"May i never forget on my best day, that i still need god as desperatly as i did on my worst."
- Chacha.
•••
Jashan melemparkan hape nya dengan sembarang ke atas kasur, pria itu menjatuhkan tubuh ke tempat empuk tersebut seraya mendesah lelah.
Ia baru saja kembali dari perjalanan bisnis yang membuatnya lelah secara mental di banding fisik ketika Jeno mengirim pesan akan menjemputnya.
Masa bodoh. Jashan tak akan meninggalkan kasur walaupun Jeno menyeretnya, dia tidak akan ikut Jeno ke gereja dan tidak akan menemani Jeno keluar. Jashan hanya butuh istirahat saat ini.
Menghela nafas, Jashan membalik posisinya yang telungkup menjadi berbaring. Ia menatap langit-langit kamar, bertanya-tanya kapan terakhir kali dia tidur dengan baik? Kapan terakhir kali dia sarapan bersama orang tuanya? Kapan terakhir kali dia keluar bermain bersama teman-temannya? Memikirkan itu, Jashan lagi-lagi menghela nafas.
17, 18, 19. Usia dimana Jashan merasa bahwa menjadi seorang remaja sangat menyenangkan, tanpa beban, tanpa pikiran. Beranjak 20, bagi Jashan, masalah hidupnya lebih ringan dibandingkan yang lain. Di saat anak-anak lain mungkin strugling dengan uang kuliah atau sebagainya, Jashan bersyukur dia punya dukungan materi yang baik. Jadi di awal-awal 20-an, Jashan merasa satu-satunya masalah hidup yang ia miliki hanyalah tugas kuliah.
Terus tiba-tiba graduation, 23. Jashan merasa dia harus menanggung dirinya sendiri, malu kalau minta sama orang tua. Apalagi ketika dia melihat teman-teman disekitarnya mulai memikirkan karir masa depan, Jashan semakin merasa terdesak. Mulailah Jashan magang, kerja diperusahaan keluarga--walaupun milik keluarga, Jashan mulai dari bawah--jadi pegawai tetap, sibuk.
Sibuk sekali, sampai Jashan merasa dia sudah terlalu lama menjomblo. Jashan meringis ketika menyadari sudah berapa lama ia tidak berpacaran, apalagi sekarang Naya sering sekali menanyakan tentang calon menantu padanya.
Tiap liat Jashan, Naya pasti Naya...
"Kapan yah kira-kira mama dengar kabar baik?"
"Shan, calon menantu mama apa kabar? Kok belum kelihatan?"
"Kemarin mama dari nikahannya Nikolas, tau kan? Duh, istrinya cantik banget, perawat."
Begitulah deretan pertanyaan dan pernyataan dari Naya, bahkan Naya pernah bertanya begini pada Jashan..
"Shan, kamu udah gak suka sama cewek yah? Atau pesona kamu udah berkurang?"
Jashan cuma bisa mengelus dada sambil dalam hati bilang.. Sabar, Shan, emak lo sendiri. Sabar.
Setiap mendengar pertanyaan Naya, Jashan merasa menyesal menentang niat Satya yang mau menikah lebih dulu.
Kalau soal menikah sih sebenarnya Jashan gak peduli amat yah kalau Satya mau melangkahi dia, tapi yang masalahnya tuh Satya minta izin masuk Islam terus nikah. Jamal yang gak setuju, akhirnya Jashan juga ikut-ikutan. Kalau tahu begini, lebih baik dulu Jashan membantu Satya untuk membujuk Jamal agar memberi izinnya.
Puyeng. Pusing kepala Jashan. Dia bukannya nggak suka cewek atau kehilangan pesona seperti pertanyaan Naya, Jashan cuma gak punya waktu aja. Fokus Jashan tidak pada urusan perempuan, untuk saat ini.
Kalau masalah perempuan, banyak yang confess ke Jashan. Cuma yah itu, di umur yang sekarang, Jashan bukan lagi mencari perempuan untuk bermain atau untuk sekadar dipacari.
Ini bukan lagi cinta monyet anak sma atau hubungan langgeng tapi akhir-akhirnya jaga jodoh orang ala anak kuliahan, ini tentang komitmen masa depan.
Jashan tidak mau memilih perempuan cuma karena cantik dan pekerjaan perempuan itu, Jashan mau perempuan yang... apayah, seperti Naya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Keluarga Bahagia
Fiksi PenggemarMenurut google, keluarga adalah sekelompok orang yang disatukan dengan ikatan perkawinan, darah atau adopsi dalam lingkup rumah tangga yang saling berinteraksi dengan posisi sosial yang jelas. kalau menurut kamu, keluarga itu apa? #picbypinterest #...