Xavier menaruh koin yang sudah ditalikan, menyodorkannya ke Aamon. "Katanya bekerja sih, Mon." Ujarnya.
"Kalau bekerja juga untuk apa..." Aamon mengambil koin itu. Melihat lebih detail.
"Spice things up between you and Natan." Jawab Xavier, menatap Aamon jahil.
"Shut up." Aamon membuang muka, kembali menatap koin.
"Yasudah kamu bawa aja. Kalau berkerja, kabarin." Kata Xavier.
"Kamu mau coba juga, gitu? Kita jadi bahan percobaan?" Tanya Aamon.
"Tidak. Aku sudah puas dengan permainan Fredrinn. Memangnya kalian..." Xavier menatap Aamon, merendahkannya. "...Pasangan vanila."
.
Aamon jadi gelisah sendiri. Menatap koin di tangannya. 'Bagaimana cara membuat Natan melihatnya?' Batin Aamon, bingung.
Bohong kalau Aamon tidak menginginkan hubungan yang beda dari biasanya. Tapi bagaimana cara dia membujuk Natan untuk melakukannya?
Terlalu sibuk dengan pikirannya, Aamon tidak sadar Natan sudah pulang, memasuki kamar.
"Aku pulang." Natan menyapanya. Menaruh tas kerjanya. Aamon buru-buru menyimpan koinnya.
"Bagaimana harimu?" Tanya Natan sambil bersiap-siap mandi.
"Biasa saja..." Jawab Aamon.
"Oh..."
"Aku mandi dulu, ya. Kamu tidur duluan saja kalau mengantuk." Natan mengecup pipi Aamon singkat. "Cepatlah. Kamu bau." Gurau Aamon. Natan tertawa.
Bukannya Aamon tidak menyukai hubungan 'vanila' yang dibilang Xavier seperti saat ini. Tapi terkadang fantasi liar juga suka lewat dalam pikiran Aamon.
Baiklah, Aamon akan mencobanya. Berhubung besok Sabtu. Harusnya tidak akan masalah.
Aamon terus menatap pintu kamar mandi hingga Natan keluar. Natan terkejut sendiri ketika mendapati kekasihnya menatapnya dalam diam.
"Ada apa, sih Aamon?" Tanya Natan. Menyadari gerak-gerik kekasihnya yang terlihat aneh sedari tadi.
"Itu..."
"Apa?"
.
Dan disini lah mereka. Berakhir diatas ranjang, duduk menghadap satu sama lain.
"Oke. Jadi hanya mencobanya lalu mengetes apakah berkerja atau tidak lalu sudah?" Tanya Natan.
Aamon mengangguk. Tentu saja dia tidak akan memberitahu tujuan utamanya. Hanya beralasan kalau ia mendapatkannya dari Xavier dan penasaran.
"Ya sudah. Terserah kamu."
Aamon mulai menggerakkan koinnya didepan Natan. Kekanan dan kekiri. Mata Natan mengikuti arah gerak koin.
Setelah beberapa detik, Aamon mencoba mengetes kesadaran Natan dengan melambaikan tangannya didepan wajah Natan.
Natan tidak bergeming.
'Berhasil?' batin Aamon.
"Natan?" Panggilnya pelan. Natan tidak merespon. Hanya menatapnya kosong.
'Berhasil.' Entah sekarang Aamon harus senang atau takut. Aamon mungkin harus mengetes cara kerjanya hipnotis ini.
"Peluk aku?" Pintanya. Benar saja Natan memeluk Aamon tanpa basa-basi.
Mungkin ini saatnya Aamon mencobanya. Melepas pelukan Natan, Aamon berdiri. Menanggalkan celananya.