Chapter 8

421 64 4
                                    

Derap langkah kaki membuat bulu kuduknya berdiri, napas tersengal dan keringat bercucuran turun dari pelipis. Rumahnya terlalu besar, tangannya tak kunjung berhenti gemetar. Pipi lebam dan luka dikaki membuatnya sulit berlari menjauh dari ruangan dingin tersebut.

"Hyung" Ujarnya parau.

Suara serak, baju basah, cuaca dingin. Lengkap sudah penderitanya. Kesadarannya kian menipis namun ia harus segera keluar dari ruang penyiksaan ini.

"Hyung"

Yang dipanggil terus berlari menyusuri lorong sempit di bawah gedung. Kalang kabut ia mencari keberadaan pemuda itu.

"Chan! Kau di mana?!" Teriaknya lantang. Suaranya menggema, barangkali dapat memekakkan telinga seseorang yang mungkin berdiri di sebelahnya.

"Chan kumohon, kau dimana?!" Wajahnya semakin panik saat melewati lorong terakhir. Kondisi pemuda itu memprihatinkan. Seolah dia sudah mati namun masih diberi ketidakadilan.

"Chan! Lee Chan!" Teriak pria itu saat Lee Chan kehilangan kesadaran diri.

"Lee Chan, Lee Chan."

"Jeonghan bangun"

"Lee Chan."

"Jeonghan bangunlah."

Jeonghan mengigau.

Ia membuka matanya, Jeonghan terganggu karena Seungcheol terus saja mengguncang bahunya. Jeonghan melirik malas, wajah panik dan pergerakan Seungcheol seolah sedang memperhatikannya dari tadi.

"Kenapa?" Tanya Jeonghan keheranan.

"Kau mimpi buruk?" Jeonghan mengerjapkan matanya.

Jadi yang ia lihat barusan adalah mimpi belaka, tapi entah mengapa semuanya terasa begitu nyata. Belum lagi Dino dan pria misterius itu.

"Iyakah? Kurasa aku terlalu banyak minum" Elak Jeonghan. Seungcheol yang semula berjongkok kini bangkit, duduk di tepi ranjang sembari memperhatikan wajah Jeonghan yang tampak kelelahan.

"Kau terus menyebut nama Chan"

"Siapa Chan?"

"Adikku"

Ah iya, Jeonghan lupa kalau nama asli Dino itu Lee Chan.

Tunggu, Lee?

"Ayah tirimu bermarga Lee?" Seungcheol mengangguk.

Apa mimpi ini hanya bentuk kecemasannya saja? Seolah mereka berdua seperti terikat sesuatu.

"Kepalaku sakit" Jeonghan memijat pelipisnya pelan, menghela napas kemudian melirik Seungcheol balik.

"Apa? Wajahku ada jerawat sebesar bola mata? Jangan menatapku seperti itu." Ketus Jeonghan lantaran Seungcheol enggan melepaskan pandangannya.

"Bukan, aku cuma heran kenapa kau terus menyebut nama adikku."

Jeonghan memicing, memangnya kenapa, apa yang salah dengan itu.

"Kalian belum pernah bertemu 'kan?"

Ah iya, Jeonghan salah karena seharusnya dia tidak mengetahui Chan, yang jadi masalah adalah bahkan Jeonghan sudah melihat wujud menyeramkan pria muda itu.

"M-mungkin karena kau terus menyebut namanya sebelum aku mabuk." Bohong, mana mungkin ada yang seperti itu.

Jeonghan melirik ke sana kemari, Dino tak terlihat, padahal biasanya hantu itu akan membangunkan Jeonghan dengan suara ciri khasnya.

"Kemana dia?" Gumam Jeonghan.

Saat menundukkan kepala barulah ia menyadari sesuatu. Seungcheol masih memegangi kakinya.

Brücke | JeongCheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang