cinco

1.5K 261 18
                                    

Donghyuck mengerutkan keningnya saat tiba-tiba dirinya berada di sebuah tempat asing yang dipenuhi kegelapan, kanan kiri, setiap sisi tempat tersebut benar-benar gelap dan membutakan. Ia memasang wajah datarnya saat tiba-tiba angin berhembus kencang dari arah belakangnya. Membuat helaian surai ungunya berterbangan tertiup angin.

"Kau sadar bukan kutukan yang diberikan dewa perang padamu tidak akan hilang begitu saja" ujar sebuah suara dari arah belakang Donghyuck yang membuat Donghyuck menolehkan kepalanya ke arah belakang, namun masih dengan wajah datar dan dinginnya.

"Tidak masalah untukku" dingin Donghyuck pada sesosok bertubuh besar berwarna hitam yang dikelilingi oleh asap hitam dan cahaya berwarna ungu yang menguar dari sekeliling tubuh dan kedua matanya.

Sosok tersebut mengulas senyum lebarnya yang membuat asap putih keluar dari mulut dan hidungnya. Ia mengarahkan jari telunjuknya ke arah punggung Donghyuck yang masih setia membelakanginya, dan seketika mata ungu Donghyuck membulat sempurna saat jantungnya berdetak kencang, diikuti bercak hitam kemerahan yang mulai merambat menutupi tubuhnya dan berhenti di area lehernya.

"Tidak masalah karena kekuatanku di dalam tubuhmu menyerap sisa kutukan tersebut, tanpa kekuatanku mustahil kau masih bertahan sampai sekarang. Bahkan kontrak dengan bocah manusia itu tidak bisa menghilangkan semua kutukan yang diberikan Ares padamu" ujar sosok tersebut yang tidak lain adalah perwujudan Khaos dalam alam bawah sadar Donghyuck.

Semenjak pertarungan terakhirnya dengan Ares, Donghyuck menjadi lebih sering memasuki alam bawah sadarnya seperti saat ini. Hal itu juga yang menjadi salah satu alasan yang membuat demon bersurai ungu itu menghindari kegiatan tidurnya. Karena selama ia tertidur kesadarannya bisa lebih mudah diambil oleh kekuatan Khaos yang perlahan semakin tidak terkendali di dalam tubuhnya.

Donghyuck mengepalkan kuat kedua tangannya, ia bahkan sudah menahan nafasnya sedari tadi membuat bulir keringat membasahi pelipisnya. Perlahan kedua kaki dan tangannya mulai mati rasa, membuat monarch dari Renjun itu menjatuhkan tubuhnya. Sedangkan Khaos mengulas senyum miringnya, jari telunjuknya masih setia menyentuh punggung Donghyuck.



Disisi lainnya, tepatnya di dalam kediaman keluarga Liu terdapat Renjun yang tengah menatap bergetar sang serf yang sudah dikelilingi oleh cahaya ungu kehitaman, jangan lupakan dadanya yang terasa terbakar saat cahaya ungu hitam tersebut mulai mengelilingi tubuh Donghyuck yang tengah berbaring di sebelahnya.

Brakk

Renjun mengalihkan perhatiannya pada pintu kamar yang tiba-tiba dibuka kencang dan menampakkan sosok demon bersurai pirang diikuti dengan Yangyang dibelakangnya.

"Ah...pantas saja hawanya tidak enak sedari tadi. Bisa-bisanya dia menggunakan kekuatan dewanya saat tidur" monolog Jeno sembari menatap khawatir bercampur takut dan emosi pada sosok chattel bersurai ungu yang masih setia menutup kedua matanya.

"Kalian berdua lebih baik keluar" ujar Jeno dengan nada seriusnya sembari melirikkan netra kuningnya ke arah Yangyang yang menganggukkan kepalanya dan dengan segera beranjak ke arah Renjun.

"Ayo" ajak Yangyang sembari memegang kedua bahu Renjun yang masih setia duduk mematung di tempatnya, hingga tiba-tiba ia terbatuk dan mengeluarkan sedikit darah yang membuat Yangyang membulatkan matanya, sedangkan Jeno terdiam di tempatnya.

Jeno berdecak kesal dan seketika mengeluarkan pedang besar andalan miliknya, kilat dan cahaya berwarna kuning keemasan mulai menyelimuti tubuh dan pedang besarnya.

"Demon pemalas bajingan" umpat Jeno yang kemudian melesat cepat sembari mengayunkan pedangnya ke arah Donghyuck. Namun seketika kedua matanya membulat, begitu juga dengan Yangyang dan Renjun saat melihat Donghyuck mengangkat tangan kirinya dengan mata yang masih setia tertutup. Membuat tubuh dan pergerakan Jeno terhenti begitu saja. Tubuh chattel bersurai pirang itu seakan-akan kaku dan sulit untuk digerakkan.

Monarch : Partie III ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang