hanya berdiam diri sembari melihat ke jendela kecil, ia berbalik menatap Rosa dan Rajash yang baru saja datang. Gadis itu berlari kecil ke arah Rosa, ia menubruk tubuh wanita paruh baya itu dengan pelukan.

"Mami, nono ...."

"Tenang ya sayang, Elno pasti ga kenapa-kenapa. Harus yakin, ya?" Ujar Rosa sembari mengelus lembut punggung gadis itu.

Dalam pelukan, Kaiyca mengangguk.

"Sebenarnya apa yang sudah terjadi, kenapa cucuku bisa berakhir disini? Jelaskan!" suara Rajash meninggi, matanya menatap tajam ke arah Leon, Marvez, Bevan dan Bahvin.

Keempat cowok itu diam tanpa berkutik, Bevan dan Bahvin saling pandang. Sebenarnya Bevan ingin saja mengatakan kronologi awal mula sebelum Elno yang jatuh sakit, kata dokter anak kecil itu mengalami ketakutan yang besar sehingga tubuhnya juga ikut bereaksi.

"Biar saya aja yang jawab, pi." Sahut Marvez, ia maju selangkah kemudian menatap dengan tenang pria yang memiliki umur cukup jauh darinya.

"Jelaskan, Marvez!"

"Tadi Kaiyca tiba-tiba muntah tapi cuman cairan bening aja pi, berulang-ulang. Pas suasana sedang panas, Bevan tiba-tiba bercelatuk kalau apa yang terjadi sama Kaiyca itu tanda-tanda kehamilan, dari sana Leon marah, dan bertindak semena-mena. Dia juga pegang pergelangan tangan Elno erat sampai memerah, bukan cuman itu doang, Leon berani membentak Kaiyca di depan anak kecil karena itu mungkin Elno takut sampai demam seperti ini." Tutur Marvez panjang lebar.

"Benar begitu, Leon, Bevan?" Tanya Rajash dengan menekan setiap katanya.

Bevan menunduk. "Iya om," jawabnya.

"Iya, gue ngelakuin itu semua, itu pantas untuk cewek murahan kayak Kaiyca. Papi mau apa? Ngebela dia terus-menerus, besar kepala nanti." Sekarang giliran Leon yang menjawab, seakan-akan buta dengan kemarahan sang ayah. Ia tetap saja membalas pertanyaan itu dengan santainya.

Rajash menghela nafas berat, "Sampai kapan kamu seperti ini, Leon?"

"Sampai papi sendiri bisa kembaliin dia ke kehidupan gue. Apa papi bisa? Gak bisa kan? If like that, please shut up."

'PLAK!'

Rosa baru saja melayangkan tamparannya kepada putranya. "Mami bener-bener kecewa sama kamu Leon, kenapa kamu jadi seperti ini? Apa kamu pernah bertanya tentang kepergian dia? Tidak Leon, kamu menilai sendiri, dan menyalahkan orang lain karena takdir yang sudah tertulis di hidupnya."

Leon diam tak berkutik, apa yang sudah terlontar dari mulut Rosa—ibunya adalah benar. Selama ini memang dia tidak pernah mencari apa yang sebenarnya terjadi saat hari itu, ia hanya tau ketika dirinya memasuki apartemen milik kekasihnya, Leon sudah mendapati Adelia yang tergeletak di lantai dan sudah tidak bernafas.

"Kalaupun Kaiyca hamil, memangnya kenapa Leon? Apa selama ini kamu sama sekali belum menyentuh gadis itu, jika memang benar. Alasan kamu apa?" Tanya Rosa berusaha tenang, ia menatap putra semeta wayangnya itu dengan sendu.

Tatapan sendu dari Rosa, membuat Leon mengepalkan tangannya. "Because I don't want my girlfriend to be sad down there." Ucapnya datar.

Alis Rajash terangkat mendengar itu, "You appreciate the girl's feelings, but not your wife's? Are you crazy for your first love?"

Jika Bahvin dan Marvez begitu sangat santai, berbeda dengan Bevan ia gelisah dan merasa sangat bersalah. Because, karena ulahnya Kaiyca mendapat perlakuan seperti ini dari suaminya—Leon.

Mulutnya memang asal ceplas-ceplos, dan ia juga tak menyangka Leon sama sekali belum melakukan hubungan intim dengan Kaiyca.

"Mami, evan minta maaf ya. Karena ucapan Evan yang asal ceplas-ceplos jadinya kayak gini." Ucap Bevan dengan lesu, entah kapan cowok itu sudah berdiri tepat di samping Rosa.

"Sudah ya, jangan bertengkar. Nono masih di dalam sana, kita ga tau apa yang udah terjadi sama nono. Dan kamu kak leon—" Kaiyca menghela nafasnya sejenak sebelum melanjutkan ucapannya.

"Kalau memang kamu begitu bencinya sama aku, kamu boleh ceraikan aku tapi jangan pernah sesekali kamu berfikir untuk misahin aku dari Elno, Because he's my son!" ucap kaiyca tegas, ia menatap datar ke arah cowok itu.

Semua orang terkejut, Kaiyca yang selalu lemah lembut dan menatap semua orang termasuk orang yang menyakitinya dengan tatapan lembut dan penuh kasih sayang sekarang dengan berani gadis itu menatap Leon dengan tatapan datar dan suara tegas.

"Maaf tuan, nyonya." Sela seorang dokter—Rhaikhan Diangratara. Seorang lelaki berumur 23 tahun yang sudah menjadi dokter pribadi dan berkerja di rumah sakit milik keluarga Strength selama empat tahun lamanya.

Tanpa sepatah katapun. Kaiyca pergi meninggalkan semua orang dan masuk ke dalam kamar inap tempat Elno berada, gadis itu sangat khawatir dengan keadaan anak kecilnya.

Ditengah hawa panas dan dan panik itu. Rhaikhan melanjutkan ucapannya, "Elno baik-baik saja, mungkin karena kecemasan dan ketakutan dari anak itu yang membuat badannya panas."

"Elno boleh di bawa pulang, tidak perlu rawat inap. Kalau begitu, tugas saya sudah selesai tuan, nyonya. Saya permisi dulu," lanjutnya lalu berlalu pergi dari hadapan mereka semua.

Leon tidak perduli apa yang di sampaikan oleh dokter itu, ia berbalik badan kemudian berjalan masuk ke arah kamar inap milik Elno.

***

"Pasti cowok tampramen itu udah menjalani aksinya, sesuai rencana gue. Mancing amarah cowok brengsek itu mudah, tinggal letakkan bom, dan ... Duar!" seseorang tertawa kecil, ia memperagakan gerakan orang terkejut ketika ada sebuah bom meledak di hadapan mereka.

"Anak kecil itu, bisa gue jadiin umpan. Kenapa ga gue masukin list aja? Pasti seru," ucapnya dengan menyeringai. Ia mendongak, menatap ke arah langit. "Dek, lo tenang aja. Disini gue masih hidup, ga akan gue biarin yang menjadi alasan lo pergi dari gue, tenang gitu aja."

"Hidup cowok itu dan keluarganya, gue jamin akan sengsara."

***


LEONIDAS (PO TGL 4 DES)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang